TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Gerakan Kesetaraan Gender

Jangan sampai salah memahaminya ya

Ilustrasi gender. (IDN Times/Aditya Pratama)

Penulis: Ufiya Amirah

Praktik feminisme yang elitis dan jauh dari kepentingan massa, serta membatasi perjuangannya pada isu identitas saja, atau biasa dikenal dengan feminazi, tanpa disadari telah memperkuat perilaku misogini sosial atas perempuan. Tak sedikit pula masyarakat yang memaknai feminisme tidak secara utuh, sehingga terjadi miskonsepsi. 

Aktivis feminis dan anti apartheid asal Amerika, Gloria Jean Watkins yang biasa dikenal dengan sapaan Bell Hooks, dalam berbagai karya penanya, mencoba menjawab isu kontroversial seputar feminis. Ia memberikan perspektif baru tentang gerakan kesetaraan dan berusaha menyederhanakan konsepsi feminis agar lebih mudah dipahami khalayak.

Nah berikut 5 hal yang perlu kamu ketahui tentang gerakan kesetaraan atau feminisme dalam karya Bell Hooks, Feminisme untuk Semua Orang (2020).

Baca Juga: Ciri-ciri Kamu sedang Dimanipulasi Pasangan, Jangan Sampai Lengah

1. Feminisme bukan anti laki-laki tetapi anti seksis

ilustrasi feminisme (pexel.com)

Dilansir dari tulisan karya Gina Masequesmay dalam britanica.com, seksisme adalah prasangka atau diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau gender, terutama terhadap perempuan. Seksisme menyakini bahwa satu jenis kelamin lebih unggul atau lebih berharga dari jenis kelamin lain.

Bentuk ekstrim dari ideologi seksis adalah misogini, kebencian terhadap wanita. Contoh perilaku seksis adalah pelecehan seksual dan perlakuan yang bias gender. Semisal siswa laki-laki sering didorong untuk mengambil kelas sains, teknologi, teknik, dan matematika. Sedangkan pelajar perempuan lebih ke ilmu kesehatan, terutama jurusan bidan.

Sebagai seorang pendobrak norma lama, Hooks mendefinisikan feminisme sebagai gerakan untuk mengakhiri seksisme, ekploitasi seksis, dan penindasan. Konsep ini menegasikan bahwa feminisme bukanlah anti laki-laki. Masalah paling pokok yang dilawan oleh perjuangan kesetaraan adalah seksisme.

Sangat keliru apabila seorang feminis menempatkan laki-laki sebagai musuh karena perempuan juga bisa berbuat seksis dan menindas gender lainnya, termasuk perempuan. Patriarki telah melahirkan pemikiran-pemikiran seksis dan telah dilanggengkan oleh lembaga masyarakat, khususnya keluarga.

Feminisme bukan hanya untuk perempuan, namun Hooks menyampaikan bahwa feminisme adalah untuk semua orang, tak terbatas gender.

2. Diperlukan peran laki-laki untuk menciptakan tatanan sosial adil gender

Pixabay.com/5688709

Patriarki dimaknai sebagai sistem hierarki masyarakat yang menempatkan laki-laki sebagai gender dominan dan paling berkuasa. Seringkali, konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki dalam hierarki masyarakat, membuat laki-laki lebih memiliki kendali untuk keuntungan pribadi. Mereka yang paling diuntungkan dari sistem patriarki adalah laki-laki. Oleh karena itu, mereka berupaya mempertahankan dominasinya walaupun dilakukan secara pasif.

Hooks menjelaskan bahwa dalam gelombang pertama gerakan feminis, para pejuang kesetaraan memiliki sentimen anti laki-laki. Namun realitasnya, perempuan juga dapat menjadi seksis sehingga fokus gerakan berubah menjadi tuntutan adil gender. Visi kesetaraan akan menjadi utopis tatkala tidak ada keterlibatan laki-laki dalam perjuangan.

Baginya, peningkatan kesadaran dan keterlibatan laki-laki atas perjuangan feminisme sama penting dan pokoknya dalam gerakan revolusioner. Sebuah keberhasilan yang luar biasa, apabila seorang laki-laki mengajarkan perihal patriarki dan pemikiran seksis kepada laki-laki lainnya. Antar laki-laki saling mendorong mewujudkan dunia tanpa pemikiran seksis. Tanpa laki-laki sebagai sekutu dalam perjuangan, gerakan feminis hanya akan berjalan di tempat.

3. Laki-laki yang mengimplementasikan nilai-nilai feminis adalah kamerad yang layak diapresiasi

ilustrasi kesetaraan gender (unsplash.com/Micheile Henderson)

Solidaritas untuk kesetaraan gender sangatlah penting. Internalisasi patriarki yang bercokol dalam pikiran, juga secara tak sadar dapat mengakibatkan pelanggengan sehingga bisa saja sesama perempuan saling menindas. Laki-laki yang berusaha melepaskan previlege patriarkinya dan mengimplementasikan nilai-nilai feminis adalah kamerad yang layak diapresiasi.

Sebaliknya, para perempuan yang masih mempertahankan dan menganut nilai-nilai patriarki, bahkan menyusup dalam gerakan feminis, adalah ancaman yang sangat berbahaya. Musuh dalam diri sendiri perlu dilawan dengan kesadaran dan realisasi nilai-nilai adil gender.

Gerakan feminis dalam kacamata Hooks, menciptakan ikatan solidaritas perempuan dan laki-laki untuk mencapai kesetaraan tanpa adanya egoisme gender. Setiap gender perlu menerapkan pemikiran dan praktik anti seksis yang menegaskan bahwa semua gender dapat mencapai aktualisasi diri dan kesuksesan tanpa harus saling mendominasi.

Baik cisgender atau non cisgender, binary atau non binary, heteroseksual atau homoseksual, mereka adalah sama-sama manusia yang harus saling dihormati dan menghargai. Kesadaran akan eksistensi sosial berupa variasi gender ini merupakan fondasi awal merekonstruksi masyarakat setara.

4. Tidak mudah menantang dan melawan pemikiran seksis atas tubuh

ilustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Apabila manusia tidak memiliki hak untuk menentukan yang terbaik bagi tubuhnya, akan berisiko kehilangan berbagai hak di semua lini kehidupan. Selain hak untuk hidup, hak atas kebebasan reproduksi, tak kalah fundamentalnya. Hooks berkeyakinan bahwa untuk melindungi dan mempertahankan kebebasan manusia, diperlukan perjuangan feminis yang fokus pada hak-hak reproduksi.

Tantangan yang cukup berat dihadapi oleh gerakan feminis kontemporer adalah menantang dan melawan pemikiran seksis atas tubuh. Patriarki yang juga dilegitimasi oleh sistem kapitalisme telah mengkonstruksi nilai-nilai seksis dalam konsepsi pemaknaan tubuh.

Misalnya, nilai manusia bergantung pada penampilan. Semakin putih seorang perempuan, maka ia semakin dihargai. Berbeda dengan perempuan kulit hitam yang dilabeli sebagai perempuan kelas dua. Maka tak ayal, kapitalisme menumpuk keuntungan dari promosi produk kecantikan.

Revolusi nilai tubuh, menurut Hooks, diciptakan oleh intervensi feminis untuk membangun pemikiran bahwa kecantikan yang paling hakiki adalah ketika dalam keadaan alami. Standarisasi kecantikan yang didasarkan pada konsepsi kapitalis sangat berbahaya dan dapat berindikasi pada tidak cintanya seseorang pada tubuhnya.

Berita Terkini Lainnya