Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Alasan Dosen Selingkuh Rentan Melibatkan Mahasiswa

ilustrasi seseorang dosen (pexels.com/RDNE Stock project)

Fenomena dosen selingkuh memang bukan hal baru di dunia kampus. Tapi yang bikin prihatin adalah ketika kasus ini melibatkan mahasiswa, yang seharusnya ada dalam posisi terlindungi. Hubungan akademik yang seharusnya profesional bisa jadi bias ketika emosi, kepentingan pribadi, dan penyalahgunaan wewenang ikut bermain. Relasi seperti ini gak bisa dianggap sepele karena membawa dampak serius, baik secara akademik maupun psikologis.

Banyak mahasiswa yang akhirnya terjebak dalam hubungan tak sehat karena gak tahu harus bersikap seperti apa. Bahkan, beberapa dari mereka gak sadar bahwa mereka sedang berada dalam situasi yang dimanipulasi. Penting banget buat membahas kenapa hubungan tak wajar ini bisa terjadi, dan kenapa mahasiswa jadi pihak yang paling rentan. Berikut enam alasannya yang patut kamu waspadai.

1. Relasi kuasa bikin mahasiswa sulit menolak

ilustrasi pasangan selingkuh (pexels.com/Israyosoy S.)

Dosen punya posisi kuasa yang besar dalam kehidupan akademik mahasiswa. Mereka bisa menentukan nilai, memengaruhi kelulusan, atau membuka akses ke peluang kerja dan beasiswa. Dalam posisi seperti itu, mahasiswa seringkali merasa gak punya pilihan selain menuruti permintaan dosennya, bahkan jika permintaan itu melanggar batas pribadi. Ketidakseimbangan kekuasaan ini bikin mahasiswa jadi lebih mudah dimanipulasi.

Bahkan ketika merasa gak nyaman, mahasiswa bisa takut menolak karena khawatir akan berdampak pada akademiknya. Beberapa bahkan merasa bersalah jika menolak, karena sudah diberi perhatian lebih atau bantuan. Sayangnya, banyak relasi seperti ini disamarkan sebagai “kedekatan personal” yang dianggap wajar di dunia kampus. Padahal, ketimpangan kekuasaan tetap menjadikan hubungan itu gak sehat sejak awal.

2. Komunikasi intensif bisa berujung keterikatan emosional

ilustrasi pasangan (freepik.com/freepik)

Dosen dan mahasiswa seringkali berinteraksi dalam jangka waktu lama, entah lewat bimbingan skripsi, proyek riset, atau kegiatan organisasi. Kedekatan yang awalnya profesional bisa berubah jadi personal, apalagi kalau salah satu pihak sedang mengalami masalah pribadi. Dalam situasi ini, keterikatan emosional bisa tumbuh tanpa disadari. Hubungan pun bergeser dari kerja sama akademik jadi hubungan yang lebih intim.

Ketika kedekatan ini tidak disikapi secara profesional, batasan pun jadi kabur. Dosen yang sedang menghadapi masalah rumah tangga bisa melihat mahasiswa sebagai pelarian emosional. Sebaliknya, mahasiswa mungkin merasa spesial karena diberi perhatian lebih dari figur otoritatif. Padahal, hubungan semacam ini tetap berisiko tinggi dan gak layak dibiarkan berkembang begitu saja.

3. Lingkungan kampus longgar soal etika relasi

ilustrasi seseorang dosen (pexels.com/Yan Krukau)

Sayangnya, masih banyak kampus yang belum punya aturan tegas tentang etika hubungan antara dosen dan mahasiswa. Tanpa pedoman yang jelas, batas profesional jadi gampang dilanggar dan pelanggaran pun susah ditindak. Akibatnya, hubungan tak pantas bisa terjadi diam-diam tanpa ada mekanisme pengawasan yang efektif. Hal ini membuat mahasiswa semakin rentan jadi korban dalam sistem yang seharusnya melindungi mereka.

