3 Pahlawan Perempuan Asal Bali, Simbol Kesetaraan

Setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan untuk mengenang perjuangan para pahlawan saat melawan penjajah. Semua daerah, termasuk di Bali, memiliki pahlawan yang dengan semangat puputan membela tanah Pulau Dewata.
Beberapa di antara pahlawan tersebut merupakan pahlawan perempuan. Agar kamu mengetahui siapa saja mereka, berikut daftar pahlawan perempuan asal Bali.
1. Ida I Dewa Agung Istri Kanya, pahlawan pemberani asal Kabupaten Klungkung

Ida I Dewa Agung Istri Kanya atau yang dikenal dengan nama Anak Agung Istri Kanya merupakan keturunan Raja Sri Kresna Kepakisan, Raja Samprangan. Namanya dikenal saat intervensi militer atau serangan Belanda ke Kerajaan Klungkung pada 1849.
Ia adalah seorang perempuan yang gagah berani menghadapi gempuran tentara Belanda yang dipimpin oleh Andreas Victor Michiels, seorang jenderal perang Belanda.
Ida I Dewa Agung Istri Kanya mendapat julukan Raja Keras Kepala oleh pihak Belanda karena tidak mau menyerah dan menuruti kehendak dari Belanda. Sebagai seorang raja, ia memimpin pasukannya untuk menghadapi serangan tentara Belanda. Dengan semangat pantang menyerah, Ida I Dewa Agung Istri Kanya berhasil membunuh Andreas Victor Michiels, serta memukul mundur tentara Belanda.
Selama di bawah kepemimpinan Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Belanda tidak pernah berhasil menguasai wilayah Klungkung. Pada 1868, Ida I Dewa Agung Istri Kanya wafat dan digantikan oleh sepupunya, Ida Dewa Agung Putra III. Belanda kemudian menguasai wilayah Klungkung pada 1908.
2. Sagung Wah, pahlawan perempuan asal Kabupaten Tabanan

Sagung Wah merupakan perempuan keluarga bangsawan dari Puri Tabanan. Adik dari I Gusti Rai Perang ini lahir pada 3 Oktober 1888 di Tabanan. Sagung Wah dikenal sebagai perempuan pemberani karena sejak usia belia sudah berada di garis terdepan menghadapi penjajah Belanda.
Diceritakan bahwa Belanda mulai memperluas daerah kekuasaannya di Bali hingga sampai ke Tabanan. Saat berada di wilayah ini, Belanda mendapat perlawanan dari pejuang setempat. Walaupun sebagai seorang perempuan, Sagung Wah bergabung bersama para pria untuk berjuang di garda terdepan menghadapi Belanda.
Dengan semangat Puputan, Sagung Wah dan kawan-kawannya mampu memberikan perlawanan sengit bagi tentara Belanda. Sayangnya, perjuangan heroik itu harus berakhir setelah Sagung Wah ditangkap. Ia kemudian diasingkan ke Lombok.
3. Ni Ketut Lintang berperan menyalurkan logistik

Nama Ni Ketut Lintang mungkin masih terasa asing di telinga sebagian warga Bali. Ia adalah pejuang perempuan yang lahir pada 23 Februari 1926. Dirinya berjuang saat masa peralihan kekuasaan antara Belanda dan Jepang.
Bagi dirinya yang lahir di lingkungan patriarki, ia mampu membuktikan bahwa seorang perempuan juga bisa berjuang menghadapi penjajah Belanda di garis depan. Tugas Ni Ketut Lintang di medan perang adalah membantu kebutuhan logistik, penggalangan dana, hingga merawat pejuang yang terluka. Perjuangan dirinya tak berhenti setelah Indonesia Merdeka, ia justru semakin aktif di berbagai kegiatan untuk memajukan warga Bali.
Pahlawan perempuan asal Bali di atas tidak hanya sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah. Namun, lebih dari itu, mereka menjadi simbol kesetaraan para perempuan yang turut berjuang di garis terdepan saat menghadapi penjajah. Semangat puputan mereka patut ditiru agar kita tidak pernah mudah menyerah saat menghadapi masalah atau tantangan hidup.

















