Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat Bali

Benarkah miskomunikasi atau hasil labnya yang lambat?

Denpasar, IDN Times - Seorang perempuan Warga Negara Asing (WNA) asal Inggris meninggal dunia di Ruang Isolasi Nusa Indah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, pada Rabu (11/3) lalu sekitar pukul 02.45 Wita. Perempuan berusia 53 tahun ini adalah pasien nomor 25 yang positif terinfeksi virus corona. Kabar ini tentu membuat 'kelabakan' sejumlah pihak, terutama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.

Kasus 25, begitu medis menyebut pasien tersebut, tiba di Bali pada tanggal 29 Februari 2020 melalui Bandar Udara (Bandara) Internasional I Gusti Ngurah Rai. Ia mengeluh tidak enak badan pada tanggal 3 Maret 2020. Sedangkan Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona atau COVID-19, Achmad Yurianto, menyebutkan Kasus 25 tiba di Indonesia empat hari yang lalu dan dalam keadaan kurang fit. "Memang keadaannya ketika datang ke Indonesia sudah sakit," kata Yuri di Istana Presiden Jakarta, Rabu (11/3) lalu.

Menurut cerita kronologi yang diungkap oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Kasus 25 ini berinisiatif sendiri pergi ke rumah sakit (RS) swasta di wilayah Kuta, Kabupaten Badung tanggal 3 Maret, ditemani oleh suaminya. Ia dirawat di RS tersebut hingga tanggal 8 Maret 2020, yang kata Made Indra, sudah sesuai prosedur penanganan terhadap pasien dalam pengawasan virus corona.

Tak kunjung sembuh, Kasus 25 dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 9 Maret 2020. Made Indra mengungkap, Kasus 25 ini telah menderita empat penyakit bawaan yaitu hipertensi, diabetes melitus, paru menahun, dan hipertiroid. Karena ada gejala-gejala seperti virus corona, RSUP Sanglah mengategorikannya sebagai pasien dalam pengawasan sebelum hasil lab dari Jakarta menyatakan positif virus corona.

Pada tanggal 11 Maret 2020 siang sekitar pukul 13.01 WIB, Yuri mengumumkan kematian Kasus 25 yang positif virus corona. Pasien ini merupakan WNA berusia 53 tahun. “Tadi malam, pukul 02.00 WIB lewat dikit, Pasien nomor 25 meninggal dunia, pasien saat masuk telah mengalami sakit berat seperti hipertensi, paru menahun, diabetes,” katanya.

Ketika pengumuman itu muncul, satu media lokal di Bali membuat berita "WN Inggris, Pasien Infeksi Menular di RSUP Sanglah Meninggal". Sejumlah media lain di Bali lantas mencoba mengonfirmasi kebenaran tersebut kepada pihak Humas RSUP Sanglah dan Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali. Belum juga dapat jawaban, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali mengadakan jumpa pers sekitar pukul 15.00 Wita Rabu (11/3), terkait update Penanganan Virus Corona oleh Satgas Penanggulangan COVID-19 di Ruang Rapat Sekda, Kantor Gubernur Bali.

Dalam jumpa pers itu dijelaskan, bahwa Provinsi Bali melaporkan kematian pasien dalam pengawasan yang merupakan Warga Negara Inggris ke Jakarta tanggal 11 Maret 2020. Made Indra mengaku saat itu pula baru mendapatkan penjelasan, bahwa pasien dalam pengawasan yang dimaksud adalah pasien nomor 25 (Kasus 25).

“Jadi 48 dalam pengawasan, 38 sudah keluar hasil labnya negatif. Artinya itu sudah negatif ya kan. Sisa 10. Dari 10 ini tadi baru dikonfirmasi oleh Dirjen P2P bahwa satu adalah positif. Ya, kan? Yang telah disebut di Jakarta kemarin kasus nomor 25. Karena penjelasan Jubir Pemerintah itu kan nggak menyebut tempat. Tidak menyebut rumah sakit, tidak menyebut nama. Jadi kami pun tidak tahu,” jelas Made Indra ketika jumpa pers 11 Maret itu.

Jika dilihat dari kronologi di atas, kenapa pihak Bali baru mengetahui jika pasien dalam pengawasan itu adalah Kasus 25 dan positif virus corona, yang diumumkan meninggal dunia oleh Pemerintah Pusat? Lalu bagaimana sikap Bali pascakematian itu, meski pihak Jubir Yuri menyebutkan kalau virus corona bukan faktor utama penyebab kematian Kasus 25?

