TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini yang Selalu Dicari Wisman Muslim Saat Liburan ke Bali

Wisman muslim tidak kesulitan mengakses kewajibannya di Bali

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Vanny El Rahman)

Denpasar, IDN Times – Wacana branding ramah wisatawan mancanegara (Wisman) muslim dari Menteri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio, mendapat tanggapan dari Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa. Ia menyampaikan, daya tarik pariwisata Bali tidak terlepas dari budaya, adat istiadat dan kesenian. Sehingga tidak perlu lagi ada branding lain seperi wisata halal dan ramah wisman muslim. Pun baginya tak masalah, jika Bali tidak masuk daftar daerah yang akan dijadikan sebagai wisata halal oleh Kementerian. Lantaran Bali sudah memiliki branding budayanya.

“Kalau branding-nya wisata halal, saya kurang sependapatlah untuk Bali. Tetap branding-nya budaya Bali. Tapi di dalamnya itu mengusung fasilitas halal setuju,” tegasnya.

Baca Juga: Kumpulan Jasa yang Diperlukan Pariwisata Halal, Bali Tak Masuk Daftar

1. Bali sudah memenuhi kebutuhan wisman muslim sejak dulu

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa. (IDN Times/Ayu Afria)

Meski mayoritas penduduknya beragama Hindu, namun Bali sesungguhnya telah ramah dengan wisman muslim. Terutama dalam kebutuhan beribadah dan makanan. Putu Astawa mencontohkan, adanya musala atau tempat ibadah bagi umat muslim di setiap hotel di Bali. Kuliner halal juga mulai tumbuh dan mudah dijumpai di Pulau Seribu Pura ini.

“Tempat sembahyang misalnya untuk arah kiblat di kamar-kamar hotel. Makanan bahkan ada dari restoran Padang banyak. Restoran muslim banyak bahkan makanan-makanan dari Turki ya, kebab ya. Menurut saya sih nggak terlalu sulit untuk mengakses kewajiban-kewajiban seperti itu lho,” tegasnya.

Hal ini menandakan, lanjut Putu Astawa, kebutuhan wisman muslim terkait makanan dan tempat sembahyang sudah disediakan di Bali meskipun branding Bali adalah pariwisata berbasis budaya.

Sementara terkait pakaian, pihaknya merasakan kurang cocok. Misalnya, tidak mungkin penari Bali tidak memakai baju adat Bali ketika menari. Apalagi melarang masyarakat menjual daging babi, lebih tidak mungkin lagi.

“Jadi tetap berdampinganlah, kita hormati semua. Begitu prinsipnya,” katanya.

2. Wisman muslim dari Timur Tengah belum mendominasi kunjungan ke Bali. Mereka lebih dominan untuk honeymoon saja

by Giulia Frigieri via huckmag.com

Dalam kesempatan ini, Putu Astawa mengungkapkan kunjungan wisman masih tetap didominasi Australia, Tiongkok dan India. Meski tidak menjelaskan jumlah pastinya, namun angka kunjungan ketiga Negara tersebut saling kejar-kejaran. Kemudian disusul Eropa, Inggris dan Jepang.

“Kalau wisatawan dari Timur Tengah masih di bawah itu. Yang mulai sekarang ada, trennya dari Turki, Arab ya. Itu ada, tapi kalau dipersentase tidak lebih dari 0,3 persen,” ungkapnya.

Wisman Turki dan Arab kebanyakan datang ke Bali untuk wedding dan honeymoon. Sedangkan lainnya menikmati kebudayaan Bali, tetapi dalam jumlah yang tidak banyak.

3. Kadis Pariwisata Provinsi Bali agendakan bertemu Menparekraf segera

IDN Times/Shemi

Pihaknya berpesan kepada Kemenparekraf, bahwa bali tetap mengusung budaya Bali. Pihaknya sesegera mungkin akan mengagendakan bertemu dengan Wishnutama.

“Sebenarnya kami di kalangan industri ada keinginan untuk bisa bertemu dengan Pak Menteri. Masih perlu diintenskan lagi kapan itu waktunya. Sekaligus kami memberi pemaparan tentang pariwista Bali gitu. Bedalah pariwisata Bali dengan budaya Bali jangan diubah-ubah lagi,” jelasnya.

4. Wisman muslim hindari visit ke pura dan lebih banyak ke arena wisata

Instagram.com/anajennytha

Sementara itu agen travel Bidadari Tour melalui General Manager Asian Division, Hendra Surya, menjelaskan mereka melayani wisman muslim hingga 400 orang setiap bulan. Kebanyakan mereka berasal dari Bangladesh dan Malaysia secara family maupun rombongan atau grup reguler. Rata-rata mereka liburan selama lima hari di Bali, dengan paket wisata menengah antara bintang tiga dan bintang empat.

“Siapapun bebas ke Bali. Untuk apa dibatasi gitu lho. Memang selama ini Bali kurang ramah apa? So far, sampai Raja Salman kemarin pun dikasih kalau mau minta berenang dipasangi pagar itunya. Kita buat gitu lho untuk privasinya dia. Tapi kan nggak menghalangi keramahan itu kan. Lama dia di sini gitu lho, malah tambah-tambah,” ucapnya kepada IDN Times.

Berita Terkini Lainnya