Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?

Rencana, program dan, tantangan untuk jadi nomor satu

Jakarta, IDN Times – Potensi pariwisata Indonesia disebut besar. Pada debat pemilihan presiden April lalu, Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden pernah mengatakan potensi pariwisata halal di Indonesia bisa mencapai Rp3.300 triliun.

Sayangnya, kata Sandiaga, menurut Global Islamic Economy Index, pariwisata halal masih peringkat 10 padahal Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. “Padahal kita sebagai negara dengan duduk muslim terbesar mestinya bisa lebih memberikan ranking yang lebih baik dalam urutan negara dengan pengimpor sebagai pengimpor produk produk halal,” kata Sandiaga di Hotel Sultan, Senayan, Sabtu (13/4).

Pernyataan Sandiaga tentang pariwisata halal bisa jadi benar adanya. Berdasarkan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2018/2019, Indonesia berada pada peringkat 10 dengan skor 45. Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia di posisi pertama dengan skor 127.

Negara lainnya adalah Uni Emirat Arab posisi kedua dengan skor 89, Bahrain ketiga dengan skor 65, Arab Saudi peringkat 4 dengan skor 54, Oman di peringkat 5 dengan skor 51, Yordania, Qatar dan Pakistan di peringkat 6, 7 dan 8 dengan skor 49. Posisi 9 ada Kuwait dengan skor 49.

Beberapa hari sebelumnya, tepatnya 9 April, Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal (halal tourism) terbaik dunia 2019 standar Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 mengungguli 130 destinasi dari seluruh dunia. Lembaga pemeringkat Mastercard-Crescent menempatkan Indonesia pada peringkat pertama standar GMTI dengan skor 78 bersama dengan Malaysia yang sama-sama berada di ranking teratas.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi lembaga pemeringkat dunia Mastercard–Crescent GMTI yang memberikan penilaian tertinggi pada Indonesia. “Akhirnya, target yang kita impikan sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia tercapai. Ini membuktikan untuk mencapai kemenangkan harus direncanakan,” kata Arief.

Meski sudah menempati urutuan pertama dan diakui dunia, bisakah Indonesia mempertahankannya dan mengembangkan potensi pasar pariwasata halal?

Pasalnya, menurut survei GMTI April 2019, pada 2020 diperkirakan akan ada 160 juta wisatawan muslim yang mencari pariwisata halal, bahkan di 2026 jumlahnya diperkirakan meningkat hingga 230 juta wisatawan.

Pada 14 Mei 2019, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diketuai Presiden Joko 'Jokowi' Widodo meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia. Buku dengan tebal lebih dari 400 halaman itu mempunyai 4 fokus utama.

Pertama, penguatan halal value chain dengan fokus pada sektor yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. Kedua, penguatan sektor keuangan syariah. Ketiga, penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM sebagai penggerak utama halal value chain atau rantai nilai halal, dan terakhir penguatan di bidang ekonomi digital.

Secara khusus, master plan itu membahas bagaimana kondisi pariwisata halal hingga program percepatan untuk mewujudkannya.

1. Potensi dan faktor-faktor Indonesia dalam mengembangkan pariwisata halal

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?IDN Times / Arief Rahmat

Indonesia mempunyai dua faktor utama dalam mengembangkan pariwisata halal, internal dan eksternal. Untuk internal, Indonesia punya keberagaman sumber daya alam dan jumlah sumber daya manusia yang banyak. Dengan penduduk mencapau 237 juta jiwa lebih dan 87 persen menganut agama Islam, Indonesia dinilai sangat tepat untuk mengadopsi konsep pariwisata halal.

Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.508 pulau sudah pasti memiliki potensi wisata yang menjadi daya tarik. Kekayaan budaya juga merupakan potensi besar untuk mengembangkan industri pariwisata halal.

Namun, menurut pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, hal yang perlu diingat adalah adanya batasan-batasan budaya yang dapat diterima secara syariah dengan mengacu pada standar halal dan tujuan bersyariah.