1. Prosedur penyampaian status pasien yang dinyatakan positif virus corona sudah ada SOP-nya

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Wira Sanjiwani

Ketika mendapat pertanyaan terkait prosedur penyampaian status pasien yang dinyatakan positif COVID-19 dari Jakarta ke pihak pasien maupun Diskes Provinsi Bali, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Wayan Widia, menegaskan bahwa prosedur tersebut sudah ada di Standar Operasional Prosedur (SOP), terkait bagaimana menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat, pihak rumah sakit, maupun Diskes.

“Nah ini barangkali yang perlu kami cari. Kemarin kan sudah Pak Jubir tidak boleh langsung menyampaikan ke pasiennya. Nah ini, jujur saya sampaikan kami baru mendapatkan hasil resminya hari ini (Kamis, 12 Maret 2020),” terang Widia setelah menghadiri Rapat Kesiapsiagaan Pemprov Bali Menghadapi COVID-19 bersama Wakil Gubernur (Wagub) Bali di Ruang Rapat Praja Sabha, Kantor Gubernur Bali, Kamis (12/3) kemarin.

2. Kalau hasil lab tidak segera disampaikan, akan menjadi bumerang buat Bali

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Ayu Afria Ulita

Pihaknya berharap komunikasi ini selanjutnya bisa berjalan cepat, dan hasil pemeriksaan laboratorium bisa segera didapatkan. “Karena selama ini, barangkali hasilnya selalu lambat kami dapatkan,” ujar Widia.

Wagub Provinsi Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alis Cok Ace, ikut menanggapi ketika menemani Widia menyampaikan statement tersebut di hadapan awak media. Menurut Cok Ace, yang terpenting saat ini adalah bagaimana informasi tersebut bisa lebih terbuka. Sehingga walaupun tidak dalam pengawasan pemerintah, mereka sudah memiliki kesadaran. Di mana ketika merasa ada interaksi dengan pasien tersebut, secara kesadaran sendiri melakukan pemeriksaan diri.

“Kalau nggak disampaikan, malah jadi bumerang bagi kita,” jelas Cok Ace.

Baca Juga: 4 Cara RSUP Sanglah Denpasar Mencegah Penyebaran Virus Corona

3. Pemprov Bali mengaku tidak bisa menjamin 21 orang yang kontak dengan pasien nomor 25 tidak menyebarkan virus corona

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Wira Sanjiwani

Setelah melakukan tracing terhadap pihak-pihak yang kontak dengan pasien nomor 25, petugas langsung menetapkan 21 orang dalam pengawasan. Mereka kemudian diisolasi di dalam rumahnya masing-masing selama 14 hari.

Namun Widia menyatakan pihaknya juga tidak bisa menjamin, bahwa 21 orang tersebut tidak menularkan penyakit pandemic ini.

“Kami sudah melakukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) juga, yang bersangkutan itu untuk mengurangi aktivitas keluar, mereka harus menggunakan masker. Nah ini kami menunggu hasilnya,” jelasnya.

Adakah jaminan jika tidak ada penularan kepada keluarga 21 orang dalam pengawasan tersebut?

“Nah ini kami tidak. Kami kan masih menunggu hasilnya, dan mereka sudah kasih tahu menggunakan masker,” jawabnya.

Sejauh ini memang belum ada penambahan orang dalam pengawasan. Pun pihaknya belum bisa menelusuri orang-orang siapa saja yang telah kontak dengan 21 orang tersebut.

“Ini tim kami turun ke lapangan terus, melakukan tracing. Kami anggap tracing kontak yang pertama. Nanti setelah ini, kami lakukan tracing yang pertama dengan siapa-siapa mereka kontak. Yang kami fokuskan 21 ini dulu,” ujarnya.

Baca Juga: [BREAKING] Jenazah WNA Positif COVID-19 Dikremasi di Taman Mumbul Bali

4. APD di rumah sakit Bali hanya bisa bertahan untuk beberapa hari saja

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Widia mengaku ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) juga menjadi kendala saat ini. Pihaknya sudah meminta ke Kementerian Kesehatan, namun belum tahu pasti berapa jumlah yang akan diterima. Lantaran tidak hanya Bali saja yang membutuhkannya.

