Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Genggong, Instrumen Gamelan Mulut di Denpasar

Memainkan alat musik Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)
Memainkan alat musik Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Alat musik tiup di Bali gak hanya suling, lho. Ternyata ada alat musik khas Bali yang disebut dengan Genggong. Satu sentra alat musik Genggong di Bali berada di wilayah Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Bentuk dan cara memainkannya sangat berbeda. Jika suling, pemain biasanya meniup sembari membuka dan menutup lubang untuk menciptakan suara. Namun, Genggong akan mengeluarkan suara dengan cara resonansi dari tenggorokan atau rongga mulut sembari menarik tali. Tarikan tali akan menciptakan getaran yang bernada. Seperti apa fakta genggong ini? Yuk baca selengkapnya.

1. Ukuran dan suara Genggong

Memainkan alat musik Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)
Memainkan alat musik Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)

Genggong terbuat dari bambu dengan panjang 18 sampai 20 sentimeter. Sedangkan lebarnya sekitar 1,5 sampai 2 sentimeter. Memainkan Genggong dengan tarikan tali disebut dengan teknik ngedet. Teknik ini menghasilkan bunyi yang khas dan unik. Bunyinya akan menghasilkan suara "Tew, tew, tew." Dahulu, alat musik Genggong terbuat dari pelepah Pohon Enau.

2. Pelestari Genggong di Denpasar

Tokoh seni, I Made Wardana, turut andil melestarikan kesenian Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)
Tokoh seni, I Made Wardana, turut andil melestarikan kesenian Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)

Tahun 1930-an, kesenian Genggong di Denpasar kembali hidup berkat I Ketut Regen dengan nama panggung Qakdanjur atau Kakek Danjur. Namun, seiring waktu kesenian Genggong perlahan meredup. Sehingga pada 2019, muncul inisiatif untuk menghidupkan kembali kesenian Genggong dalam agenda seni Pesta Kesenian Bali (PKB). Kala itu, tokoh seni I Made Wardana dan anggota Sanggar Qak Danjur menampilkan beberapa materi.

Pertama, mereka melakukan rekonstruksi dengan cara menampilkan kembali gending kuno dan asli. Gending atau lagu kuno tersebut berjudul Capung Gantung, Pusuh Kadut, Bungkak Sari, Dongkang Menek Biu, Kidange Nongklang Crucuke Punyah, dan Langsing Tuban.

Kedua, proses rekoneksi yaitu mengaitkan kembali Genggong dengan instrumen musik tradisional Bali atau geguntangan berupa suling, kendang, cengceng, gong pulu. Pada tahun 2015 di Paris dan 2009 di Beldia, Genggong berpadu dengan alat musik biola dan celo untuk menawarkan nuansa variatif serta modern pada lagu Kedis Ngindang.

Ketiga, proses re-inovasi dengan membuat sebuah fragmen tari komedi berjudul Ampuang Angin yang diiringi dengan Genggong dan Gamut (Gamelan Mulut). Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya empat orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt, Icueeettt, dan Nicuiiittt menuju negeri seberang.

3. Meneruskan Genggong ke generasi muda

Genggong. (Dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Kini, generasi muda di Sesetan berupaya melestarikan kesenian Genggong melalui Perkumpulan Nak Nik Pegok yang terdiri dari 15 orang. Perpaduan Genggong dengan kesenian modern kerap dilakukan untuk menarik minat anak muda.

Uniknya, alat musik seperti Genggong tidak hanya ada di Denpasar. Pada negara-negara barat, teknik memainkan alat musik dengan mulut sering disebut dengan jew's harp atau mouth harp. Sedangkan di Slovakia disebut drumbla, khomus (Siberia), morchang (Rajasthan), karinding (Jawa Barat), dan kuriding (Kalimantan Selatan).

Share
Topics
Editorial Team
Ni Komang Yuko Utami
Irma Yudistirani
Ni Komang Yuko Utami
EditorNi Komang Yuko Utami
Follow Us