TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bali Punya 200 Permainan Tradisional, Made Taro: Banyak yang Mati Suri

Sang maestro percaya permainan ini bisa dihidupkan kembali

Maestro tradisi lisan, Made Taro. (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Masih ingat dengan permainan tradisional yang kalian mainkan saat masih kecil?  Mungkin sebagian besar akan menjawab dengan kata tidak. Ya, kemajuan teknologi saat ini dinilai pelan-pelan telah menggeser aktivitas permainan tradisional. 

Maestro tradisi lisan, Made Taro (81), menyampaikan bahwa teridentifikasi ada 200 jenis permainan tradisional di Bali. Jumlah tersebut berdasarkan data yang ia kumpulkan sejak tahun 1973 hingga saat ini. Hanya saja dari keseluruhan permainan tersebut, ternyata sebagian besar sudah mati suri.

Apakah permainan tradisional yang sudah mati suri itu masih bisa dihidupkan kembali? Bagaimana cara paling efektif untuk melakukannya? Berikut wawancara IDN Times bersama sang maestro.   

Baca Juga: Serunya Megandu, Permainan Tradisi Asal Tabanan Setelah Panen di Sawah

1. Permainan tradisional Bali bisa menyesuaikan dengan situasi zaman

(Ilustrasi permainan tradisional) IDN Times/Daruwaskita

Made Taro mengungkapkan, berdasarkan kronologi permainan, ia membaginya menjadi 3 jenis yaitu permainan asli Bali, permainan yang ada pengaruh dari luar, dan permainan kreasi. Dari ketiga jenis itu, belum lama ini Made Taro bahkan telah menciptakan 3 permainan kreasi yang ia sesuaikan dengan kondisi pandemik COVID-19.

“Karena saya senang dengan permainan tradisional. Jadi kreasi itu kreasi model saya ya. Nah mengapa banyak saya kreasi? Karena menyesuaikan diri dengan situasi zaman. Kalau sekarang zaman COVID-19, kami kreasikan mainan yang tidak melanggar prokes,” jelasnya saat ditemui di rumahnya di Denpasar, Sabtu (5/6/2021).

Selain itu, pembagian permainan tradisional versinya jauh berbeda dengan ahli folklor lainnya. Di sini sang maestro lebih menonjolkan kegiatan dalam permainan tersebut. Misalkan, permainan jenis sut atau undian atau hompimpah yang banyak ditemukan di Bali. Selain itu, ada pula jenis melompat, engklek, menerka, permainan petak umpet, bermain dengan air, hingga permainan sakral.

“Permainan sakral itu masih hidup di Bali. Permainan sakral itu sehubungan dengan upacara. Banyak di Bali ya. Jadi kami membaginya atas jenis kegiatan apa yang menonjol, sehingga gampang,” jelasnya.

2. Permainan tradisional yang telah mati suri masih bisa dihidupkan kembali

Foto hanya ilustrasi. IDN Times/Rehuel ​Willy Aditama

Made Taro telah menggeluti permainan anak sejak tahun 1973. Awalnya, rasa kepeduliannya justru mendapat respons sinis dari berbagai pihak. Bahkan ia disebut kuno. Namun baginya permainan tradisional ini tidak akan pernah mati. Hanya saja memang saat ini banyak permainan tradisional tersebut telah mati suri.

Ia mencari permainan tradisional hingga ke pelosok-pelosok desa di Bali, lalu bertanya kepada orang-orang tua terkait dengan pengalamannya saat mereka masih kecil. Cerita tersebut kemudian ia kumpulkan dan hingga kini, dari tahun 1973, jumlahnya sekitar 200-an jenis.

“Bagi saya tidak mati. Tapi mati suri. Bisa dihidupkan lagi ya. Saya dapati permainan tradisional mati suri. Tidak mati. Karena ternyata banyak yang bisa saya hidupkan,” jelasnya.

Permainan tersebut, ia akui, sebagian besar sering dipentaskan di sejumlah pagelaran kesenian, dari Pesta Kesenian Bali (PKB) hingga ulang Tahun Kota Denpasar. Selain itu, ia juga mengajarkan permainan tradisional kepada guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga guru-guru Sekolah Dasar (SD). Bahkan menurutnya keberadaan permainan tradisional saat ini sudah merata di seluruh Bali. 

Apa manfaat yang didapatkan dari permainan tradisional ini? Menurutnya tidak lain adalah melatih aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

“Sebenarnya permainan tradisional itu tertantang untuk anak-anak yang keranjingan gadget. Sebab keranjingan gadget itu mendidik anak itu menjadi individual, menjadi konsumtif. Sedangkan permainan tradisional, dia punya pergaulan yang luas, pendidikan demokrasi, dan sebagainya. Anak itu menjadi produktif,” jelasnya.

3. Ada dua penyebab permainan tradisional Bali mati suri

Maestro tradisi lisan, Made Taro. (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut Made Taro, salah satu fakta yang menyebabkan mati surinya permainan tradisional adalah penjajahan Belanda dan Jepang. Di mana saat itu masyarakat hanya dilatih bergerilya tanpa mengurus anak-anaknya sehingga tidak ada kesempatan menularkan permainan tradisional tersebut.

Pengaruh kedua adalah kebudayaan modern, di mana pengaruh budaya penjajah saat itu sehingga membuat masyarakat merasa rendah diri dengan permainan tradisional yang ada. Selama puluhan atau ratusan tahun dan tidak pernah dimainkan, jadinya permainan tradisional tersebut hilang. Lalu permainan tradisional tersebut hidup kembali melalui orang-orang lanjut usia.

“Kita harus menghidupkan budaya kita sendiri walaupun ada budaya modern. Sekarang adalah teknologi modern,” tegasnya.

Berita Terkini Lainnya