“Ya itu memang salah satu masalah, barangkali untuk kita semua. Bukan hanya di Bali, tetapi di Indonesia, termasuk dunia. Karena kasus ini kan sudah menyebar di beberapa negara. Jadi APD ini menjadi salah satu kendala kita saat ini. Di Provinsi Bali untuk APD saat ini masih ada kita, tapi ke depannya ini. Kemarin kami kontak ke Kemenkes dibilang sih kemarin sudah kirim lagi,” ungkapnya.

5. Moeldoko menduga ada miskomunikasi

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliKepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis 12 Maret 2020 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Sementara itu Juru bicara penanganan virus corona atau COVID-19, Achmad Yurianto, mengatakan dokter tak wajib memberi tahu pemerintah daerah (Pemda) terkait informasi pasien positif virus corona.

Terkait ketidaksamaan informasi yang diberikan Yurianto dan yang diterima oleh Pemda Bali, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun menduga ada kesalahpahaman komunikasi antara pusat dan daerah.

Moeldoko menyampaikan persoalannya hanya pada protokol. Dia mengatakan, pemerintah sendiri telah mengatur protokol penanganan komunikasi tentang virus corona.

"Sebenarnya dengan protokol kalau dicermati dan dijalankan dengan baik maka itu bisa berjalan. Maka protokol kalau tidak dijalankan dengan bagus, ya gak lancar," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).

Namun Moeldoko mengaku belum mengetahui pasti kenapa bisa ada kesalahpahaman komunikasi antara pemerintah pusat dan Pemda Bali.

"Case-nya saya tidak tahu persis. Tapi mungkin persoalan miskomunikasinya ada di situ," kata dia.

Baca Juga: 6 Cara Cuci Tangan yang Benar Pakai Sabun Atau Alkohol

6. Alur penanganan dan prosedur pelaporan virus corona:

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Sukma Shakti

Berdasarkan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tanggal 17 Februari 2020, umumnya untuk menemukan kasus virus corona di pintu masuk negara diawali dengan penemuan pasien demam disertai gangguan pernapasan yang berasal dari negara terjangkit. Kegiatan tindakan pengawasan kedatangan orang ini meliputi:

  1. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel, penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara terjangkit, melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared, dan pengamatan visual
  2. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan pada orang
  3. Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam dan menunjukkan gejala-gejala pneumonia di atas alat angkut, petugas KKP melakukan pemeriksaan dan penanganan ke atas alat angkut dengan menggunakan APD yang sesuai
  4. Pengawasan kedatangan orang dilakukan melalui pengamatan suhu tubuh dengan menggunakan alat pemindai suhu massal (thermal scanner) ataupun thermometer infrared, serta melalui pengamatan visual terhadap pelaku perjalanan yang menunjukkan ciri-ciri penderita COVID-19
  5. Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam melalui thermal scanner/thermometer infrared, maka dilakukan observasi dan wawancara lebih lanjut.

Ketika pelaku perjalanan tersebut memenuhi kriteria pasien dalam pengawasan, maka dilakukan:

  1. Tatalaksana sesuai kondisi pasien termasuk disinfeksi pasien dan merujuk ke RS rujukan (lihat Kepmenkes Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan RS Rujukan Penanggulangan Flu Burung/Avian Influenza) dengan menggunakan ambulans penyakit infeksi dengan menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) berbasis kontak, droplet, dan airborne
  2. Melakukan tindakan penyehatan terhadap barang dan alat angkut
  3. Mengidentifikasi penumpang lain yang berisiko (Kontak erat)
  4. Terhadap kontak erat (Dua baris depan belakang kanan kiri) dilakukan pemantauan
  5. Melakukan pemantauan terhadap petugas yang kontak dengan pasien
  6. Pemberian Health Alert Card (HAC) dan komunikasi risiko
  7. Notifikasi kurang dari 24 jam ke Ditjen P2P melalui Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) ditembuskan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan dilakukan pencatatan menggunakan formulir notifikasi. Notifikasi ke Dinas Kesehatan dimaksudkan untuk koordinasi pemantauan kontak erat.

Masih merujuk pada pedoman dari Kemenkes RI, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh instansi untuk merespon pasien dalam pengawasan, seperti berikut ini:

Prosedur respon Fasyankes lain (RS, Klinik) kepada pasien dalam pengawasan

  • Tatalaksana sesuai kondisi
  • Koordinasi dengan RS rujukan
  • Rujuk pasien ke RS rujukan dengan memerhatikan prinsip PPI
  • Notifikasi 1x24 jam ke puskesmas/diskes setempat
  • Mengidentifikasi kontak erat yang berasal dari pengunjung maupun petugas kesehatan
  • Berkoordinasi dengan puskesmas/diskes setempat terkait pemantauan kontak erat
  • Mencatat dan melaporkan hasil pemantauan kontak secara rutin dan berjenjang menggunakan form
  • Melakukan komunikasi risiko baik kepada pasien, keluarga dan pengunjung.

