Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Orangtua Mengalami Empty Nest Syndrome, Kesepian

ilustrasi orangtua kesepian (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam hidup, perubahan akan selalu terjadi seiring waktu berlalu. Anak-anak akan menjadi semakin besar dan memiliki banyak urusan, sedangkan orangtua akan semakin menua. Pada kondisi seperti ini akan rentan terjadi fenomena yang disebut empty nest syndrome atau fenomena sarang kosong.

Empty nest syndrome merupakan fenomena atau keadaan di mana orangtua mengalami penurunan kepuasan dalam hidup ketika ditinggal oleh anak-anaknya untuk mengejar karier, pendidikan, maupun membangun keluarga baru. Mereka akan merasa hampa, kosong, dan kesepian, sehingga terkesan tidak lagi mampu menikmati kehidupan. Simak beberapa hal yang membuat orangtua mengalami empty nest syndrome, dilansir dari Jurnal Psikologi Udayana (2019) karya Ni Km. Peby Darmayanthi dan Made Diah Lestari berjudul Proses Penyesuaian Diri pada Perempuan Usia Dewasa Madya yang berada pada Fase Sarang Kosong, beserta buku karya John W. Santrock (2011) berjudul Life Span Development atau Perkembangan Masa Hidup.

1. Perasaan khawatir yang berlebihan akan keadaan anak

ilustrasi sedang mengkhawatirkan anak (pexels.com/Andrew Neel)

Keberadaan anak di rumah tentu membuat orangtua terbiasa melihatnya secara fisik dan emosional. Ketika anak semakin dewasa dan mulai meninggalkan rumah, ada perasaan takut serta khawatir akan kehilangannya.

Orangtua khawatir dengan apa yang akan terjadi pada anak di masa mendatang ketika berada jauh darinya, sehingga tidak mampu menikmati hidup dengan baik.

2. Kurang aktivitas sehari-hari

ilustrasi orangtua kesepian (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi orangtua kesepian (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Usia yang semakin menua membuat orangtua seringkali dihadapkan pada masa pensiun, yang menyebabkan aktivitas sehari-harinya menurun drastis. Tidak ada lagi rutinitas pekerjaan yang perlu ia lakukan, sehingga waktu kosong mendominasi dirinya.

Hal ini seringkali membuat mereka akhirnya merasa hampa dan kesepian, apalagi mengingat anak-anaknya yang sedang jauh darinya.

3. Kondisi fisik yang menurun

ilustrasi ibu sedang sakit (pexels.com/Alex Green)

Kondisi fisik yang menurun di usia senja bukan hal yang mengherankan lagi. Para orangtua akan mengalami penurunan fungsi-fungsi fisik seperti tidak mampu mengangkat barang yang berat, mudah lupa, indra penglihatan yang menurun, dan sebagainya. Banyak pula penyakit-penyakit yang rentan menyerang terlebih sistem imunnya rendah.

Hal ini membuat mereka akhirnya membutuhkan bantuan dari orang lain untuk menjalani kesehariannya. Pada kondisi seperti itu, para orangtua seringkali merindukan sosok anaknya yang sedang jauh darinya, dan berharap menemani hari-hari tuanya di rumah.

4. Kedekatan dengan anak

ilustrasi kedekatan ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi kedekatan ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Penelitian membuktikan, bahwa semakin dekat anak dengan orangtua secara emosional, maka akan besar pula kemungkinan mereka mengalami empty nest syndrome.

Hal itu terjadi karena orangtua yang sangat dekat dengan anak memiliki ikatan kuat. Sehingga ketika anak perlu mengejar impian di luar sana, orangtua akan sangat merasakan perbedaan yang signifikan dalam dirinya.

5. Tidak memiliki teman bercerita

ilustrasi orang tua gemar bercerita (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Pada umumnya, orangtua di masa lansia senang menceritakan berbagai hal, baik itu terkait kehidupan saat ini maupun masa lampau. Ketika mereka tidak menemukan satu orang di sekitar yang dapat mendukung hal tersebut, mereka tentu akan merasa kesepian sehingga rentan mengalami empty nest syndrome.

Itulah beberapa alasan orangtua mengalami empty nest syndrome. Dengan memahami alasan-alasan tersebut, anak diharapkan dapat melakukan hal yang tepat untuk mencegah terjadinya fenomena ini, seperti rajin mengunjungi atau menghubungi orangtua, membelikan hadiah-hadiah kecil, dan sebagainya. Kesibukan di luar sana hendaknya tidak menjadi alasan seorang anak akhirnya mengabaikan keberadaan orangtua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nur Tazkiyah Sejati
EditorNur Tazkiyah Sejati
Follow Us