TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cucu Pengawas LPD Serangan Diduga Terlibat Kasus Korupsi

Disebut melakukan pemalsuan tanda tangan

Warga dari 5 banjar di Serangan sepakat membuat surat tuntutan untuk Kejari Denpasar atas dugaan korupsi LPD Adat Serangan. (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Kasus dugaan korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Serangan, Denpasar, ternyata tidak hanya menyeret nama Bendesa Adat Serangan, Made Sedana, yang menjabat sebagai pengawas LPD. Cucu Bendesa Adat Serangan, yang saat itu menjadi Bagian Tata Usaha LPD Serangan, Ni Wayan Sunita Yanti alias Nita, diduga juga turut terlibat.

Fakta keterlibatan Nita ini diungkapkan oleh Ketua LPD Serangan periode 2015-2020, I Wayan Jendra, pada Selasa (31/5/2022). Nita disebutnya terlibat mulai dari pembagian uang hingga pemalsuan tanda tangan milik Jendra. Hanya saja Jendra mengakui bahwa fakta baru ini belum disampaikan ke pihak Kejaksaan Negeri Denpasar. 

Baca Juga: Mantan Kepala LPD Serangan Sebut Ada Persekongkolan 

Baca Juga: Warga Minta Penguasa Tak Intervensi Kasus Korupsi LPD Serangan

1. Kasbon mengatasnamakan operasional LPD Serangan

Warga dari 5 banjar di Serangan sepakat membuat surat tuntutan untuk Kejari Denpasar atas dugaan korupsi LPD Adat Serangan. (IDN Times/Ayu Afria)

Sebelumnya, Wayan Jendra menjadi satu dari 6 orang yang diperiksa lagi oleh Kejaksaan Negeri Denpasar selama 11 jam, pada Senin (23/5/2022) lalu. Kepentingan pemeriksaan tersebut adalah untuk melengkapi audit internal dugaan korupsi di LPD Adat Serangan.

Pada kesempatan tersebut, Jendra menyesalkan keterangan yang diberikan oleh Nita yang disebutnya diubah-rubah dalam setiap BAP. Hingga ia menduga adanya persengkongkolan antara tata usaha, kasir, dan bendahara LPD.

Ia membeberkan fakta bahwa Nita bersama dengan kasir melakukan kasbon-kasbon di koperasi milik Bendesa Adat (kakek Nita) dengan mengatasnamakan operasional LPD. Namun tidak dicatatkan pada pembukuan kas. Nilainya mencapai Rp565 juta. Kasbon atas nama operasional LPD ini tidak pernah dilaporkan kepadanya selaku Ketua LPD kala itu.

"Pertanyaan saya, dipakai apa uang itu? Besarnya tidak tanggung-tanggung, Rp565 juta. Data ada pada Made Sedana. Anehnya Made Sedana tidak ada konfirmasi ke saya di mana salah satu dari dua orang itu kasbon di koperasinya," jelasnya.

2. Bagi-bagi uang yang diakui sebagai Bunga Tabungan

Ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Dalam keterangannya pada Selasa (31/5/2022), Jendra kemudian memperjelas peran Nita dalam dugaan korupsi LPD Serangan ini dengan menilai adanya upaya money laundry. Pengakuan Nita yang sempat berubah-rubah terkait Bunga Tabungan (BT) dengan mengatakan BT adalah Bunga Tabungan, kemudian ditindak lanjuti Nita dengan membagikan sejumlah uang kepada beberapa orang kolektor pada tahun 2019-2020. Nominal uang tersebut berbeda-beda, mulai dari Rp2 juta, Rp3 juta, Rp5 juta, dan Rp10 juta per orang.

Padahal menurut Jendra, jika BT yang dimaksud Bunga Tabungan, maka dana tersebut merupakan milik dan hak masyarakat yang menabung di LPD. Bukan untuk dibagi-bagikan. Kegiatan pembagian Bunga Tahunan milik masyarakat ini juga tanpa sepengetahuan Jendra.

Sedangkan jika BT yang dimaksud adalah Bonus Tahunan yang merujuk pada gaji ke-13, maka hal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan LPD Serangan. Mengapa? Sebab Jendra yang saat itu menjabat Ketua LPD Serangan mengaku tahu betul bahwa LPD Serangan tidak mencapai untung atau target yang melebihi rencana kerja.

“Apa yang dimaksud dengan BT? Saya tanyakan. Ternyata BT itu menurut Nita itu Bunga Tabungan. Kaget benar. Bunga Tabungan itu adalah hak masyarakat, bukan dibagi-bagikan seperti itu,” jelasnya.

Berita Terkini Lainnya