Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Hukum Melajang Seumur Hidup dalam Hindu

ilustrasi seorang pria melajang (pixabay.com/StockSnap)
ilustrasi seorang pria melajang (pixabay.com/StockSnap)

Keputusan untuk menikah maupun melajang merupakan hak dari setiap orang. Namun dalam Agama Hindu, menikah merupakan kewajiban yang semestinya dilaksanakan. Kitab Adi Parwa menjelaskan bagaimana hukuman bagi pelajang. Penjelasan ini dikutip dari Buku Adi Parwa yang diterjemahkan oleh P.J Zoetmulder dan diterbitkan oleh penerbit Paramita Surabaya. Simak penjelasannya di bawah ini!

1. Adi Parwa

kitab Adi Parwa (dok. pribadi/Adi Wangsa)
kitab Adi Parwa (dok. pribadi/Adi Wangsa)

Adi Parwa bersumber dari India karya Maharsi Byasa. Sebagai karya sastra yang menerangkan asal muasal Mahabharata tersebut, tidak diketahui siapa nama penggubahnya ke dalam Bahasa Jawa Kuno pada masa Kerajaan Medang yang dipimpin oleh Maharaja Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama.

Kekayaan isi di dalamnya membuat Adi Parwa digemari hingga saat ini. Kelompok apresiasi sastra di Bali dikenal dengan Pesantian, dan terus mempelajari karya sastra ini. Adi Parwa terbagi menjadi beberapa segmen. Satu segmen yang menarik adalah cerita seorang brahmana bernama Sang Jaratkaru.

2. Sang Jaratkaru

ilustrasi Sang Jaratkaru (pixabay.com/umihir)
ilustrasi Sang Jaratkaru (pixabay.com/umihir)

Sang Jaratkaru merupakan seorang Brahmana yang teguh dalam menjalankan tapa. Ia adalah putra dari seorang brahmana sakti. Kegiatan leluhurnya terdahulu adalah memungut beras yang bersebaran di jalan. Setelah beras tersebut terkumpul, lalu ditanak, dan dipersembahkan kepada Tuhan dan para tamu.

Sang Jaratkaru menjalankan sumpah tidak akan menikah seumur hidup. Sehingga dari sumpah tersebut ia tidak memiliki seorang putra. Namun, di balik kekurangannya ia memiliki kelebihan. Ia dapat pergi ke mana pun sesuai dengan kehendaknya. Hingga suatu ketika ia sampai ke Ayatana Stana.

3. Ayatana Stana

ilustrasi sorga (pixabay.com/KELLEPICS)
ilustrasi sorga (pixabay.com/KELLEPICS)

Ayatana Stana merupakan wilayah perbatasan antara Surga dan Neraka, serta sebagai tempat mengantre dari para atma yang sedang menunggu keputusan dari Sang Hyang Yama. Di tempat itu, ia bertemu dengan roh leluhurnya yang telah tiada. Ia terkejut karena roh leluhurnya tergantung di Bambu Petung.

Bambu Petung tersebut setiap hari digigit oleh ribuan tikus. Jika Bambu Petung itu roboh, maka roh yang tergantung akan tiba di sungai api yang membara di bawahnya. Penyebab roh leluhurnya tergantung adalah karena keturunannya, Sang Jaratkaru, tidak memiliki putra. Karena roh leluhur hanya akan terbebas dari siksa Neraka jika mempunyai penuntun dari alam manusia. Penuntun itu adalah cucu. Selama ini Jaratkaru hanya sibuk bertapa hingga ia lupa terhadap leluhurnya.

4. Keputusan untuk menikah

ilustrasi pernikahan (pixabay.com/OlcayErtem)
ilustrasi pernikahan (pixabay.com/OlcayErtem)

Atas dasar itulah Jaratkaru memutuskan untuk menikah. Hanya dengan satu syarat, yakni perempuan yang akan dinikahi harus memiliki nama yang sama dengannya. Hal itu tersiar ke seluruh wilayah, hingga ke alam para naga atau Sapta Patala.

5. Nagini Jaratkaru

ilustrasi Nagini Jaratkaru (pixabay.com/Vika_Glitter)
ilustrasi Nagini Jaratkaru (pixabay.com/Vika_Glitter)

Naga Taksaka merupakan raja dari para naga. Ia memiliki seorang putri yang menawan. Mendengar kabar Jaratkaru mencari seorang gadis bernama sama dengannya, Taksaka memiliki siasat. Ia kemudian mengubah nama anaknya menjadi Nagini Jaratkaru. Lalu di kemudian hari, mereka dinikahkan.

6. Astika sang pembebas

ilustrasi Sang Astika (pixabay.com/Vika_Glitter)
ilustrasi Sang Astika (pixabay.com/Vika_Glitter)

Setelah pernikahannya, Jaratkaru dan Nagini Jaratkaru dikaruniai seorang putra yang diberi nama Sang Astika. Setelah kelahirannya, seluruh Leluhur dari Jaratkaru yang tersiksa di Neraka bebas. Roh para leluhurnya langsung menuju Surga dan mendapatkan ketenangan utama.

7. Cucu adalah penuntun

ilustrasi orang tua (Pixabay.com/ThuyHaBich)
ilustrasi orang tua (Pixabay.com/ThuyHaBich)

Kehadiran cucu sebagai penerus dari keluarga memiliki peran penting. Ia akan menjadi penuntun orangtua, kakek, dan neneknya yang masih berada di alam manusia. Begitu pula ia akan senantiasa memuja para leluhurnya yang berada di alam Dewata. Sehingga kedamaian dan ketenangan keluarga akan senantiasa terjaga oleh kehadirannya.

8. Menikah dan orangtua

ilustrasi kakek dan cucu (pixabay.comJoko_Narimo)
ilustrasi kakek dan cucu (pixabay.comJoko_Narimo)

Orangtua adalah manusia yang menyebabkan kita terlahir ke dunia. Sudah menjadi tanggung jawab kita berbakti kepadanya. Baik saat masih hidup bersama, maupun di kala maut memisahkan. Keputusan untuk menikah pun adalah bagian dari tanggung jawab kita kepada orangtua. Karena dengan dilahirkannya anak, yang dianggap cucu oleh orangtua kita, akan menjadi penuntun mereka di kala tua nanti. Dalam Adi Parwa segmen Jaratkaru telah dijelaskan secara rinci, roh dari orang yang meninggal jika tidak memiliki cucu, ia akan tergantung pada Pohon Bambu Petung di Neraka Loka. Sungguh menyedihkan situasi tersebut. Tangisan mereka hanya akan menjadi penderitaan tersendiri.

Jadi, jika umur telah memenuhi syarat dan bisa bertanggung jawab kepada diri sendiri dan keluarga, maka menikahlah. Menikah merupakan satu jalan untuk memenuhi separuh ajaran dalam Agama Hindu. Setidaknya itu menurut Agama Hindu. Jadi, gimana menurutmu? Share di kolom komentar ya.

Share
Topics
Editorial Team
I Gusti Putu Weda Adi Wangsa
EditorI Gusti Putu Weda Adi Wangsa
Follow Us