Alasan Pecalang di Pura Besakih Jadi Tersangka Penganiayaan

Karangasem, IDN Times - Kasus pemukulan seorang pecalang yang dilakukan pamedek (jemaat) di sekitar area Pura Agung Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem berbuntut panjang hingga sekarang.
Pasalnya, I Nengah Wartawan, yang merupakan pecalang di Desa Adat Besakih, dilaporkan balik oleh pelaku ke Kepolisian Sektor (Polsek) Rendang. Pelaku tidak terima karena dianiaya juga oleh korban saat kejadian, hingga mengalami luka di bagian bibir bawahnya.
1. Alasan pecalang yang awalnya korban, ditetapkan sebagai tersangka

Kapolres Karangasem, AKBP Joseph Edward Purba, mengaku Polres Karangasem tak berpihak pada siapa pun. Penetapan tersangka terhadap pecalang berpedoman pada fakta hukum, dan alat bukti yang diperoleh dalam penyelidikan maupun penyidikan.
“Polres Karangasem berkewajiban menindaklanjuti setiap laporan yang diterima dari masyarakat. Termasuk kasus ini. Penanganan dilakukan profesional, dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah,” jelas Joseph.
Dari hasil penyelidikan Reskrim Polres Karangasem, ditemukan ada bukti permulaan yang cukup untuk dinaikkan ke tahap penyidikan. Yaitu petugas menemukan ada tindak pidana ringan. Berdasarkan bukti tersebut, polisi menetapkan pecalang tersebut sebagai tersangka.
"Dari hasil penyidikan, kami telah menemukan bukti terang tentang ada tindak pidana penganiayaan ringan. Buktinya berupa keterangan saksi, rekaman video, dan hasil visum. Berdasarkan ini, kami menetapkan sebagai tersangka," tambahnya.
2. Pecalang dikenakan tipiring

Kasus penganiayaan di Pura Besakih melibatkan pecalang dan pamedek saat pelaksanaan Karya Ida Bhatara Turun Kabeh pada Senin lalu, 14 April 2025. I Nengah Wartawan adalah seorang pecalang dari Banjar Besakih Kawan, Desa Besakih, Kecamatan Rendang. Sedangkan pamedek berinisial GLA (30), GLR (56), dan GNA (21) yang sama-sama berasal dari Banjar Selat Klod.
Nengah Wartawan dikenakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), dan tidak dilakukan penahanan. Sedangkan pamedek, yang lebih dulu ditetapkan tersangka, sudah ditahan oleh kepolisian. Mereka bertiga dikenakan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena melakukan kekerasan secara bersama-sama di muka umum.
3. Kronologi penganiayaan di Pura Besakih

Kasus pemukulan di area Bencingah Pura Agung Besakih bermula dari kesalahpahaman. Saat itu seorang pecalang berjaga di area pura dalam rangkaian Karya Ida Bhatara Turun Kabeh. Pecalang yang berjaga mengarahkan empat orang pamedek agar keluar dari arah barat area Bencingah.
Satu orang pamedek (pelaku) menanggapi dengan Bahasa Bali, "Joh dong? (Jauh dong)." Lalu pecalang menjawab "Ke Lempuyang Mare Joh Mejalan (Ke Lempuyang baru jauh berjalan)." Jawaban pecalang membuat pamedek itu tersinggung, dan terjadi adu mulut.
Setelah itu, datang pamedek lain karena tidak terima orangtuanya diajak beradu argumen. Situasi memanas hingga terjadi saling dorong antara pelaku dan korban. Aksi pemukulan tidak terhindarkan. Pecalang dipukul hingga jatuh ke tanah.