TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sarasmini Tetap Kelola Sampah Meski Ada COVID-19 di Tabanan

Jika ibu-ibu PKK ini vakum, trus siapa yang angkut sampah?

Ketua KSM Bantas Lestari, Ni Nyoman Sarasmini. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Seorang ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dari Desa Bantas menemukan banyak Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ilegal di Desa Bantas, Selemadeg Timur. Kondisi ini membuat lingkungan tempat tinggalnya terlihat kotor dan kumuh. Ia lalu berinisiatif membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bantas Lestari untuk mengelola TPS 3R (Reuse, Reduce, Recycling) tahun 2017 lalu. Pengurusnya adalah ibu-ibu PKK dan perwakilan dari masing-masing banjar di Desa Bantas.

Selama dua tahun KSM Bantas Lestari terbentuk, sampah yang dikelolanya sudah terpadu. Mulai dari mengolah sampah hingga menjadi pupuk organik, menjualnya ke pengepul untuk sampah anorganik, dan menyerap banyak tenaga kerja. Usaha pengelolaan sampah ini ternyata masih beroperasional meski ada wabah COVID-19. Pencetusnya adalah Ni Nyoman Sarasmini. Bagaimana kisah perjuangannya? Berikut ulasan selengkapnya:

1. TPS yang dikelolanya melayani 386 KK. Setiap hari mengelola tujuh kubik sampah

Pengelolaan sampah di TPS 3R yang dikelola KSM Bantas Lestari (Dok.IDN Times/Istimewa)

Sarasmini kini menjabat sebagai Ketua KSM Bantas Lestari. Setelah dua tahun berjalan, TPS 3R yang dikelolanya melayani 386 Kepala Keluarga (KK) di seluruh Desa Bantas. Setidaknya KSM Bantas Lestari menerima tujuh kubik sampah per hari baik organik, kertas maupun plastik.

Usaha pengelolaan dan pengolahan sampah tetap beroperasional meski ada wabah COVID-19. Enam pekerja yang bertugas mengangkut, mengelola dan mengolah sampah di TPS tersebut tetap menerima upah secara rutin meski, diakuinya, saat ini harga sampah plastiknya jatuh.

Sehingga pihaknya memutuskan untuk menyimpan sampah plastik di hanggar KSM Bantas Lestari sambil menunggu harga sampah plastik kembali naik.

"Harganya jatuh. Dari Rp5000 per kilogram menjadi Rp2000 per kilogram. Sehingga kami memutuskan tidak menjualnya dulu. Disimpan sementara di hanggar," ujar Sarasmini kepada IDN Times, Selasa (21/4).

Pendapatannya ia peroleh dari langganan angkut sampah per bulan, penjualan sampah kertas atau kardus, dan penjualan pupuk organik.

2. Pupuk organik dijual Rp1500 per kilogram

Pengolahan sampah menjadi pupuk organik di TPS 3R KSM Bantas Lestari (Dok.IDN Times/Istimewa)

Selain mengolah sampah anorganik seperti plastik, kertas dan kardus, TPS 3R KSM Bantas Lestari juga mengolah sampah organik menjadi pupuk. Kata Sarasmini, 50 persennya mengolah sampah organik, 20 persen plastik, lima persen kardus, dan residu 25 persen.

Sampah organik yang kebanyakan berupa daun ini dikelola TPS 3R menjadi pupuk organik. Rata-rata pupuk organik yang dihasilkan sebanyak 500 kilogram per bulan. Lalu dijual kepada masyarakat atau petani.

"Saat ini banyak petani yang mulai beralih memakai pupuk organik," katanya.

Harga pupuk organik dijual Rp1500 per kilogram jika bahan bakunya hanya daun saja. Jika ditambah dengan media tanam seperti tanah subur atau pupuk kandang menjadi Rp1800 per kilogram.

Baca Juga: Kisah 5 Warga Bali yang Kreatif Cari Peluang Usaha di Tengah COVID-19

Berita Terkini Lainnya