TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengapa Jenazah Harus Dites COVID-19? Ini Penjelasan Dokter Forensik

Hasilnya tidak selalu positif lho

Ilustrasi pemakaman pasien positif COVID-19. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Denpasar, IDN Times – Sampai saat ini masyarakat masih bertanya-tanya, mengapa jenazah harus dites COVID-19? Apakah hasilnya efektif dan apa sesungguhnya tujuan dilakukan tes tersebut?

Rupanya tes swab COVID-19 memang tidak hanya dilakukan pada mereka yang hidup. Akan tetapi juga untuk jenazah. Hal ini disampaikan oleh Kepala Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, dr Kunthi Yulianti pada Senin (11/1/2021). Seperti apa penjelasannya? Berikut ulasan lengkapnya.

Baca Juga: Gubernur Bali Terbitkan SE Pembatasan Kegiatan, Ini Daftar Lengkapnya

Baca Juga: Terima 31 Ribu Vial Vaksin COVID-19, Gubernur Koster: Bali Prioritas  

1. Ada Surat Keputusan yang mendasari dilakukan tes Swab PCR pada jenazah

Intalasi Forensik RSUP Sanglah Denpasar (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut keterangan dari dokter Kunthi, yang mendasari dilakukannya Swab Polymerase Chain Reaction (PCR) terhadap jenazah adalah Surat Keputusan Pengurus Pusat Himpunan Dokter Forensik Indonesia bernomor 054/PDFI/PP/XII/2020.

Dalam surat keputusan itu disebutkan bahwa diperlukan tata cara pelayanan dengan mempertimbangkan kondisi atau status penyakit pada jenazah yang diperiksa pada masa pandemik ini. Selain ada kewajiban untuk melakukan pemeriksaan postmortem untuk kepentingan penegakan hukum, bedah mayat juga memiliki peran penting dalam investigasi kematian. Namun risiko infeksi yang dihadapi saat bekerja pun terbilang relatif tinggi.

Kasus jenazah yang dihadapi selama ini pun beragam. Bahkan ada yang dengan riwayat penyakit yang tidak diketahui atau tidak jelas sehingga risiko terpapar infeksi SARS-CoV-2 selama proses autopsi cukup tinggi.

2. Hasil pemeriksaan terhadap jenazah disebut akurat

Proses pemakaman salah satu jenazah COVID-19 (16/9/2020). IDN Times/Aldila Muharma&Fiqih Damarjati

Selain itu, apabila ada permintaan autopsi, pada kasus high probable dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thorax dan atau swab nasofaring postmortem terlebih dahulu. Hanya saja karena rontgen tidak mungkin dilakukan pada jenazah, maka dilakukanlah swab.

“Karena rontgen tidak memungkinkan, maka dilakukan swab,” jelas Kunthi.

Dalam pelaksanaannya, ia juga memberikan penjelasan kepada pihak penyidik dan keluarga bahwa untuk mengetahui hasil swab, diperlukan waktu beberapa hari sehingga jenazah harus disimpan dalam lemari pendingin hingga hasil ujinya keluar.

“Akurat kah hasilnya? Kami sudah konsultasi dengan dokter mikrobiologi yang melakukan pemeriksaan, hasilnya ya akurat,” ungkapnya.

Saat ditanya apakah jenazah yang mau diautopsi dan telah diswab selama ini semua hasilnya positif COVID-19? Kunthi menjawab hasilnya tentu tidak selalu positif.

“Tidak selalu, ada yang negatif, ada yang positif,” jelasnya.

Berita Terkini Lainnya