Prosedur respon rumah sakit rujukan kepada pasien dalam pengawasan

  • Tatalaksana sesuai kondisi pasien
  • Isolasi di rumah sakit
  • Notifikasi 1x24 jam ke diskes setempat
  • Pengambilan spesimen dan berkoordinasi dengan diskes setempat terkait pengiriman spesimen
  • Melakukan komunikasi risiko baik kepada pasien, keluarga dan pengunjung
  • Melakukan pemantauan kontak erat yang berasal dari keluarga pasien, pengunjung, petugas kesehatan
  • Mencatat dan melaporkan hasil pemantauan kontak secara rutin dan berjenjang menggunakan form.

Baca Juga: Prosedur Penanganan Jenazah Pasien Positif Virus Corona

7. RSUP Sanglah membuat kebijakan yang diberlakukan sejak tanggal 12 Maret 2020 pascakematian Kasus 25 positif virus corona di Bali

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Wira Sanjiwani

Potensi penyebaran virus ini tentu lebih besar terjadi jika tidak diambil langkah pencegahan. Untuk mencegahnya, RSUP Sanglah yang kini menjadi epicenter infeksi virus corona, akan melakukan beberapa tindakan yang diberlakukan sejak Kamis (12/3). Menurut Direktur Utama (Dirut) RSUP Sanglah, dr Wayan Sudana MKes, berikut ini langkah-langkah yang mereka lakukan, di antaranya:

  1. Petugas akan melakukan thermal gun kepada petugas dan pengunjung pasien yang masuk-keluar Ruang Wings Amerta
  2. Pembatasan akses di selasar menuju Ruang Isolasi Nusa Indah
  3. Melakukan dekontaminasi para petugas dan ruangan isolasi, termasuk ambulans yang digunakan untuk membawa pasien dalam pengawasan maupun jenazah pasien virus corona
  4. Perawat yang bertugas di ruang isolasi akan dikarantina selama dua minggu setelah selesai bertugas
  5. Mengarantina perawat selama dua minggu setelah jam shift di ruangan isolasi telah selesai. Rumah karantina ini disiapkan di rumah dinas direktur yang kosong.

Baca Juga: 2 Perawat yang Tangani Pasien Suspect Virus Corona di Bali Alami Demam

8. RSUP Sanglah mengalami keterbatasan tenaga perawat dalam menangani pasien virus corona. Jam kerja perawat akan diperpanjang jika ada pasien yang positif virus corona

Lambatnya Info Hasil Lab Pasien Virus Corona Jadi Bumerang Buat BaliIDN Times/Wira Sanjiwani

Sementara itu dua perawat yang bertugas di Ruang Isolasi Nusa Indah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar jatuh sakit dan mengalami gejala demam. Pihak RSUP Sanglah lalu merawat dua perawat tersebut di Ruang Isolasi Nusa Indah. Direktur Utama (Dirut) RSUP Sanglah, dr I Wayan Sudana MKes, mengatakan dua perawat yang jatuh sakit ini kondisinya membaik.

''Tetapi karena ada riwayat kontak dengan pasien pengawasan COVID-19, kami rawat di ruang isolasi dulu. Kondisi membaik,'' ujar Sudana ketika ditemui IDN Times di RSUP Sanglah, Kamis (12/3).

Sudana mengakui RSUP Sanglah mengalami keterbatasan tenaga perawat dalam menangani pasien virus corona. Saat ini RSUP Sanglah memiliki 20 perawat yang bisa menangani kasus Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

"Masih dibutuhkan 16 orang lagi. Ini sedang dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengenai tambahan tenaga ini," ungkap Sudana.

Namun apabila terjadi peningkatan jumlah kasus positif dan tenaganya masih terbatas, maka RSUP Sanglah sudah menyiapkan skenario berupa memperpanjang jam kerja perawat selama satu atau dua minggu.

Tempat istirahat para perawat ini juga akan disiapkan di Ruang Nusa Indah. Apabila tugasnya selesai, mereka tidak langsung dipulangkan ke rumah, tetapi dikarantina dulu selama dua minggu.

Baca Juga: Stok Alat Pelindung Diri di RSUP Sanglah Cukup Untuk 5 Hari ke Depan

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya