TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemenkumham Permudah Anak Hasil Perkawinan Campur Jadi WNI 

Dibahas dalam simposium nasional di Bali

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly. (IDN Times/Ayu Afria)

Badung, IDN Times - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly, membuka acara Simposium Hukum Tata Negara dan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Tahun 2022. Pertemuan yang digelar di Nusa Dua, Kabupaten Badung, tersebut berlangsung selama tiga hari, mulai Selasa (17/5/2022) hingga Kamis (19/5/2022).

Pertemuan itu bertajuk Penguatan Fungsi Kementerian Hukum dan HAM dalam Memberikan Perlindungan dan Kepastian Hukum melalui Peningkatan Layanan Ketatanegaraan. Berikut beberapa hal yang dibahas dalam acara itu:

Baca Juga: Syarat Terbaru Naik Pesawat dari Luar Negeri ke Bali

1. Fokus layanan kewarganegaraan sebagai bentuk pertanggungjawaban negara

Ilustrasi paspor Indonesia (IDN Times/Sunariyah)

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo R Muzhar, dalam laporannya menyampaikan bahwa Kementerian Hukum dan HAM, sejak tahun 2014, sudah berkali-kali melaksanakan kegiatan yang bekerjasama dengan asosiasi pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

Simposium nasional kali ini merupakan kegiatan yang ketujuh yang disebut untuk memperkaya dan menemukan gagasan-gagasan akademik, merumuskan solusi, dan rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan problematika layanan ketatanegaraan seperti layanan kewarganegaraan dan partai politik.

"Sebagaimana kita ketahui bersama dalam status kewarganegaraan, negara bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak warga negara sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warga negaranya," jelasnya.

Menurutnya, negara berupaya untuk memberikan perlindungan anak hasil perkawinan campur yang terancam menjadi Warga Negara Asing (WNA) melalui perubahan regulasi. Pihaknya menyusun perubahan terhadap peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007. Dengan demikian, diharapkan akan memberikan kemudahan kepada anak-anak hasil perkawinan campur tersebut untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).

2. Banyak partai politik yang tidak aktif meski terdaftar badan hukumnya

Ilustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Cahyo R Muzhar menambahkan, sesungguhnya eksistensi partai politik sejalan dengan munculnya pemikiran mengenai paham demokrasi dan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan. Kementerian Hukum dan HAM dalam tugas dan fungsinya berwenang memberikan status badan hukum bagi partai politik.

"Kita ketahui bahwa dalam rangka mengikuti kancah demokrasi pada pemilu, maka partai politik harus terdaftar sebagai partai politik yang berbadan hukum di Kementerian Hukum dan HAM dalam jangka waktu 2,5 tahun sebelum pelaksanaan pemilu mendatang," ungkapnya.

Dalam perkembangannya, dari 75 badan hukum partai politik yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, ternyata banyak yang tidak ada. Cahyo R Muzhar menuebutkan beberapa ada yang tidak aktif sehingga tidak maksimal menjalankan fungsi sebagai partai politik dengan baik. Terlebih mengingat partai politik termasuk bagian dari pilar-pilar demokrasi.

Berita Terkini Lainnya