Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Cara Bijak Menghukum Diri Karena Salah Menurut Sosiologi

ilustrasi sanksi sosial (pixabay.com/buy_me_some_coffee)
ilustrasi sanksi sosial (pixabay.com/buy_me_some_coffee)

Mencintai diri sendiri ialah wujud tanggung jawab atas kepemilikan diri, ya. Oleh karenanya, wajib hukumnya untuk kamu bisa membahagiakan dirimu sendiri. Terlebih lagi, apabila dirimu dengan begitu hebatnya telah menjalani rutinitas. Bahkan, juga menghadapi berbagai permasalahan yang ada di dalamnya. Sebagai wujud terima kasih ke dirimu sendiri, maka kamu berhak mendapatkan reward.

Kalau kamu berhak mendapatkan reward saat bersikap dan bertindak baik, maka kamu juga wajib mendapatkan hukuman ketika berbuat kesalahan, ya. Menghukum bukan tanda tak sayang pada diri sendiri. Melainkan lebih pada menyelamatkan diri secara jangka panjang agar tidak terjebak dalam kebiasaan yang salah itu.

Ilmu sosiologi yang mempelajari terkait hubungan manusia dengan kehidupan sosialnya bisa membantu untuk mendisiplinkan kamu atas kesalahanmu, nih. Yakni, ilmu sosiologi punya konsep represif, persuasif, dan koersif dalam mengendalikan masyarakat yang melakukan tindakan menyimpang atau pelanggaran. Berikut penjabaran ketiga konsep tersebut dalam menjadi cara untuk menghukum kamu yang yang bersalah.

1. Represif

ilustrasi berbuat salah (pixabay.com/RyanMcGuire)
ilustrasi berbuat salah (pixabay.com/RyanMcGuire)

Dalam ilmu sosiologi, represif bermakna sebuah hukuman ketika terjadinya pelanggaran oleh masyarakat. Tindakan represif ini dilakukan untuk membuat pelakunya jera. Supaya tidak melakukan tindakan menyimpang yang sama maupun pelanggaran lain yang lebih parah.

Nah, dalam kaitannya untuk menghukum dirimu sendiri yang berbuat kesalahan, kamu bisa menerapkan konsep represif. Yang mana bukan sembarang memberikan hukuman, melainkan hukuman yang membuat kamu jera. 

Apa indikator hukuman yang membuat jera? Yakni hukuman yang begitu tidak kamu sukai, hingga benci ketika melakukannya. Dengan kata lain, jangan menghukum dirimu sendiri dengan memotong uang jajan, kalau nyatanya memang kamu tidak suka jajan. Potong uang jajan memang terlihat menderita, tapi gak bikin jera karena efeknya biasa saja dalam keseharianmu.

2. Persuasif

ilustrasi orang merenung (pixabay.com/JerzyGorecki)
ilustrasi orang merenung (pixabay.com/JerzyGorecki)

Menurut ilmu sosiologi, persuasif ini bermakna ajakan dan bimbingan untuk masyarakat bisa hidup tertib sesuai dengan peraturan bersama yang telah disepakati. Nah, yang jadi ciri khas dari persuasif yakni ajakan atau bimbingan tersebut harus bersifat menarik.

Dengan kata lain, persuasif tidak boleh caranya yang membosankan dan tidak menarik minat pelakunya, ya. Maka, dalam upaya menyadarkan kamu atas kesalahanmu, kamu bisa bertindak persuasif. Yang mana tindakan ini berpeluang untuk membuatmu tertib atau tidak melanggar karena dalam menjalaninya itu asyik dan menarik.

Contoh sederhananya, misal untuk mendisiplinkan kamu belajar dengan tepat waktu, namun kamu sering melanggar karena merasa selalu ngantuk saat belajar. Maka, kamu bisa bertindak persuasif seperti dengan belajar sambil makan camilan favoritmu, bisa juga sambil mendengarkan lagu favoritmu.

3. Koersif

ilustrasi kesedihan (pixabay.com/3938030)
ilustrasi kesedihan (pixabay.com/3938030)

Puncaknya, kalau hukuman secara kasar dan halus sudah tidak mempan lagi, maka cara terakhir yakni dengan koersif. Yang mana dalam ilmu sosiologi, koersif ini bermakna memberikan ancaman.

Apa tujuannya? Jelas untuk memberikan efek jera dengan level yang meningkat atau berlipat ganda. Misalnya saja jika saat melanggar kemarin hukumannya hanya tidak boleh makan makanan favorit saat weekend. Maka, jika melanggar lagi akan ditambah lagi jadi dua hukuman, yakni dengan tidak boleh nonton drama yang jadi favorit.

Setelah membaca ulasan di atas, mana hukuman yang dirasa cocok untuk mendisiplinkan kamu? Jawab dengan jujur. Selain itu, jangan hanya memikirkan metode hukuman yang cocok, terapi juga yang paling bisa membuat kamu sadar akan kesalahan. Terlebih tidak mengulangi hal yang sama, maupun kesalahan lain yang lebih besar, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest Life Bali

See More

[QUIZ] Uji Pengetahuan Cerita Rakyat Bali, Buktikan Kalau Kamu Jago

07 Sep 2025, 18:50 WIBLife