Institusi pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi semua pihak, terutama mahasiswa. Ketika tak ada sistem yang mendukung, mahasiswa bisa kesulitan melapor dan malah takut mengalami pembalasan. Kasus-kasus seperti ini akhirnya dianggap urusan pribadi dan tidak masuk ranah institusional. Padahal, penyalahgunaan relasi kuasa jelas merupakan pelanggaran serius dalam dunia akademik.

4. Mahasiswa dianggap lebih mudah dikendalikan

ilustrasi seseorang mahasiswa (pexels.com/RDNE Stock project)

Beberapa dosen yang selingkuh sengaja memilih mahasiswa sebagai pasangan karena merasa lebih mudah mengendalikannya. Mahasiswa biasanya masih mencari validasi dan bisa kagum terhadap sosok dosen yang karismatik atau pintar. Dalam kondisi seperti ini, mahasiswa lebih rawan terbujuk atau bahkan merasa beruntung menjalin relasi personal. Padahal, di balik relasi tersebut, ada potensi manipulasi yang besar.

Selain itu, mahasiswa belum tentu paham hak-haknya dalam relasi akademik. Mereka juga belum tentu tahu cara membatasi hubungan agar tetap profesional. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh oknum dosen untuk memperluas kontrolnya. Alih-alih setara, hubungan seperti ini justru sering menjadi bentuk eksploitasi emosional yang terselubung.

5. Kurangnya edukasi soal batas profesional

ilustrasi pasangan (pexels.com/Andre Furtado)

Banyak mahasiswa maupun dosen belum mendapatkan pemahaman memadai tentang batas profesional. Dalam beberapa kasus, hubungan yang tidak sehat justru dianggap biasa karena tidak melibatkan paksaan fisik atau kekerasan verbal. Akibatnya, banyak yang menganggap hubungan tersebut sebagai hal yang lumrah. Padahal, konteks kekuasaan tetap menjadikan relasi itu tidak setara.

Tanpa edukasi yang jelas, relasi yang melanggar batas bisa tumbuh tanpa disadari. Mahasiswa butuh tahu bahwa “suka sama suka” pun bisa tetap problematik dalam konteks akademik. Kampus seharusnya menyediakan materi atau pelatihan etika untuk semua civitas akademika. Dengan begitu, semua pihak bisa lebih paham bagaimana menjaga profesionalisme.

6. Banyak kasus dianggap urusan pribadi dan ditutup

ilustrasi pasangan (pexels.com/Kampus Production)

Satu penyebab kasus dosen selingkuh jarang terungkap adalah karena dianggap sebagai urusan pribadi. Banyak kampus memilih untuk bungkam agar reputasi institusi tidak tercoreng. Padahal, ketika relasi itu melibatkan mahasiswa, artinya sudah menyangkut keselamatan dan kenyamanan individu dalam sistem akademik. Menutup-nutupi kasus hanya akan membuat pelanggaran serupa terus berulang.

Mahasiswa yang jadi korban sering kali bingung harus melapor ke siapa. Kalaupun berani melapor, mereka bisa mengalami tekanan atau bahkan pembalasan dari sistem. Sayangnya, budaya menyalahkan korban masih kerap muncul dalam kasus seperti ini. Kampus perlu membuat sistem pelaporan yang aman dan berpihak pada korban agar masalah seperti ini bisa diselesaikan secara adil.

Hubungan antara dosen dan mahasiswa seharusnya dibangun atas dasar profesionalisme, bukan ketertarikan pribadi. Saat relasi kuasa disalahgunakan, mahasiswa jadi pihak yang paling rentan mengalami tekanan, manipulasi, bahkan eksploitasi. Maka penting untuk menyadari bahwa fenomena ini bukan cuma soal moral pribadi, tapi juga soal sistem yang belum cukup aman.

Kampus punya peran besar untuk mencegah, mengedukasi, dan melindungi civitas akademika dari relasi tak sehat. Mahasiswa juga perlu tahu bahwa mereka berhak mendapatkan ruang belajar yang aman dan bebas dari tekanan personal. Sudah saatnya isu ini dibicarakan secara terbuka dan direspons dengan serius. Bukan lagi ditutup rapat demi jaga nama baik semata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us