Anggota Keluarga di Bali Idap Skizofrenia Tertinggi di Indonesia
Ini berdasarkan data dinkes Provinsi Bali lho ya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Gangguan jiwa berat atau yang disebut skizofrenia ini masih mendapat stigma negatif dari masyarakat. Kata "gila" kerap disematkan pada penderita skizofrenia. Hal ini membuat penderita kerap tidak tertangani dengan baik. Padahal jika tertangani dengan tepat, penderita gangguan jiwa berat ini bisa disembuhkan.
Kenyataan ini diungkapkan oleh dokter spesialis kejiwaan sekaligus psikiater, dr I Gusti Rai Putra, saat diskusi "Remaja dan skizofrenia" yang diselenggarakan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bali, Sabtu (25/11) sore.
Diskusi yang bertema muda, beda, berdaya ini dihadiri Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Ikatan Psikolog Klinis (IPK), Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI), Dinas Kesehatan Provinsi Bali, KISARA (Kita Sayang Remaja), dan juga ada perwakilan para penderita skizofrenia dari Rumah Berdaya Denpasar.
Baca Juga: 9 Rangking Kabupaten atau Kota Penghasil Sampah Tertinggi di Bali
Gangguan jiwa bisa dikategorikan menjadi dua. Yakni gangguan jiwa berat seperti skizofrenia dan retardasi mental. Sedangkan yang ringan sedang seperti emosional, depresi, dan cemas.
"Gangguan jiwa itu luas sekali. Jadi perlu edukasi ke masyarakat. Orang kalau berobat ke psikolog atau psikiater selalu disebut gila. Padahal bukan begitu," katanya.
Rai Putra menjelaskan skizofrenia merupakan penyakit mental kronis yang menyebabkan gangguan proses berpikir. Orang dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan.
Proses pikiran yang terganggu menimbulkan halusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas, serta bertingkah, bicara tak wajar, dan kecemasan yang berlebihan. Ini jika dibiarkan bisa mengakibatkan gangguan jiwa yang lebih berat hingga bunuh diri.
1. Apa sih sebenarnya skizofernia itu?
Baca Juga: Penderita Gangguan Jiwa di Bali Bisa Ikut Coblos Lho, ini Syaratnya
Baca Juga: Waspada! 12 Koperasi di Bali Bodong, Terbanyak Ada di Tabanan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), yang turut hadir dalam diskusi tersebut memaparkan data yang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, 91 persen penderita ODGJ tidak mendapatkan penanganan yang serius. Selebihnya, yakni 9 persen, ditangani dan terobati dengan tepat.
Hal ini akibat adanya pandangan negatif dari masyarakat terkait penyakit ini. Umumnya, gejala awal depresi seseorang hanya dipandang sepele. Padahal ini merupakan tingkatan awal kasus gangguan jiwa berat.
"Ini harus segera ditangani dan mendapat perhatian. Karena jika tak segera maka penderita ini bisa semakin meningkat," kata dr I Gusti Rai Putra.
Untuk penanganannya juga terlalu terpusat di Rumah Sakit Jiwa Bangli. Padahal idealnya pencegahan dan penanganan awal harus ada di puskesmas. Juga obatnya harus tersedia dan merata di tiap daerah.
"RSJ Bangli jika diakses dari Buleleng tentu sangat jauh. Saat ada ODGJ yang sembuh untuk mendapatkan obatnya harus ke Bangli. Ini yang jadi kendala," imbuhnya.