10 Potret Tumpek Kandang untuk Hewan Peliharaan di Bali
Tumpek Kandang atau juga disebut dengan Tumpek Uye adalah hari suci Umat Hindu di Bali yang dilaksanakan setiap Sabtu, Saniscara Kliwon, wuku Uye. Tumpek ini diperingati setiap 210 hari sekali.
Tumpek Kandang lebih dikenal sebagai upacara untuk menghormati keberadaan hewan di sekitar, karena telah membantu kehidupan manusia sehari-hari. Bagaimana ya prosesi Tumpek Kandang ini? Berikut 10 potret Tumpek Kandang di Bali bersama hewan peliharaannya.
1. Anjing peliharaan yang diberikan upacara mirip dengan otonan pada manusia. Pemiliknya berharap anjingnya menjadi hewan peliharaan yang baik
2. Anjing pudel ini menggunakan selendang selama mengikuti upacara Tumpek Kandang, yang dilakukan oleh pemiliknya
3. Terkadang, beberapa pemilik hewan peliharaan merias hewan kesayangannya dengan pakaian tradisional Bali. Si guguk jadi tambah ganteng nih saat memakai udeng
4. Pemilik sedang melakukan persembahan Tumpek Kandang. Sarana upacara yang digunakan bisa menyesuaikan keadaan dan kemampuan masing-masing umat
5. Seseorang sedang memberikan suguhan makanan kepada monyet di Alas Kedaton, Kabupaten Tabanan, pada Hari Tumpek Kandang
6. Kucing-kucing lucu nan menggemaskan ini dengan antengnya mengikuti prosesi Tumpek Kandang
7. Upacara Tumpek Kandang ini dilakukan umat Hindu untuk menghormati keberadaan hewan peliharaannya, karena telah menjadi bagian dalam keluarganya
8. Foto ini sempat viral pada Tumpek Kandang sebelumnya. Terlihat seorang warga sedang melakukan upacara untuk babi peliharaannya. Babinya tampak memakai kamen dan udeng layaknya manusia
9. Tumpek Kandang juga mengingatkan setiap umat Hindu agar selalu menghormati alam sekitarnya, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan
10. Wah, lucu banget nih anak-anak anjingnya. Apa pun jenis hewan peliharaannya, setiap manusia wajib menyayangi mereka
Dalam Lontar Bhagawan Agastya Prana, selain untuk menghormati keberadaan hewan peliharaan atau hewan ternak, Tumpek Kandang juga merupakan upacara yang bertujuan untuk pembersihan Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos).
Dalam hal ini, konteksnya adalah bagaimana manusia bisa menjaga alam agar tetap lestari, dan terus memberikan timbal balik yang bagus di antara keduanya.