Ada sejumlah hal menilai perlu komitmen dan cara pandang dan juga swasta. Selain itu juga perlu pembangunan infrastruktur fisik dan non-fisik seperti SDM.

"Visi misi harus sama. Saat ini komitmennya masih cuma dari pemerintah. Goals-nya apa? Ketika persepsi sama bisa dijalankan," ujarnya kepada IDN Times.

Untuk faktor eksternal adalah raihan Indonesia dalam pariwisata halal yang dibagi menjadi tiga. Pertama adalah laporan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2018 tentang destinasi wisata ramah Muslim di dunia. Laporan ini menunjukkan peringkat Indonesia mengalami peningkatan dari ke-3 ke ke-2 (2017-2018).

Kedua, Indonesia juga mendapat penghargaan pariwisata halal dalam World Halal Tourism Awards 2016, Dari 16 kategori yang dikompetisikan, Indonesia berhasil memenangkan 12 di antaranya.

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?IDN Times/Arief Rahmat

Abra menilai, Indonesia untuk faktor eksternal adalah adanya persaingan antar negara memperebutkan pasar pariwisata halal ini.

"Kita luput dan jarang merasa bahwa negara lain memperebutkan. Jepang punya Master Plan pariwisata halal, itu potensial untuk menarik wisatawan Muslim. Ini konteksnya berkejaran, bangun imej, fasilitas dan layanan," katanya.

Indonesia masih harus mengembangkan pariwisata halal jika ingin menarik wisatawan asing dari kawasan Timur Tengah yang notabene merupakan negara-negara Muslim. Mereka adalah negara dengan pengeluaran perjalanan parawisata terbesar dan juga konsumen pariwisata halal terbesar di dunia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan kini memang banyak wisatawan asal Timur Tengah atau negara-negara Muslim yang melancong ke seluruh dunia, lantaran seiring dengan naiknya pendapatan negara-negara mereka.

"Seluruh dunia, mulai adanya banyaknya turis-turis dari negara-negara muslim yang sudah naik pendapatannya di Timur Tengah," katanya usai membuka International Reform Policy Symposium and Regional Workshop 2019 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Kawasan Pariwisata Nusa Dua Lot NW/1, Kabupaten Badung, Kamis (14/3) pagi.

Berbicara wisatawan Timur Tengah, Abra berpendapat perlunya pengembangan infrastruktur lebih lanjut dan modern. Abra menyebut wisatawan Timur Tengah mempunyai kelas yang lebih tinggi dibanding negara lain.

“Negara Timur Tengah punya peluang untuk ditingkatkan. Mereka high class, jadi butuh fasilitas dan infrastrutuktur yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Karena Timur Tengah orang kaya raya dan akomodasi lebih bagus, harus dibangun oleh pemerintah akomodasi hotel. Akses ke pulau-pulau yang lebih private, juga transportasinya,” papar Abra.

3. Peluang dan tantangan pariwisata halal Indonesia

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?IDN Times / Arief Rahmat

Dalam ekosistem industri pariwisata halal, terdapat peluang maupun tantangan yang harus dioptimalkan. Beberapa aspek yang diuraikan terdiri dari permintaan dan pasar, teknologi dan informasi, regulasi, pembiayaan, serta riset dan pengembangan.

Untuk aspek permintaan dan pasar, peluang Indonesia muncul dari pertumbuhan jumlah Muslim Indonesia dan dunia. Selain itu, pertumbuhan pendapatan kelas menengah Muslim itu sendiri dapat meningkatkan peluang Indonesia.

Berkembangnya pegiat pariwisata halal saat ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung peluang Indonesia. Faktor penunjang peluang yang lainnya adalah, kesadaran masyarakat dalam yang sudah meningkat untuk menerapkan gaya hidup halal.

Meski demikian, Indonesia tetap menghadapi sejumlah tantangan dalam pengembangan industri pariwisata halal dilihat dari aspek perminaan dan pasar. Salah satunya persaingan dari yang muncul dari berkembangnya pariwisata halal di negara-negara Muslim maupun non-Muslim di dunia.

