TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lumba-lumba Mati di Hotel Daerah Buleleng, JAAN: Bukan Badut

Hotel ini punya izin lembaga konservasi

Dok.IDN Times/Istimewa

Denpasar, IDN Times - Satwa liar seperti lumba-lumba sering kita temukan sebagai objek tontonan daripada hidup bebas di alamnya. Mereka biasanya dimasukkan ke dalam sebuah kolam, dan diminta melakukan atraksi dengan tujuan untuk menghibur penonton. Tapi nyatanya, pertunjukan semacam ini mendapat penolakan dari berbagai pihak.

Baru-baru ini, Balai Konservasi Sumber Daya (BKSDA) Provinsi Bali tengah melakukan analisa terhadap satu dari lima ekor lumba-lumba yang mati di sebuah hotel daerah Kabupaten Buleleng. Lumba-lumba jenis hidung botol itu diketahui mati, Sabtu (3/8) lalu sekitar pukul 09.00 Wita. Dari keterangan pihak BKSDA, lumba-lumba ini sudah ada sejak belasan tahun di hotel tersebut. Mereka dijadikan sebagai terapi untuk para pengunjung.

1. Lumba-lumba bukan badut

rokida.com

Founding Director Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Femke Den Haas, menyesalkan masih adanya praktik semacam ini. Ia mengungkap, lumba-lumba merupakan satwa liar yang seharusnya hidup di alam liar, bukan sebagai badut yang harus dipertontonkan.

"Ya kamu harusnya tahulah, kami merasa seperti satwa liar, kan harusnya hidup di alam liar. Lumba-lumba itu bukan badut, itu saja dari saya dulu," kata dia, Senin (5/8).

JAAN sendiri kini dilibatkan oleh BKSDA Bali untuk ikut memeriksa bangkai lumba-lumba tersebut.

2. Hotel di Buleleng ini menjadi satu-satunya hotel yang punya izin lembaga konservasi

https://pixabay.com/federicoghedini/사진 172

I Ketut Catur Marbawa, Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA Bali, masih melakukan evaluasi atas kematian lumba-lumba tersebut. Jika memang ada unsur kelalaian, maka empat ekor lainnya akan direlokasi.

Ia menyebut, izin konservasi lumba-lumba seperti ini dikeluarkan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Izin lembaga konservasi merupakan sebuah izin yang diberikan kepada pihak swasta untuk mengelola satwa-satwa yang dilindungi.

Sementara hotel di Buleleng tersebut memegang izinnya sejak tahun 2010 lalu. Mereka menjadi satu-satunya hotel yang memegang izin lembaga konservasi di Bali.

Sementara tempat lain yang memiliki izin seperti itu berada di Perairan Sanur, yaitu Dolphin Lodge Bali. Pengawasan dan pengecekan biasanya dilakukan secara mendadak. Pemegang izin tersebut juga harus melaporkan kondisinya setiap bulan.

"BKSDA mengawasi, kalau tiap hari tidak mungkin. Tiap bulan mereka juga melaporkan dan kita juga insidentil dan ngecek," ujarnya.

Berita Terkini Lainnya