TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Modus Dugaan Korupsi Rp6 Miliar di LPD Adat Serangan Bali

Masyarakat sampai saat ini tidak bisa menarik tabungan

Kelian Adat Banjar Kaja, Kelurahan Serangan,I Wayan Patut saat menjelaskan dugaan korupsi di LPD Adat Serangan. (IDN Times / Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Kelian Adat Banjar Kaja, Kelurahan Serangan, Denpasar, I Wayan Patut, mengungkapkan dugaan korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Serangan terjadi sejak tahun 2015 hingga 2020. Kerugian akibat tindakan tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp6 miliar.

Pihaknya meminta pertanggungjawaban Badan Pengawas LPD Adat Desa Serangan, yang juga merupakan Jro Bendesa Adat setempat, sekaligus Kepala LPD Adat Serangan atas penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Bali pada 25 Maret 2021 lalu dan kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Denpasar.

Nah, bagaimana dugaan korupsi ini bisa terjadi? Berikut penjelasan I Wayan Patut saat ditemui pada Selasa (19/4/2022).

Baca Juga: Kejari Denpasar Kantongi Calon Tersangka Dugaan Korupsi LPD Serangan

1. Penyalahgunaan uang deposito milik WNA senilai Rp2 miliar

Kelian Adat Banjar Kaja, Kelurahan Serangan,I Wayan Patut saat menjelaskan dugaan korupsi di LPD Adat Serangan. (IDN Times / Ayu Afria)

Wayan Patut menyampaikan ada temuan bahwa Badan Pengawas LPD Adat Serangan menggunakan dana milik orang asing berkerwarganegaraan Jepang yang didepositkan sebanyak Rp2 miliar di LPD Adat Serangan. Nilai tersebut tercatat pada bilyet yang ditandatangani langsung oleh WNA yang bersangkutan pada Agustus 2015 lalu.

Kemudian muncul bilyet baru di tanggal, bulan, dan tahun yang sama, yang menyatakan bahwa deposit yang dilakukan WNA tersebut hanya Rp600 juta. Pada bilyet ini tertera nama WNA Jepang berinisial TY, namun dengan tanda tangan yang berbeda.

“Contoh misalnya ini ada dana Rp2 miliar, deposito orang asing. Di sini jelas sekali dipergunakan Rp1,4 miliar itu oleh Jro Bendesa untuk kepentingan bisnisnya. Nah, yang dia simpan di LPD adalah senilai Rp600 juta. Padahal bilyet yang ke luar atas nama LPD Serangan itu adalah Rp2 miliar,” ungkapnya.

2. Penyalahgunaan uang tabungan masyarakat

Ilustrasi tabungan (IDN Times/Umi kalsum)

Wayan Patut juga mengungkapkan bahwa banyak sekali masyarakat yang punya tabungan dan deposito, namun sampai saat ini tidak bisa menarik uangnya. Kerugian warga Serangan dari deposito, ia katakan mencapai Rp2,8 miliar. Dari kerugian tersebut, warga Serangan yang memang memiliki deposito riil di LPD Adat Serangan ia perkirakan berjumlah 5 sampai 10 orang. Nilainya mulai dari Rp25 juta hingga Rp500 juta.

Sedangkan dari tabungan anak sekolah, mencapai di atas Rp1 miliar. Angka itu merupakan pengendapan dari nilai tabungan Rp5 ribu sampai Rp20 ribu milik anak-anak sekolah. Tabungan ini juga tidak dirangkum dalam pembukuan keuangan.

“Pokoknya di atas Rp1 miliar tabungan saja. Nah, tabungan itu terdiri dari tabungan yang semestinya dulu anak-anak TK, SD, punya tabungan di sana. Masih ada sisa itu kami hitung itu sekitar Rp1 miliar gitu. Itu ngak ditarik. Semestinya itu kan menjadi keuntungan dari pendapatan administrasi LPD,” jelasnya.

3. Total pinjaman warga Serangan hanya sekitar Rp800 juta

Ilustrasi uang rupiah (IDN Times/Anggun Puspitoningrum).

Berdasarkan hasil temuan Tim Penyelamat LPD Adat Serangan, di mana Wayan Patut menjadi wakil tim tersebut, ada administrasi yang dibuat mengatasnamakan warga lebih dari satu orang, yang kemudian digandakan namanya dalam peminjaman dana di LPD Adat Serangan. Banyak warga yang namanya digandakan sampai tiga kali dalam catatan peminjaman, dengan variasi nominal yang berbeda.

Masyarakat yang meminjam, disebut dari berbagai kalangan, mulai dari nelayan hingga pedagang. Ada beberapa masyarakat yang tidak mengajukan pinjaman, namun dicatat dalam laporan tersebut.

Dari 6 banjar di Kelurahan Serangan, sebanyak 4 banjar sepakat ada dugaan korupsi di LPD Adat Serangan. Terutama setelah mereka mendapatkan pemaparan laporan keuangan. Keempat banjar tersebut di antaranya Banjar Kaja, Banjar Peken, Banjar Dukuh, dan Banjar Kawan.

Tercatat penyalahgunaan berdasarkan pembukuan mencapai Rp3,8 miliar, ditambah dengan deposito Rp2,4 miliar. Sementara berdasarkan hasil audit yang dilakukan, penyalahgunaan mencapai Rp4,2 miliar. Sementara itu, Bendesa Adat disebut mengakui penyalahgunaan yang ia lakukan hanya di angka Rp1,8 miliar.

“Dana di LPD Rp3,8 miliar tahun 2019. Pinjaman yang diberikan ke warga cuman Rp800 juta dengan peminjam kurang lebih 300 sampai 350 kk,” ungkap Wayan Patut.

Berita Terkini Lainnya