TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gugup, Siswa Tuna Netra di Denpasar Mengaku Soal UNBK Terlalu Panjang

Semangaaat ya manteman

IDN Times/Imam Rosidin

Denpasar, IDN Times - I Ketut Arya Mahesa Ardana (15) nampak bersemangat saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Kota Denpasar, Senin (22/4) pagi. Ia merupakan penyandang tuna netra bersama tiga teman lainnya sedang menjalani ujian soal Bahasa Indonesia. Seperti apa pengalaman mereka?

1. Ardana mengaku baru belajar huruf braile semenjak sekolah di SLB

IDN Times/Imam Rosidin

Ardana sudah tiga tahun bersekolah di SLB N 1 Denpasar. Sebelumnya dari kelas 1 hingga 6 Sekolah Dasar, ia belajar di sekolah umum. Pada ujian kali ini, ia mengaku gugup dan bingung saat hendak mengerjakan soal berjumlah 50 tersebut.

Sebab soal-soal yang dikerjakannya terlalu panjang. Bahkan satu soal bisa terdiri dari dua lembar. Ia baru tiga tahun ini belajar huruf braile, semenjak masuk ke SLB. Meski tegang dan khawatir, tapi kabar baiknya, ia mengaku sukses menyelesaikan soal-soal Bahasa Indonesia dalam bentuk huruf braile tersebut.

"Saya pindahan dari sekolah umum dan agak lama memang saya kerjakan. Juga bingung soalnya terlalu banyak. Saya kira 40 soalnya dan ternyata 50 soal," ceritanya usai mengikuti ujian.

2. Saraf retinanya menurun saat Ardana duduk di kelas 2 SD

IDN Times/Imam Rosidin

Ardana sebelumnya memiliki penglihatan layaknya teman-teman sebaya. Namun lambat laun saat kelas 2 Sekolah Dasar (SD), penglihatannya mulai menurun. Hingga pada kelas 4 sampai 6 SD, ia sama sekali tidak bisa membaca tulisan.

"Kata dokter saraf retina saya lemah," tutur dia.

Lemah saraf retina membuatnya tak mampu melihat benda-benda kecil di sekelilingnya. Meski begitu ia masih bisa melihat benda-benda dari kejauhan. Hanya saja tak sejelas seperti sebelumnya.

"Saya lihat benda jauh kelihatan. Kalau tulisan dekat tak kelihatan. Misal kalau orang lewat saya lihat dari jauh tapi tak tahu siapa. Untuk tulisan tak terlihat," ucapnya.

3. Ia sedih karena merasa hanya dirinya saja yang tak bisa melihat

IDN Times/Imam Rosidin

Sebelum masuk SLB N 1 Denpasar, Ardana mengaku sedih dan merasa hanya dirinya saja yang memiliki kekurangan. Tapi begitu masuk SLB, ia merasa tak sendirian. Masih ada yang lebih tak beruntung dari dirinya, yang tak mampu melihat objek di sekitarnya.

"Ternyata banyak yang tak bisa melihat seperti teman-teman saya ini. Ternyata saya bukan sendiri. Setelah di sini lebih tak terbebani," kata dia.

4. Kerap mendapat perundungan dan dibully

Freepik.com / Freepik

Saat duduk di bangku SD, Ardana kerap mendapat perundungan dari teman-temannya. Sering dikerjain, misalnya saat mau duduk bangkunya ditarik hingga ia terjatuh. Pernah juga diberi permen karet di bangkunya.

"Waktu awalnya sedih tentu saja. Saya sendiri sering dibully dan diejek. Sekarang udah gak ada, kan udah biasa," kisahnya.

Seiring bertambahnya umur, teman-teman yang membully dia kini sudah mengerti. Ia berkawan, sering diantar dan dijemput saat pulang sekolah.

"Sekarang sudah besar kan sudah mengerti. Jadi, kadang dijemput teman-teman yang membully karena masih ingat," katanya.

Ia mengungkapkan cita-citanya menjadi seorang guru. Mengabdi dan membantu anak-anak lainnya belajar.

Berita Terkini Lainnya