TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PHRI Badung: Jangan Karena Pandemik Ini Pengusaha Langsung Putus Asa

Pariwisata akan eksis sepanjang zaman

Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali dan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), IGA Rai Suryawijaya. (IDN Times/Ayu Afria)

Badung, IDN Times – Kabar adanya beberapa pengusaha hotel yang mulai menawarkan propertinya untuk dijual mendapat tanggapan dari Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya. Pada akhir tahun 2019 lalu, setidaknya 20 hotel di Bali terkonfirmasi akan menjual propertinya. Pihaknya menduga banyak hal yang mempengaruhi kondisi tersebut.

Lalu bagaimana seharusnya menyikapi kondisi pandemik ini? 

1. Tidak mudah memulihkan kondisi tingkat okupansi hotel

Monumen Ground Zero di Jalan Legian Kuta (IDN Times/Ayu Afria)

Selama hampir 30 tahun berkecimpung dalam dunia pariwisata, Rai Suryawijaya mengungkapkan tidak mudah untuk memulihkan kondisi tingkat okupansi hotel. Apalagi dalam kondisi saat ini. Bagi pengusaha hotel yang mengalami persoalan biaya operasional dan terpaksa harus menjual propertinya, memang harus bersabar.

“Kalaupun diputuskan menjual. Biasanya di bisnis pariwisata itu memang harus banyak bersabar. Apalagi di Bali tidak terlalu rugi sih karena kita lihat ini kan tanah terbatas di Bali. Kan sempit, harga itu tidak turun drastis, gitu lho. Namun ada penurunan hanya beberapa persen. Karena turisnya juga cari tanah juga. Karena setiap tahun hampir ada perubahan daripada lahan basah menjadi lahan kering. Atau menjadi sarana akomodasi,” jelas Rai Suryawijaya kepada IDN Times, Rabu (10/6).

Terlebih kondisi pandemik saat ini, pelaku pariwisata perlu kesabaran menghadapi isu tersebut. Namun menurutnya yang perlu diingat bahwa pariwisata akan eksis sepanjang zaman.

2. Wisatawan cenderung tetap memilih berlibur ke Bali

IDN Times/Ayu Afria

Ia juga menilai bahwa wisatawan cenderung memilih berlibur ke Bali karena Bali sangat attractive. Di samping melihat budaya, keindahan alam juga segala aktivitas bisa dilakukan. Mulai alam Bali yang terbuka, keramah tamahan penduduk, serta good value for money.

“Dari jaman dulu orang berwisata. Apalagi zaman sekarang ini. Karena mereka bekerja bukan untuk ini saja, tetapi mereka juga perlu melakukan perjalanan wisatawan. Berlibur. Karena itu kan tidak bisa, orang kan perlu rileks khususnya ke Bali,” terangnya.

3. Jangan karena musibah langsung putus asa

Pintu masuk Pantai Kuta di tutup selama wabah COVID-19 (IDN Times/Ayu Afria)

“Menurut saya pengusaha itu harus punya jiwa optimisme. Jadi harus terus berjuang. Dan karena persoalannya sekarang waktu saja ini, jadi pandemik itu diturunkan nanti kemudian ada obatnya, ada vaksinnya. Persoalan kita akan back to normal,” ucapnya.

Pihaknya mengatakan agar kejadian ini dijadikan pembelajaran dari alam untuk manusia kepada manusia. Untuk mengevaluasi dan mulai belajar menghargai alam dan bersahabat dengan alam. Semuanya harus mengakui itu. Selain juga mengajarkan pola hidup bersih.

“Kalau saja kita mau bersabar, ini secara perlahan mudah-mudahan bisa dibuka mulai Juli. Terus walaupun single digit tingkat hunian kita dulu. Dengan melakukan efisiensi lambat laun akan kita mulai Bali itu akan lebih dikenal lagi,” terangnya.

Ia tetap berharap akhir tahun dan tahun 2021 akan terjadi recovery. Rai Suryawijaya mengingatkan bahwa jangan karena musibah yang hanya sekian bulan lantas pengusaha putus asa. Sementara mereka sudah pernah menikmati keuntungan sekian puluh tahun.

“Itu perusahaan yang kurang tangguh artinya. Ya kalau kita bisa survive saja bertahan itukan lebih bagus. Kan gitu. Tanpa menjual asset dan segala macam. Kalau professional entrepreneur, sampai kapanpun akan tetap bertahan,” tandasnya.

Berita Terkini Lainnya