Kualitas sarana prasarana pariwisata halal di negara-negara pesaing relatif lebih baik. Selain itu, branding pariwisata halal Indonesia untuk skala internasional pun dinilai masih lemah

Untuk aspek teknologi dan informasi, peluang terbuka dari erkembangnya digitalisasi pada industri pariwisata secara umum dan semakin inovatifnya media informasi. Namun tantangannya adalah pemanfaatan teknologi informasi pada industri pariwisata halal masih rendah.

Selanjutnya untuk aspek regulasi, Indonesia mempunyai empat peluang yakni, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pariwisata halal, adanya peraturan daerah terkait pariwisata halal di beberapa provinsi, berjalannya koordinasi beberapa lembaga/kementerian dalam pengembangan pariwisata halal, serta sudah adanya strategi dan kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan industri pariwisata halal.

Tantangan dalam aspek ini, belum adanya induk hukum tertinggi yang mengatur pelaksanaan pariwisata halal di Indonesia. Selain itu, belum ada pula regulasi khusus yang mewajibkan lembaga keuangan syariah memberikan pembiayaan kepada industri halal.

Aspek keempat adalah pembiayaan. Peluangnya adalah semakin berkembang dan variatifnya pembiayaan syariah, peluang kolaborasi mendapatakan pembiayaan dari perbankan dan penerbitan sukuk, serta pengembangan dan implementasi skema asuransi syariah untuk perjalanan wisata komersiil. Sementara tantangannya adalah lembaga keuangan syariah belum memiliki target pembiayaan khusus terhadap industri halal, termasuk pariwisata halal.

Terakhir adalah aspek riset dan pengembangan. Indonesia punya peluang adanya sekolah khusus pariwisata yang juga mengajarkan pariwisata halal dan mulai berkembangnya riset tentang pariwisata halal. Namun ada tantangan yakni kurangnya riset mengenai segmentasi dan preferensi pasar terhadap pariwisata halal di Indonesia serta belum ada kurikulum pariwisata halal tingkat nasional.

4. Program percepatan untuk pariwisata halal Indonesia

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?IDN Times/Sunariyah

Sekertaris Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Bambang Brodjonegoro dalam Master Plan Ekonomi Syariah itu memberikan  3 saran program percepatan (quick wins) untuk pariwisata halal Indonesia.

Pertama, menyusun paket-paket wisata halal terintegrasi di masing-masing daerah unggulan. Indonesia mempunyai keunggulannya masing-masing dalam menarik para wisatawan, di antaranya dari aspek kekayaan alam dan budaya.

Menurut Bambang, karakter budaya dan kebiasaan masyarakat menjadi aspek penting yang cukup diperhitungkan dalam menarik wisatawan.

“Untuk mengoptimalkan branding pariwisata yang bisa menyasar pangsa pasar secara luas, perlu dibangun paket-paket wisata halal dengan integrasi alam, budaya, serta pusat perbelanjaan yang ditunjang infrakstruktur yang baik di daerah destinasi wisata unggulan pariwisata halal,” jelasnya.

Selain itu, para tokoh masyarakat daerah harus menjadi ujung tombak dalam membangun kesadaran masyarakat dalam mempersiapkan wisata budaya terpadu yang terdapat dalam paket wisata halal.

Kedua, melakukan branding pariwisata halal melalui media sosial dan eksibisi. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, media sosial dapat menjadi sarana yang efektif dan cepat dalam penguatan branding pariwisata halal.

“Oleh karena itu, diperlukan sebuah satuan kerja khusus di tingkat pusat maupun daerah untuk mempromosikan pariwisata halal melalui media sosial untuk mendapatkan tingkat awareness yang bersaing dengan destinasi wisata lainnya,” jelasnya.

Eksibisi pariwisata halal adalah program yang harus dijalankan secara berkelanjutan. Kementerian Pariwisata dapat memimpin koordinasi dalam pelaksaan eksibisi tersebut, bekerja sama dengan dinas pariwisata daerah, industri pendukung, hingga operator pariwisata halal di seluruh wilayah Indonesia.

