TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ngomong Jangan Buang Sampah Sembarang di Level Kuliah? Harusnya Malu

Robi Navicula sindir akademik saat jumpers "Pulau Plastik"

IDN Times/Imam Rosidin

Denpasar, IDN Times - Sampah kini menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusinya. Berton-ton sampah terus mencemari lingkungan baik di darat maupun di laut. Untuk itu, dibutuhkan solusi yang tepat untuk menekan laju sampah-sampah ini.

Atas dasar inilah Gede Robi Supriyanto, vokalis Navicula membuat video soal sampah di Bali. Seperti apa jadinya?

Baca Juga: 9 Rangking Kabupaten atau Kota Penghasil Sampah Tertinggi di Bali

1. Masyarakat berkembang selalu memandang sampah adalah benda tak terpakai dan harus dibuang ke TPA

Pixabay.com/@PDPics

Kopernik bersama Akarumput sedang memproduksi serial video edukasi terkait kesadaran mengelola sampah dengan lebih baik. Serial ini melibatkan Dhandy D Lhaksono, sang sutradara Filiosofi Kopi dan Keluarga Cemara, serta Gede Robi Supriyanto sebagai pemandu acara.

Serial video tersebut sengaja dibuat untuk mengubah pandangan serta paradigma masyarakat terkait sampah plastik. Robi mengatakan, di masyarakat berkembang selalu memandang bahwa sampah itu adalah benda yang tak terpakai dan harus dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal pandangan seperti itu justru semakin memperburuk lingkungan.

"Nah, menurut kita ini bukan solusi kalau menganggap bahwa sampah harus dikumpulkan dan dibuang ke TPA. Ini perlakuan primitif. Kalau ini masih digunakan artinya pemerintah tak punya cara," katanya saat jumpa pers di Kubu Kopi, Denpasar Rabu (30/1) sore.

2. Di dalam tumpukan sampah bisa ditemukan komoditas yang bernilai tinggi. Per kilonya saja bisa mencapai Rp4 ribu

Ilustrasi sampah di Denpasar. (Dok.Pribadi/Bernardinus Amanda Nugraha)

Gagasan Pulau Plastik ini akhirnya dibuat untuk mengubah paradigma atau cara berpikir masyarakat tersebut. Menurut Robi, jika sampah ini dibongkar dan dilihat isinya justru memiliki nilai atau komoditas yang tinggi.

Dalam sebuah penelitian yang ditemukan Robi, 0 persen atau sebagian besar sampah merupakan organik. Sementara sisanya yakni 30 persen adalah sampah non organik seperti plastik yang bisa didaur ulang.

"Ternyata organik ini bukan sampah. Jika dijadikan pupuk kompos maka harganya Rp4 ribu per kilogram. Tanpa perlu teknologi canggih untuk membuat kompos. Apalagi di level pemerintah yang sudah ada dananya," imbuhnya.

3. Sangat menguntungkan jika dikelola serius

IDN Times/Imam Rosidin

Ia menambahkan, sekitar tahun 2012 lalu pernah dilakukan penelitian, jika Bali saat itu serius mengelola sampah organiknya sendiri, maka bisa menghasilkan Rp4,3 triliun per tahun.

"Ini berapa Puskesmas yang bisa dibikin gratis. Hanya dari mengubah paradigma kita memiliki sampah bahan yang menjadi berguna lagi. Nah, dengan ini solusinya adalah mengelola kompos ini," katanya.

Ia menegaskan, pemerintah harus bergerak dan memikirkan hal ini. Jika mereka mau, tentu sampah bisa dikurangi dan tak lagi membebani lingkungan.

Baca Juga: Tempat Pembuangan Sampah Ilegal di Kutuh Dipenuhi Lalat & Ganggu Warga

Berita Terkini Lainnya