Mengenang Permainan Tradisional Khas Bali, Ada Tulup dari Bunga Jambu
Semeton dulu main apa saja?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Apakah kalian termasuk generasi tahun 70-an, 80-an, dan 90-an? Masih ingatkah dengan permainan tradisional saat masih kecil? Di era yang serba digital dan dimudahkan dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, permainan tradisional sudah jarang ditemukan. Terlebih di area perkotaan.
Dengan kemajuan teknologi, permainan tradisional pun seakan telah tergantikan. Namun bagi generasi yang masa kecilnya menikmati banyak keseruan memainkan permainan tradisional, momen itu memiliki arti tersendiri. Berikut kenangan beberapa warga Bali mengingat masa kanak mereka. Meskipun permainan tradisional yang mereka punya sangat sederhana, tapi ternyata sangat bermakna.
Baca Juga: Bali Punya 200 Permainan Tradisional, Made Taro: Banyak yang Mati Suri
1. Bermain tembak-tembakan dari pelepah pisang
Seorang warga Denpasar, Yudha Maruta (44), mengungkapkan saat dulu ia masih kecil, sering bermain pistol-pistolan dari pelepah pisang. Selain itu, Yudha yang dibesarkan di Kelurahan Penarukan, Kabupaten Buleleng ini juga bermain ting atau lampu dari kaleng bekas, dan mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali.
“Kalau yang tembak-tembakan dari pelepah pisang itu, jadi pelepah pisang dipatahin dibentuk senapan gitu kan. Terus dipunggung pelepah pisang itu disayat sedikit, terus dilipat beberapa lipatan gitu. Terus kita dorong aja suaranya tereretek tereretek. Suaranya kayak senapan,” ujarnya terkekeh.
Kemudian ia juga bermain tulup yang pelurunya terbuat dari bunga jambu. Tulup dibuat dengan menggunakan buluh bambu yang diameter lubangnya berukuran sekitar satu sentimeter. Kemudian pendorongnya dibuat dari bambu yang dibentuk semacam stick (batang kayu).
Lubang pada buluh bambu tersebutlah yang diisi dengan bunga jambu. Lalu didorong menggunakan batang kayu tersebut. Tekanan yang terbentuk saat pendorongan membuat bunga bambu tersebut lepas seperti peluru.
“Cepluk gitu. Lumayan itu. Lumayan bikin merah kulit. Hahaha. Nah itu dulu perang-perangan pakai itu dulu,” ungkapnya.
Kini, dalam mendidik anak-anaknya, Yudha cenderung mengajari anaknya membuat mainan dari kardus atau kertas bekas. Apabila bahan mainan tradisional itu ada, Yudha sering menunjukkan kepada anak-anaknya bagaimana membuat mainan tradisional tersebut. Apabila dibandingkan dengan permainan masa kini, Yudha merasa bahwa mainan tradisional zaman dulu cenderung melibatkan banyak anak, minimal dua orang pemain. Namun dengan perkembangan teknologi saat ini, anak-anak cenderung bermain sendiri.
“Jadi kurang ada rasa kebersamaan. Kurang ada rasa kompetisi di sana. Terus kerja sama sesama anak-anak ini kurang juga. Jadi dampaknya ke sifat sosialisasi mereka mungkin beda sama yang dulu,” ungkapnya.