“Program ini merupakan bagian dari quick wins utama masterplan ekonomi syariah berupa kampanye nasional ‘Halal Lifestyle Literacy’,” katanya.

Ketiga, merumuskan dan mengesahkan undang-undang tentang pariwisata halal. Pelaksanaan pariwisata halal akan mendapatkan perhatian lebih besar jika telah mendapatkan mandat dari pemerintah pusat. Namun, kondisinya belum demikian.

“Belum terdapat induk hukum tertinggi yang mengatur pelaksanaan pariwisata halal di Indonesia, meskipun di beberapa daerah sudah ada peraturan daerah terkait pariwisata halal. Diperlukan terobosan baru dalam proses perumusan dan pengesahan undang-undang pariwisata halal demi mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi pusat pariwisata halal terbaik di dunia,” ujar Bambang.

Pemerintah daerah dapat merumuskan peraturan daerah tentang pariwisata halal dan mengesahkannya bersama dengan wakil rakyat tingkat daerah, selanjutnya pemimpin daerah menjadi ujung tombak perumusan pelaksanaannya sehingga mempunyai daya saing dalam meningkatkan pariwisata daerah.

5. Apa usaha yang dilakukan Kemenpar untuk mencapai target tersebut?

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?Kementerian Pariwisata

Sejumlah usaha dilakukan Kementerian Pariwisata demi memenuhi target itu, seperti menaikkan target kunjungan wisatawan  halal tourism  dunia ke Indonesia tahun ini menjadi 5 juta atau tumbuh 42 persen dari tahun lalu sebanyak 3,5 juta. Kemenpar juga menargetkan perkembangan wisata halal pada sektor perhotelan maupun restoran meningkat sekitar 20 hingga 30 persen pada 2019.

Pengembangan pariwisata halal Indonesia merupakan salah satu program prioritas Kementerian Pariwisata yang sudah dikerjakan sejak lima tahun yang lalu dan ditindaklanjuti dengan pengembangan 10 Destinasi Halal Prioritas Nasional di tahun 2018 yang mengacu standar GMTI, antara lain: Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Malang Raya), Lombok, dan Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).

Tahun ini, penguatan destinasi pariwisata halal dilakukan dengan menambah keikutsertaan 6 Kabupaten dan Kota yang terdapat di dalam wilayah 10 Destinasi Halal Prioritas Nasional, yaitu Kota Tanjung Pinang, Kota Pekanbaru, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Cianjur.

"Cluster itu penting. Jadi kita petakan itu. Destinasi kita memetakan itu penting, ini bisa kita jadikan destinasi unggulan," Anang.

Kedua, melalui Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal (P3H) mereka akan berkoordinasi dan berkonsolidasi dengan kepala daerah terkait untuk mengembangkan pariwisata halal di 10 destinasi halal prioritas itu.

"Karena halal toursim punya needs and wants sehingga halal tourism merupakan extended services. Untuk itu perlu segera sisi kebijakn dibenahi. Misal di daerah itu kalau ada legal standing bagus. Ada gubernur dengan strategi penguatan pariwisata halal. Saya juga bilang jangan lupa SDM, infrastrtuktur terkait misal sertifikasi halal, khususnya untuk makanan," jelasnya.

Anang berbicara bahwa ada 2 hal penting dalam pariwisata halal yakni needs and wants. Needs, yakni seperti makanan halal, tempat beribadah, tempat wudhu khusus. "Misal ada wudhu, ada wisatawan yang kakinya sampai diangkat ke wastefel, misalnya. Harus ada tempat wudhu yang khusus. Kedua, ada fasilitas solat yang salat. Kamar kan bukan tempat salat ideal. bagus kalau musolla di tiap lantai. Makanan harus sertifikasi makanan halal dari MUI," jelasnya.

