Tradisi Magedong-Gedongan, Baby Shower ala Bali

Saat ini, banyak pasangan muda melakukan tradisi yang disebut dengan baby shower. Tradisi yang berasal dari luar negeri ini merupakan perayaan atas kehamilan sekaligus menyambut kelahiran sang buah hati. Biasanya calon ibu akan mengundang orang-orang terdekatnya untuk datang dalam acara baby shower. Sahabat atau kerabatnya akan memberikan wejangan, siraman rohani, hingga kado sebagai bentuk dukungan emosional dan morel kepada calon ibu dan sang buah hati.
Ternyata, umat Hindu di Bali telah memiliki tradisi mirip baby shower yang diwariskan oleh leluhur terdahulu. Tradisi ini disebut dengan Magedong-Gedongan. Seperti apa Tradisi Magedong-Gedongan, baby shower ala Bali?
1. Magedong-Gedongan dilaksanakan saat ibu sedang mengandung

Kehamilan adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu bagi pasangan suami istri. Oleh sebab itu, selama masa kehamilan, seorang ibu wajib menjaga kehamilannya secara lahir dan batin. Magedong-Gedongan merupakan upacara pertama dalam rangkaian upacara yang ada dalam kehidupan manusia.
Menurut Lontar Kuna Dresthi, Magedong-Gedongan dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 5 bulan dalam kalender Bali. Hal ini karena pada usia 5 bulan, wujud bayi sudah dianggap sempurna. Biasanya upacara dilaksanakan saat usia kehamilan memasuki 7 bulan dalam kalender Bali. Sebagian besar memilih untuk melaksanakan upacara di grya (rumah pendeta suci Hindu) untuk mempermudah pelaksanaan.
2. Makna Magedong-Gedongan

Upacara Magedong-Gedongan juga sering disebut dengan upacara Garbha Wedana. Magedong-Gedongan berasal dari kata gedong yang berarti gua garba. Gua memiliki makna pintu dan garba memiliki makna perut. Gua garba dapat diartikan sebagai pintu yang dalam di perut ibu.
Upacara ini berfungsi sebagai penyucian terhadap bayi. Magedong-Gedongan bertujuan agar bayi dan ibu mendapatkan kekuatan serta keselamatan hingga proses kelahirannya. Terdapat harapan agar nantinya bayi tumbuh menjadi orang yang berbudi luhur, dan berguna bagi keluarga maupun masyarakat. Upacara Magedong-Gedongan juga menjadi pengingat bagi ibu maupun ayah tersebut agar menjaga tingkah laku yang baik selama menunggu kelahiran bayi.
3. Pelaksanaan upacara Magedong-Gedongan

Upacara Magedong-Gedongan dipimpin oleh seorang pendeta suci dalam Hindu atau yang disebut dengan pedanda, ida rsi, maupun sebutan lainnya. Upacara ini menggunakan beberapa sarana upacara seperti banten ayaban, tumpeng 7, peras pengambyan, dan banten sesayut. Khusus Magedong-Gedongan menggunakan beberapa jenis banten sesayut.
Sesayut tulus dadi sebagai simbol doa agar kehamilan ini berhasil, yaitu lahirnya bayi dari kandungan ibu. Sesayut tulus hayu sebagai simbol doa agar selama proses kehamilan hingga kelahiran selalu mendapatkan keselamatan (ayu). Berikutnya ada banten sesayut pemahayu tuwuh sebagai simbol doa agar ibu maupun bayi selalu sehat dan panjang umur.
Prosesi Magedong-Gedongan dimulai dengan melakukan pembersihan kepada ibu yang hamil menggunakan air suci. Di beberapa daerah, terdapat prosesi pengerujakan dengan beberapa bahan seperti gula, kelapa gading, madu, temu-temuan, dan beberapa buah-buahan. Hal ini sebagai simbol memperkenalkan bayi kepada sad rasa seperti pahit (tikta), manis (madura), asam (amla), pedas (katu), asin (lavana), dan kecut (kasaya). Tentunya, banten dan prosesi upacara Magedong-Gedongan menyesuaikan kebiasaan dan adat istiadat desa setempat.
Melakukan tradisi baby shower tentu sah-sah saja, tidak ada yang melarang. Namun, sebaiknya tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu tetap dijalankan agar tetap lestari.