Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Cara Mengatasi Emosi Mudah Meledak karena Baca WhatsApp

Ilustrasi stabil dalam mengatasi emosi (Pexels.com/Mart Production)

Ada kalanya tulisan chat itu terkesan lebih tajam dari kata-kata yang keluar dari mulut, terlebih saat tulisannya pendek dan singkat. Jika belum menemukan cara mengatasi emosi yang cocok, pesan WhatsApp bisa menjadi sumber kesalahpahaman.  

Nah, emotional agility bisa masuk sebagai solusi atau cara mengatasi emosi yang meledak saat membaca pesan WhatsApp. Dengan keterampilan ini kita bisa mudah bersikap netral saat menghadapi komunikasi asinkron maupun waktu nyata melalui pesan teks.

Tapi, apa sih sebenarnya emotional agility itu?

Emotional Agility sebagai cara mengatasi emosi

Ilustrasi kesal saat membaca chat. (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Dilansir dari Forbes, emotional agility atau ketangkasan emosional adalah keluwesan dalam mengelola pikiran dan perasaan, menerima semua emosi sebagai informasi, dan menggunakannya untuk mengambil tindakan berdasarkan nilai yang kita pegang.

Sebagai manusia, kita tidak lepas dari perasaan takut, ragu, atau marah. Namun, ketika berada dalam lingkungan kerja, sering kita merasa tidak diperkenankan untuk menunjukkan berbagai emosi tersebut, demi menjunjung kata “profesionalisme”.

Sayangnya, tindakan ini justru bisa bikin emosi meledak jika sudah tak tertahan lagi.  Dengan meningkatkan emotional agility, kita akan lebih efektif dalam mengatasi emosi, terutama saat menanggapi pesan teks seperti melalui WhatsApp maupun aplikasi lainnya.

Emotional agility juga bisa membantu untuk tidak langsung mengambil kesimpulan negatif. Alih-alih merasa tersinggung, kita bisa berpikir lebih terbuka, menerima kemungkinan bahwa mungkin rekan kita sedang sibuk atau sekadar ingin menyederhanakan komunikasi.

Dilansir dari Harvard Business Review (HBR), emotional agility juga dapat membantu mengurangi stres, mengurangi kesalahan dalam mengerjakan tugas, menjadi lebih inovatif, dan meningkatkan performa kinerja.

Sehingga ketika pikiran ini tidak lagi dikendalikan oleh perasaan negatif, maka kemungkinan untuk meningkatkan fokus pada penyelesaian masalah pun akan lebih tinggi, dibandingkan ketika kita terpaku dengan perasaan dan pikiran negatif.

Oleh karena itu, penting untuk mulai mengasah keterampilan ini. Simak empat cara mengatasi emosi yang mudah meledak yang dikutip dari HBR terkait emotional agility berikut ini.

1. Mengenali pola pikiran dan emosi diri sendiri

Ilustrasi mengenali emosi (Pexels.com/Valeria Ushakova)

Langkah pertama dalam meningkatkan emotional agility,  mulailah menyadari kapan kita terpancing oleh pikiran dan emosi negatif. Misalnya, ketika merasa kesal karena balasan pesan yang singkat, sadari dan tanyakan pada diri apakah pola perasaan ini sering terjadi?

Amati dengan penuh kesadaran, karena sering juga didapati bahwa pikiran negatif seperti ini bisa terulang. Seperti halnya kaset rusak yang memutar narasi secara berulang atau looping, sehingga sulit mengubah mood negatif menjadi positif.

2. Melabeli emosi dan pikiran

Ilustrasi label emosi (Pexels.com/Roman Odintsov)

Setelah mengenali pola perasaan, beri label pada emosi dan pikiran yang muncul. Misalnya, ketika  menerima jawaban singkat dari seseorang, mungkin langsung mengira bahwa mereka marah. Ini adalah contoh bagaimana kita cepat melabeli perasaan berdasarkan asumsi.

Daripada berkesimpulan "Dia sengaja membalas singkat karena gak suka sama aku," coba ubah menjadi "Aku berpikir bahwa ini hanya balasan singkat saja!" Dengan cara ini, kita hanya mengamati pikiran dan perasaan saja tanpa melibatkan emosi negatif.

Pendekatan ini membantu kita untuk melihat pikiran dan emosi dengan lebih objektif. Seperti halnya emosi yang datang dan pergi, kita perlu overthinking dan biarkan ia berlalu tanpa melekat terlalu lama.

3. Menerima keberadaan emosi

Ilustrasi menerima emosi (Pexels.com/pixabay)

Langkah berikutnya adalah menerima emosi tanpa harus terjebak di dalamnya. Tidak semua emosi perlu diperhatikan berlebihan. Tapi menolak keberadaannya biasanya malah bisa menimbulkan mati rasa.

Biarkan diri kita merasakan apa adanya dengan kesadaran bahwa perasaan tersebut hanyalah sementara. Jadi, perasaan yang tidak mengenakkan tersebut jangan juga dipertahankan terlalu lama karena hal ini hanyalah akan memperparah keadaan.

4. Berpegang teguh pada nilai yang dipercayai

Ilustrasi profesionalisme (Pexels.com/Yuli Como)

Terakhir, bertindaklah berdasarkan nilai (value) yang dipegang. Jika nilai utama kita adalah profesionalisme, maka fokuslah pada hal tersebut ketika emosi mau meledak. Dengan berpegang teguh pada nilai, pikiran dan mood negatif tidak akan mendistraksi tujuan kita.

Tanyakan pada diri tentang apakah respons yang dilakukan akan berpengaruh dalam jangka panjang? Akankah hal ini mendukung tujuan bersama di lingkungan kerja? Dengan fokus pada nilai, kita akan bisa lebih tenang tanpa terjebak drama emosi yang tidak perlu.

Emotional agility, kunci menghadapi era digital

Ilustrasi kunci komunikasi digital (Pexels.com/Heber Vazquez)

Pada dasarnya komunikasi melalui teks tidak hanya terbatas pada kata yang ditulis, tetapi juga emosi si pembacanya. Jika salah satunya sedang sensitif, pesan teks yang seharusnya netral bisa jadi negatif karena interpretasi masing-masing berbeda.

Kita mungkin sudah mencoba berbagai cara untuk menghindari kesalahpahaman, tapi sering kali gagal. Ini bisa jadi karena si teman dalam suasana hati buruk. Atau, malah kita sendiri yang masih perlu belajar mengendalikan emosi yang mudah meledak.

Share
Topics
Editorial Team
Phulia N.
EditorPhulia N.
Follow Us