Tim P3H akan bekerjasama dengan KNKS karena adanya kesamaan visi dan strategi dalam mengembangkan pariwisata halal. KNKS akan dijadikan partner untuk memperceat karena startegi dan visi yang sama. Salah satunya mengembangkan value chain halal, dari end-to-end process-nya Moslem traveler.

"Wah cocok saya bilang. Jadi saya akan sering bicara dengan mereka," ujar Anang.

Direncanakan pada 25 Juni nanti tim P3H akan meluncurkan road map pariwisata halal Indonesia. "Sementara masih draf, finalnya nanti setelah lebaran. Visi kita jadikan Indonesia negara tujuan pariwisata halal kelas dunia," ucapnya.

Baca Juga: 7 Alasan Kenapa Lombok Layak Jadi Objek Pariwisata Halal, Sudah Tahu?

6. Dukungan potensi dari berbagai daerah di Indonesia untuk pariwisata halal

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?Kementerian Pariwisata

Empat tahun lalu, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat penghargaan World Halal Travel Award 2015 dalam kategori World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination. Hal tersebut menjadi keunggulan komparatif bagi Provinsi NTB dalam mengembangkan sektor pariwisata halal. Dampaknya, terjadi kenaikan angka kunjungan wisatawan mancanegara dan lokal yang signifikan pada 2016.

Sejumlah peraturan daerah juga dibuat untuk mewujudkan pariwisata halal. Sebagai contoh Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 2 tahun 2016 tentang Pariwisata Halal. Perda ini bertujuan untuk mengatur pariwisata halal di provinsi tersebut dan menjadi pedoman pengelolaan dan pelayanan pariwisata halal.

Ruang lingkup perda ini mencakup destinasi, pemasaran dan promosi, industri, kelembagaan, pembinaan, serta pengawasan. Selain itu, dibangunnya Islamic Center Hubbul Wathan di kota Mataram merupakan upaya pemerintah menambah infrastruktur destinasi pariwisata halal.

Tidak hanya NTB, Sumatera Barat juga memiliki potensi untuk pariwisata halal karena masuk ke dalam destinasi halal yang tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas) 2015/2025.

Objek wisata di sana mengandalkan keindahan alam, seperti daerah pesisir, bukit, dan alam yang hijau. Sumatera Barat memiliki peluang untuk mengembangkan industri halal di bidang makanan dan pertanian, pariwisata, UMKM, dan fesyen.

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?IDN Times/Humas Bandung

Selanjutnya, Jawa Barat memiliki potensi dalam pariwisata halal karena 2 faktor utama, yakni besarnya penduduk sebanyak 46,5 juta dengan 98 persen di antaranya beragama Islam. Kedua, dari total 28.961 pesantren di Indonesia, sebanyak 32 persen di antaranya terletak di Jawa Barat.

Jawa Barat sangat berpotensi menjadi unggulan pariwisata halal di Indonesia karena memiliki seni yang atraktif, kebudayaan yang cukup kental, serta potensi sumber daya alam yang dinilai ‘menjual’ sebagai destinasi wisata. Ada tiga segmen populer yang harus distandardisasi secara internasional pada bidang pariwisata ini, kuliner, fesyen, dan kosmetik.

Apa upaya yang dilakukan? Salah satunya dengan mendorong daya saing industri kecil menengah (IKM) melalui sertifikasi halal yang melibatkan MUI Jawa Barat untuk memfasilitasi sertifikasi halal bagi produk pangan, famasi, dan kosmetik. Menurut Badan Pusat Statistik pada 2017, pemerintah Jawa Barat bersama MUI Jawa Barat sudah mengeluarkan 11.572 sertifikat.

Jawa Timur juga menjadi daerah dengan kontribusi usaha mikronya Berdasarkan sensus ekonomi nasional pada tahun 2017, jumlah UMKM di Jawa Timur diperkirakan mencapai 9,59 juta unit usaha dengan lebih dari 95 persen di antaranya adalah usaha mikro. Kontribusi keseluruhan dari usaha ini terhadap perekonomian mencapai 54,98 persen. Dari sisi pariwisata halal, Jawa Timur juga menjadi destinasi wisata halal yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata.

