5 Peribahasa Indonesia di KBBI dari Kata Babi

Peribahasa merupakan bagian dari kekayaan Bahasa Indonesia yang mengandung pesan moral dan nasihat bijaksana. Pelbagai peribahasa telah menggunakan perumpamaan dari hewan untuk menggambarkan sifat atau perilaku manusia, satu di antaranya babi. Hewan ini sering diasosiasikan dengan kesan negatif dalam berbagai budaya. Sehingga kehadirannya dalam peribahasa sering digunakan untuk menyoroti karakter atau situasi yang kurang baik.
Melalui artikel berikut, berikut ini lima peribahasa yang menggunakan kata "babi" beserta maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun terdengar kasar, setiap peribahasa ini memiliki pelajaran berharga yang bisa dijadikan bahan refleksi dalam menghadapi berbagai situasi.
1. Anjing galak, babi berani

Peribahasa anjing galak, babi berani menggambarkan dua pihak yang mempunyai keberanian dan kekuatan yang seimbang. Dalam kehidupan sehari-hari, ungkapan ini sering digunakan untuk menjelaskan persaingan yang ketat, baik dalam dunia bisnis, olahraga, maupun konflik sosial.
Apabila kedua pihak sama-sama kuat juga pantang menyerah, persaingan akan berlangsung sengit tanpa ada yang mudah mengalah.
2. Babi merasa gulai

Berikutnya ada babi merasa gulai. Peribahasa ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berusaha menyamai orang-orang yang lebih tinggi status sosialnya, walaupun pada kenyataannya ia tidak memiliki posisi atau kemampuan yang setara.
Peribahasa ini bisa menjadi sindiran bagi mereka yang gemar berpura-pura kaya, atau berupaya masuk ke lingkungan yang bukan tempatnya dengan cara yang tidak pantas.
3. Bagai babi kelaparan

Makna dari peribahasa bagai babi kelaparan ialah seseorang yang bertindak sembrono serta tanpa perhitungan, mirip dengan hewan yang bertindak secara impulsif lantaran merasa lapar. Dalam kehidupan nyata, ujaran ini kerap dipakai untuk menggambarkan orang yang bertindak gegabah dalam mengambil keputusan tanpa memikirkan konsekuensi, sehingga sering kali berujung pada kesalahan atau kerugian.
4. Kalau sorok lebih dahulu daripada tokok, tidak mati babi

Kalau sorok lebih dahulu daripada tokok, tidak mati babi mempunyai makna bahwa jika hanya mengandalkan omong besar tanpa tindakan nyata, tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai. Hal ini sering dikaitkan dengan orang yang senang melagak dan membual, tetapi tidak memiliki usaha konkret untuk mewujudkan apa yang mereka katakan.
Peribahasa ini tidak bermaksud menihilkan urgensi kata-kata, tetapi menegaskan pentingnya aksi yang selaras dengan perkataan.
5. Muka bagai ditampar dengan kulit babi

Peribahasa muka bagai ditampar dengan kulit babi ditafsirkan sebagai seseorang yang tidak memiliki rasa malu, atau seseorang yang tampak kaya dan bahagia, tetapi sebenarnya hidup terlilit utang. Tuturan ini sering digunakan sebagai sindiran bagi mereka yang gemar berpura-pura sukses, padahal bertolak belakang realitasnya. Dalam kehidupan sosial, sikap di atas dapat menjadi bumerang dan merugikan diri sendiri pada kemudian hari.
Peribahasa merupakan bagian dari kearifan lokal Nusantara yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan melalui ungkapan singkat sekaligus penuh makna. Contohnya saja lima peribahasa dengan kata "babi" di atas yang menjadi cerminan berbagai karakter dan situasi yang sering ditemui dalam kehidupan manusia.