Pendamping PKH Asal NTT Curhat, Usulkan Dapat Pensiun Seperti PNS
Mereka pernah dipanah warga di NTT
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times - Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) asal Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Darwin Anwar (35), menyampaikan usulan agar ada dana pensiun bagi para pendamping PKH layaknya pegawai negeri sipil (PNS). Hal tersebut ia sampaikan kepada Menteri Menteri Sosial Republik Indonesia, Juliari P Batubara, dalam acara Workshop Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pendamping PKH di Kuta, Jumat (15/11).
“Untuk meneruskan ke depan ini seperti apa. Itu yang saya minta ke Pak Menteri tadi. Kalau bisa ke depan masa depan kami itu dipikirkan. Kalau kami ini tidak bisa untuk menjadi PNS atau seperti PNS gitulah. Kalau suatu saat kami dilepaskan, paling tidak setelah kami dilepaskan, kami tidak susah seperti KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang kami urus. Itu maksud permintaan saya,” jelasnya.
Saat ditanyai terkait pengalaman tak terlupakan sebagai pendamping, Darwin megaku pernah mendapatkan kendala dikejar oleh warga desa, yang berusaha memanahnya. Lantaran mereka tidak terima karena masih sedikit masyarakat yang mendapatkan bantuan Kementerian Sosial. Sementara kondisi di lapangan, masih banyak masyarakat yang juga sangat memerlukan bantuan itu.
1. Jadi pendamping PKH antara berkah dan tantangan
Laki-laki yang sudah 12 tahun menjadi pendamping ini menilai, bahwa menjadi pendamping PKH merupakan berkah yang patut disyukuri dibandingkan kondisi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan. Selain itu juga merupakan tantangan pelayanan di desa.
“Di wilayah saya itu topografinya sangat sulit. Sulit menjangkau desa-desa yang jauh. Kemudian penerimaan masyarakat, pemahaman masyarakat terhadap program juga belum bagus. Sehingga banyak masyarakat yang masih ada kecemburuan. Saling cemburu kemudian pemerintah desa di setiap desa itu juga ada kecemburuan,” terangnya.
Ada desa yang jumlah pesertanya banyak, namun juga ada yang sedikit. Inilah yang menjadi persoalan. Tetapi pihaknya berusaha untuk menjelaskan hal ini baik kepada masyarakat dan pemerintah desa. Sehingga program ini bisa diterima.
“Kami bersyukur semakin ke sini masyarakat sudah bisa menerima programnya dengan baik. Baik masyarakat yang penerima manfaat itu sendiri maupun yang bukan penerima manfaat,” ujarnya.