Yogyakarta pun tidak ketinggalan, dari sisi keuangan, pembiayaan syariah di Yogyakarta memiliki kontribusi penyaluran pembiayaan sebesar 1,18 persen dari total penyaluran pembiayaan bank syariah secara nasional per September 2018. Meski relatif kecil, namun tingkat pertumbuhan pembiayaan di sana relatif tinggi. Pada tahun 2015, pembiayaan syariah tumbuh hingga hampir 8 persen karena banyak UMKM yang mengambil porsi dominan dalam komposisi penyaluran pembiayaan perbankan syariah.

Dari sisi sektor riil atau industri halal, Yogyakarta memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada wisata halal Indonesia. Menurut data Kementerian Pariwisata (2018), Yogyakarta merupakan salah satu dari 10 provinsi yang ditetapkan sebagai 10 destinasi pariwisata halal di Indonesia. Sampai saat ini, destinasi wisata halal di Yogyakarta masih belum secara spesifik dijadikan target oleh pemerintah daerah. Hal ini terlihat dari belum adanya peraturan daerah khusus yang terkait dengan upaya tersebut.

Baca Juga: Menpar Arief Yahya: Tak Perlu Buat Pariwisata Halal di Bali

7. Perlukah semua daerah di Indonesia menerapkan pariwisata halal

Sudah Siapkah Indonesia Menjadi Penguasa Pariwisata Halal Dunia?ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah seluruh daerah di Indonesia perlu dijadikan wisata halal?

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan tidak perlu membuat pariwisata halal di Provinsi Bali. Sebab, sejak awal brand positioning Bali bukan dijadikan destinasi pariwisata halal, melainkan pariwisata budaya dengan konsep Tri Hita Karana. Konsep itu meyakini perlu menjalin hubungan baik dengan Tuhan sang Maha Pencipta, sesama manusia dan alam.

"Bali itu secara umum adalah (pariwisata) yang mengandalkan budaya dan di belakang budaya itu, ada filosofi yaitu Tri Hita Karana. Yang telah terjadi sekarang itu lah yang terkuat untuk Bali," ujar Arief ketika ditemui di kantor Kementerian Pariwisata pada Selasa malam (26/1)

Dengan brand positioning Bali yang mengedepankan budaya lokal, menjadi magnet untuk para turis, termasuk wisatawan Timur Tengah. "Kan masing-masing sudah ada brand positioning sendiri. Lombok ada, Aceh ada dan Sumbar juga ada," katanya lagi.

Abra memiliki pandangan yang sama dengan Arief. Menurutnya pemerintah perlu fokus terhadap 10 Destinasi Halal Prioritas Nasional. "Pemerintah fokus ke 10 daerah itu aja karena daerah lain karena punya karakteristiknya masing-masing," kata Abra.

Sementara, juru bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bidang pariwisata, Taufan Ramhadi menilai pariwisata halal di Bali adalah tentang perpanjangan layanan kepada wisatawan yang membutuhkan pelayanan halal.

"Wisata halal bicara soal halal lifestyle, extended services yang diberikan kepada para wisatawan yang memang membutuhkan pelayanan halal di saat mereka berlibur ke suatu destinasi. Dengan memperkaya pilihan ke wisatawan, dengan adanya paket-paket wisata halal justru akan menguntungkan Bali," ujar Taufan kepada media pada Selasa (26/2) kemarin.

Senada dengan Taufan, menurut Anang pariwisata halal tidak perlu mengubah ciri khas daerah tersebut. Namun jika mereka menyediakan layanan tambahan untuk pariwisata halal tentu akan baik.

"Halal tourism itu tidak akan mengubah destinasi wilayah manapun. Misal dia unggul nature based, dia kembangkan, halal tourism muncul sebagai extended services. Karakter destinasi tetap bisa berkembang," katanya.

Baca Juga: Potensi Besar Riau Siap Pacu Pariwisata Halal Indonesia

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya