TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Pura Gunung Payung di Lereng Bukit Bali Selatan

Berada di atas lereng bukit di ujung Bali Selatan

Pura Gunung Payung dari udara. (YouTube.com/Cokober Channel)

Kamu pasti melihat banyak pura di Bali yang berdiri di lereng perbukitan atau gunung. Pemandangan alamnya bahkan sangat luar biasa. Sebut saja pura yang paling populer di Kecamatan Kuta Selatan, Pura Uluwatu, juga berdiri di lereng bukit. Ternyata selain Pura Uluwatu, juga ada pura lain yang berdiri di lereng bukit. Yaitu Pura Gunung Payung.

Lokasinya tidak terlalu jauh dari Pura Uluwatu, tepatnya di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Berikut sejarah Pura Gunung Payung, yang dikutip dari Jurnal Widya Winayata berjudul Studi Sejarah Pura Gunung Payung Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA.

Baca Juga: 5 Prosesi Mengurus Orang Meninggal Secara Hindu di Bali

Baca Juga: Makna Upacara Ngulapin saat Orang Bali Terkena Musibah

1. Pura Gunung Payung berkaitan dengan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha

Pura Gunung Payung dari depan. (YouTube.com/Cokober Channel)

Pura yang berdiri kokoh dan megah di ujung selatan Pulau Bali ini memiliki sejarah panjang, berkaitan dengan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha atau Dang Hyang Dwijendra. Selepas dari Pura Uluwatu, Dang Hyang Nirartha melanjutkan perjalanan dan tiba di sebuah desa yang sekarang bernama Desa Kutuh. Dang Hyang Nirartha bersama pengikutnya memutuskan beristirahat di tempat tersebut.

Masyarakat yang mengetahui kedatangan rombongan pendeta suci ini, kemudian memohon tuntunan kerohanian dan berkat dalam kehidupan mereka. Sebab desa tersebut sedang dilanda kekeringan. Dang Hyang Nirartha lalu menancapkan gagang payungnya ke tanah. Secara ajaib, di tempat tersebut muncul mata air yang jernih dan menyegarkan.

Air ini diyakini sebagai air suci oleh masyarakat setempat. Dang Hyang Nirartha saat itu meminta kepada masyarakat untuk menjaga air suci dan tempat tersebut dengan membangun sebuah pura. Pura ini kemudian diberi nama Pura Gunung Payung, karena berkaitan dengan kisah kemunculan mata air suci dari gagang payung Dang Hyang Nirartha.

Pengunjung masih bisa menjumpai sumber mata air suci tersebut di pura ini. Piodalan (perayaan hari lahir tempat suci) atau upacara di Pura Gunung Payung jatuh setiap Hari Purnama Kawulu (bulan kedelapan dalam kalender Bali).

2. Pura lainnya di sekitar Pura Gunung Payung yang berkaitan dengan perjalanan Dang Hyang Nirartha

Pura Uluwatu, tempat Dang Hyang Dwijendra Moksha. (unsplash.com/Polina Kuzovkova)

Dalam perjalanan suci Dang Hyang Nirartha ke daerah Bali Selatan, Dang Hyang Nirartha membangun beberapa pura. Pura pertama adalah Pura Geger Dalem Pemutih, yang terletak di sebelah timur Pura Gunung Payung. Pura ini didirikan pada saat Dang Hyang Nirartha beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Pura Uluwatu.

Keindahan serta ketenangan di tempat ini membuat Dang Hyang Nirartha bermeditasi di bawah Pohon Sawo Kecik. Pohon ini masih ada sampai sekarang. Lokasinya ada di halaman tengah (Madya Mandala) Pura Geger Dalem Pemutih.

Kedua adalah Pura Goa Gong. Pura ini berawal saat Dang Hyang Nirartha sedang menulis aksara-aksara suci di beberapa batu yang dijadikan dasar pembangunan Pura Uluwatu. Saat itu, Dang Hyang Nirartha mendengar suara gong (gamelan) yang halus, seolah-olah memanggil dirinya untuk mendekat. Dang Hyang Nirartha mencari keberadaan sumber suaranya.

Setelah menemukan asal suara gong, Dang Hyang Nirartha memutuskan untuk masuk ke dalam gua yang ada di tempat tersebut dan melakukan meditasi. Beberapa saat kemudian muncullah air berwarna-warni di area tempatnya bermeditasi. Di tempat ini juga, Dang Hyang Nirartha bertemu makhluk gaib atau wong samar yang memohon anugerah agar bisa disucikan. Wong samar ini kemudian membantu Dang Hyang Nirartha membangun Pura Luhur Uluwatu. Gua tempat Dang Hyang Nirartha bermeditasi ini diberi nama Pura Goa Gong.

Ketiga adalah Pura Uluwatu. Pura Uluwatu berada di sebelah barat Pura Gunung Payung. Selama di pura ini, Dang Hyang Nirartha melakukan tapa semedi, dan moksa atau bersatu kembali kepada Sang Pencipta tanpa meninggalkan badan kasarnya.

Verified Writer

Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya