Gema Perdamaian XVI di Renon Ajak Masyarakat Hidup Damai Tanpa Hoaks
Unity in diversity banget nih
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Kegiatan Gema Perdamaian kembali digelar secara terbuka untuk masyarakat Bali. Sejak pelaksanaannya dari tahun 2003, Gema Perdamaian tahun ini memasuki pelaksanaan ke-16.
Gema Perdamaian adalah gerakan kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kedamaian di tengah perbedaan. Unity ini diversity. Melalui Gema Perdamaian, perbedaan suku, ras, agama, dan adat istiadat bukan menjadi suatu pertentangan atau permusuhan, melainkan persaudaraan dan toleransi.
Dari tahun ke tahun, berbagai komunitas semakin banyak bergabung untuk menjadi bagian dari penyelenggaraan Gema Perdamaian ini. Pada puncak penyelenggaraan Gema Perdamaian ke-16, Sabtu (6/10), ribuan masyarakat mulai dari lintas agama, suku, profesi berkumpul merayakan kedamaian dan hangatnya persaudaraan di sisi timur Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi), Lapangan Renon, Denpasar.
Seperti apa keseruannya?
Baca Juga: 7 Makna Ritual Siklus Kehidupan Orang Bali yang Akan Dipawaikan di IMF
Sudah menjadi tradisi dalam dalam setiap puncak acara Gema Perdamaian untuk melakukan kirab Pada Yatra. Kegiatan ini berupa berjalan kaki mengelilingi setengah lapangan Renon.
Ada beberapa hal menarik yang dipetik oleh masyarakat saat Pada Yatra itu. Seperti gamelan musik Bali menujukkan identitas daerah, genta yang terus dibunyikan oleh sulinggih dan pemangku sebagai simbol spirit, kirab bendera merah putih sebagai wujud cinta tanah air, serta pakaian daerah dan keterlibatan grup musik dari luar Bali sebagai wujud terbukanya Bali menerima perbedaan.
Mereka terlihat antusias sumringrah merayakan nikmatnya bertoleransi tanpa harus memusuhi perbedaan itu sendiri.
1. Kirab Pada Yatra menyatukan perbedaan di Bali
Baca Juga: Papan Nama Aksara Bali di Pura Besakih Dipasang, PHDI: Makin Metaksu
Puncak dari seluruh kegiatan Gema Perdamaian ke-16 adalah mengajak seluruh masyarakat untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa dipercaya menjadi sebuah kekuatan dan memberi vibrasi positif pada alam semesta dan kehidupan manusia.
Doa dilakukan bersama tokoh dan masyarakat dari lintas agama. Dipimpin oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia, Ida Pangelingsir Putra Sukahet, doa yang dipanjatkan tidak saja memohon kedamaian umat dan alam semesta, melainkan juga doa untuk saudara-saudara yang sedang mengalami musibah gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah.
Juga mendoakan Indonesia mendapatkan pemimpin yang amanah, memahami perbedaan yang ada, bakti pada agama, dan setia pada negara.
"Semoga alam mampu memberi vibrasi positif dan pikiran baik datang dari segala penjuru. Semoga kedamaian selalu ada bersama kita,” harapnya.