Perempuan Bali Hadapi Masalah Ekonomi Hingga Beban Ganda

Semoga terbuka jalan yang lebih baik untuk mereka ya

Denpasar, IDN Times - Keterpurukan ekonomi akibat pandemik COVID-19 masih dirasakan sektor pariwisata Bali. Kunjungan wisatawan ke Bali mengalami penurunan, sehingga berpengaruh pula pada pendapatan masyarakat, khususnya pekerja pariwisata.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali pernah merilis data bahwa Pulau Dewata sempat berada dalam posisi nol kunjungan wisatawan asing. Kondisi tersebut membuat para pekerja pariwisata yang jumlahnya sangat dominan, harus berjuang dan mencari cara untuk tetap bertahan dan memenuhi kelangsungan hidup keluarganya. Begitu pula dengan nasib perempuan Bali.

Baca Juga: Mangku Muriati, Perempuan Bali Pelestari Lukisan Wayang Kamasan

1. Perempuan Bali jalani peran ganda selama pandemik

Perempuan Bali Hadapi Masalah Ekonomi Hingga Beban GandaLembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Centre (WCC) (Dok. IDN Times / LBH BWCC)

Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Centre (WCC), Ni Nengah Budawati, mengungkapkan bahwa perempuan Bali mengalami kesulitan karena harus berjuang dan turut memikirkan perekonomian keluarga. Mereka cenderung menjalankan peran ganda.

Selain memenuhi kewajiban domestik, juga mencari jalan untuk menambah pendapatan keluarga, baik dengan menjual makanan, membuat kerajinan, bahkan mencoba hal-hal baru di luar kebiasaannya.

“Keterlibatan perempuan dalam perekonomian keluarga diyakini akan memberikan solusi dalam persoalan keuangan keluarga tersebut,” ujar Nengah Budawati, pada Kamis (21/4/2022).

2. Ada tambahan masalah lain yang ditanggung perempuan Bali

Perempuan Bali Hadapi Masalah Ekonomi Hingga Beban GandaIlustrasi perempuan Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Belum selesai berjibaku dengan tantangan pandemik, perempuan Bali harus menghadapi persoalan lainnya. Kenaikan harga bahan pokok semakin menyulitkan dan merugikan ibu rumah tangga. Mereka kian terjepit tanpa solusi yang jelas dari pemerintah. Harga bahan baku terus naik, tapi berbagai kebutuhan sehari-hari tetap harus dipenuhi. 

“Dengan meningkatnya harga kebutuhan bahan pokok seperti minyak goreng yang saat ini sampai dua kali lipat dan semakin langka, akan membuat sulit perkonomian masyarakat miskin, khususnya perempuan yang sebagian besar bekerja di sektor informal seperti pedagang makanan yang hidup dari hasil berjualan,” jelasnya.

Budawati mengungkapkan bahwa pemerintah sebagai pengambil keputusan diharapkan segera mengambil langkah-langkah atau solusi agar ketimpangan harga kebutuhan sehari-hari bisa diatasi secepat mungkin. 

3. Perceraian di masa pandemik cenderung meningkat

Perempuan Bali Hadapi Masalah Ekonomi Hingga Beban GandaIlustrasi perempuan Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Selain itu, selama pandemik ini, persoalan rumah tangga pun meningkat. Budawati menyebutkan angka perceraian bertambah. Di mana penyebabnya termasuk faktor ekonomi, yakni menurunnya jumlah pendapatan keluarga. Karena banyak pekerja dari sektor pariwisata mengalami pemutusan kerja.

“Bahkan pelaku perceraian saat ini adalah dari pekerja yang ke luar negeri. Namun persoalan rumah tangga ini bisa diatasi jika sama-sama memahami situasi saat pandemik dan bersama-sama mencari solusi,” jelasnya.

4. Momen G20 diharapkan mendorong pemerintah menentukan kebijakan mendukung posisi perempuan

Perempuan Bali Hadapi Masalah Ekonomi Hingga Beban Gandailustrasi peran perempuan di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Menimbang berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi perempuan di Bali, momen G20 yang nantinya akan digelar di Nusa Dua, Kabupaten Badung, pada November 2022 mendatang, diharapkan bisa mendorong pemerintah untuk tegas menentukan kebijakan yang lebih mendukung posisi perekonomian perempuan.

Selain itu momen G20 juga menjadi ajang advokasi terkait situasi ketidakadilan yang dihadapi perempuan. LBH WCC dan Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice berharap dengan kebijakan yang berpihak pada keadilan gender dan ekonomi perempuan, akan berdampak pula pada menurunnya tingkat kekerasan dan ketidakadilan yang dihadapi perempuan.

”Ketidakadilan ekonomi yang terus berlanjut pada perempuan disebabkan karena sistem patriarki di dalam masyarakat. Sistem ini diperkuat oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada perempuan. Berbagai program yang ada justru tidak melibatkan perempuan yang berdampak pada pemiskinan perempuan. Pada pertemuan G20 nanti, diharapkan suara-suara perempuan didengar untuk diadopsi menjadi sebuah keputusan,” ungkap perwakilan Aksi! untuk Keadilan Gender, Sosial dan Ekologi, Marhaini Nasution.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya