TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pintu Wisman Dibuka, Bali Sibuk Bahas Tata Kelola Sampah

Mari kita bersama-sama jaga alam ya

Ilustrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali (IDN Times/Ayu Afria Ulita)

Badung, IDN Times – Pembukaan border untuk wisatawan mancanegara diperkirakan akan berpengaruh terhadap produksi sampah di Bali. Karenanya, diperlukan tata kelola sampah secara holistik.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Drs I Made Teja, mengungkapkan peraturan lockdown yang mengurangi aktivitas masyarakat di luar ruangan sangat berpengaruh dengan peningkatan sampah di Provinsi Bali. Terutama sampah PS Foam atau Styrofoam.

Baca Juga: Garuda Indonesia Bawa 6 Penumpang dari Jepang, Ternyata Travel Agent

1. Sampah PS Foam selama pandemik mengalami kenaikan

Diskusi tentang tata kelola sampah di Bali. (Dok. IDN Times / istimewa)

Menurut Made Teja, naiknya sampah PS Foam selama pandemik berbanding lurus dengan meningkatnya food delivery akibat dari pembatasan aktivitas luar rumah. Pandemik membuat para pedagang membutuhkan kehigienisan dalam menjaga makanan yang telah disajikan. Begitu juga dengan kebutuhan kemasan makanan agar tetap terjaga keamanannya dari berbagai kontaminasi.

"Adanya peraturan lockdown memang sangat berpengaruh dengan peningkatan sampah,” ucapnya dalam acara webinar pada Kamis (3/2/2022).

Para pedagang memilih kemasan yang efektif dalam menjaga makanan tersebut. Satu di antaranya yaitu kemasan makanan berbahan PS Foam yang berguna dalam menjaga keamanan makanan. Selain itu harga kemasan makanan berbahan PS Foam sangat terjangkau dari ekonomis.

Made Teja mengatakan sampah PS Foam ini berbahan dasar Polystyrene yang dapat didaur ulang 100 persen secara berkelanjutan. Polystyrene dapat didaur ulang menjadi sesuatu yang berdampak baik dari segi penghijauan dan ekonomi.

2. Mengubah paradigma tata kelola sampah bisa untuk bahan baku industri

Ilustrasi truk sampah. (IDN Times/Imam Rosidin)

Founder Bali Waste Cycle dan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia, Putu Ivan Yunatana, mengatakan sebelumnya paradigma lama terkait ekonomi linear tentang tata kelola sampah adalah berawal dari mengumpulkan, mengangkut, dan membuangnya di tempat pembuangan akhir. Hal ini malah menimbulkan permasalahan baru, yakni semakin sedikitnya ketersediaan tanah untuk tempat pembuangan akhir.

Melihat persoalan itu, diperlukan solusi dengan paradigma baru tentang ekonomi sirkular. Tata kelola sampah harus dimulai dari pemilahan sampah, pengumpulan sampah, kemudian dilanjutkan dengan proses daur ulang.

“Jika penerapan pengelolaan sampah dari sumber sudah berjalan dengan baik, cara pandang orang-orang tentang sampah plastik, terutama PS harus diubah, bahwa sampah ini merupakan bahan baku industri. Tugas kita sebagai masyarakat atau desa adalah untuk melakukan pemilahan dengan baik untuk kemudian bisa dibawa ke industri daur ulang,” ujarnya.

Berita Terkini Lainnya