TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ciri-ciri Kamu sedang Dimanipulasi Pasangan, Jangan Sampai Lengah

Hubungan toxic rentan terjadi karena manipulasi

Ilustrasi Toxic Relationship (IDN Times/Mardya Shakti)

Penulis: Ufiya Amirah

Teknik manipulasi atau tipu daya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sepihak saja, baik dari segi materi dan/atau non materi. Teknik ini tentunya tidak didasarkan perasaan cinta dan kasih, melainkan sebaliknya, jahat dan merugikan.

Dalam kondisi seperti itu, tidak jarang korban justru keliru mempersepsikan taktik muslihat pelaku. Dikira sayang, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Nah berikut ini ciri-ciri bahwa kamu sedang dimanipulasi oleh pasangan.

Baca Juga: Muda dan Berdaya! Inilah 5 Tokoh Feminisme Muda Inspiratif Zaman Now  

1. Posesif berlebihan untuk mengontrol pasangannya

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/MART PRODUCTION)

Profesor Psikologi John Jay College of Criminal Justice, Chitra Raghavan, dalam New York Times edisi 10 Januari 2022, menyebutkan bahwa seorang pelaku akan memberikan Love Bombing atau kasih sayang berlebih untuk mengontrol pasangannya.

Pelaku memberikan perhatian lebih untuk mendapatkan kesan korban bahwa ia memang benar-benar peduli. Padahal, pelaku tidak melakukannya atas dasar cinta, melainkan untuk memuaskan ego pribadi dengan mengontrol kehidupan pasangannya dengan begitu ketat.

Hubungan yang sehat adalah memberikan kebebasan secara demokratis pada pasangannya tanpa posesif berlebih. Jadi jangan terlalu senang ya bestie kalau pasangan kalian sering meneror 24/7. Bukan karena perhatian, tapi itu posesif toxic!

2. Selalu merasa salah dan ketergantungan dengan pasangan

Foto hanya ilustrasi. (pexels.com/pixabay)

Ada yang pernah ketergantungan dengan pasangan lantaran seringkali selalu merasa bersalah? Bestie, ini adalah gejala kamu sedang dimanipulasi.

Gaslighting digunakan untuk memperdaya korban bahwa kesalahan pelaku disebabkan oleh kesalahan korban. Oleh karena itu, korban selalu merasa ragu atas segala keputusannya.

Paige L.Sweet dalam tulisannya The Sociology of Gaslighting yang diterbitkan pada tahun 2019, menjelaskan bahwa gaslighting berlangsung atas adanya ketimpangan relasi kuasa dan diskriminasi gender.

Dalam hal relasi kuasa, siapa yang bergantung terhadap siapa yang memiliki power, masuk dalam kategori relasi toxic. Pelaku akan memanfaatkan kuasanya dengan sifat ketergantungan korban agar korban tetap bertahan dalam kuasanya.

"Aku selingkuh karena kamu cuek ke aku."

Walaupun sakit hati, korban akan menganggap bahwa perselingkuhan tersebut disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal, setiap individu memiliki tanggung jawab sendiri atas tindakan yang diperbuatnya.

3. Memoroti keuangan dengan iming-iming cinta dan sayang

ilustrasi pasangan kekasih (pexels.com/Polina Zimmerman)

Mengacu pada Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (2019), semenjak pandemik, segala aktivitas mulai masif dilakukan secara digital. Bahkan, interaksi kontak yang berpasangan juga turut dilakukan menggunakan metode online. Sudah bukan hal yang tabu lagi, apabila relasi romantis diawali perkenalan, lalu jadian via media maya.

Dunia digital telah mempermudah pelaku untuk melakukan Love Scam kepada korban guna mendapatkan keuntungan materi. Sesudah dekat dengan korban secara emosional, pelaku akan menuntut korban untuk memenuhi hasrat seksualnya via daring.

Biasanya foto dan/atau video telanjang korban akan dijadikan alat untuk mengeksploitasi korban. Pelaku akan meminta uang dengan nominal tertentu kepada korban. Apabila tidak diberikan, dokumentasi tersebut akan disebarluaskan.

Ibarat benalu, pelaku akan memoroti keuangan korban dengan iming-iming cinta dan sayang. Bestie, kalo pasangan memang cinta, sharing cost atau berbagi keuangan dilakukan secara demokratis, bukan eksploitatif. Hak dan kewajiban seseorang haruslah setara.

Berita Terkini Lainnya