Nyepi Tanpa Ogoh-ogoh, Millennials di Bali: Gak Terasa Lho Perayaannya
Semoga pandemik ini segera berakhir ya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1943 yang jatuh pada Minggu (14/3/2021) lalu, cukup berbeda dengan perayaan Nyepi tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, di tengah pandemik COVID-19, tidak ada pengarakan ogoh-ogoh, tradisi yang selama ini selalu dilakukan pada Hari Pangerupukan, yakni sehari sebelum Nyepi.
Larangan untuk menggelar arakan ogoh-ogoh itu tertuang dalam Surat Edaran Pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 Nomor 016/PHDI-Bali/II/2021 tertanggal 16 Februari 2021.
Baca Juga: Penuh Toleransi, 7 Artis Ini Tinggal di Bali dan Ucapkan Selamat Nyepi
Baca Juga: Jelang Nyepi Jumlah Kedatangan Penumpang Domestik di Bali Meningkat
1. Merasa sebuah tradisi seketika lenyap karena COVID-19
Menanggapi perayaan Nyepi kali ini yang tanpa ogoh-ogoh, sejumlah millennials di Bali menyampaikan pendapatnya kepada IDN Times pada Senin (15/3/2021). Berikut suara hati mereka:
- Ayu Eka (36), pekerja swasta
“Tanpa ogoh-ogoh, aku sih asyik-asyik aja.”
- Kadek Febri (27), mahasiswa
“Seperti bukan Nyepi. Sama juga Melasti nggak ada. Nggak (tidak) terasa perayaannya.”
- Diah (29), mahasiswa
“Nyepi tanpa ogoh-ogoh nggak khusyuk.”
- Dwi (25), pekerja swasta
“Wah sudah pasti ada kekecewaan. Sebuah tradisi seketika lenyap karena COVID-19. Biasanya setiap dua hari sebelum malam pangerupukan pasti Melasti dulu dan sekarang Melasti cuman ngubeng. Terus malam pangerupukan nggak ada pawai serasa bukan menyambut hari Raya Nyepi saja. Seolah-olah sebuah tradisi seketika lenyap.
Pembuatan Ogoh-ogoh ini biasanya memakan waktu paling lama sampai empat bulan tergantung dari tingkat kesulitannya. Paling cepat jika ditempuh waktu pengerjaan dengan lembur bisa jadi dalam waktu dua minggu. Namun menurut Dwi, ogoh-ogoh yang dibuat dalam waktu dua minggu ini dalamnya terasa hampa.