Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Teknik Persuasi yang Sering Dipakai dalam Iklan, Familiar?

Ilustrasi sedang scrolling (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi sedang scrolling (Pexels.com/cottonbro studio)

Lagi asyik scroll TikTok atau Instagram, eh, secara gak sadar masukin produk ke keranjang. Atau nonton iklan di TV terus mikir, “Iya ya, kayaknya aku butuh ini deh,” padahal sebelumnya gak kepikiran sama sekali. Nah, itu bukan sekadar kebetulan. Ada teknik persuasi yang bekerja di balik layar dan bikin kita terpengaruh tanpa sadar.

Iklan, baik yang bentuknya halus maupun terang-terangan, sering banget pakai cara-cara psikologis buat menarik perhatian dan memengaruhi keputusan kita. Mulai dari kata-kata yang dipilih, gaya penyampaian, sampai siapa yang ngomongin produknya, semuanya dirancang buat menggugah emosi dan rasa penasaran. Yuk kenali teknik-tekniknya, biar kamu bisa jadi pembeli yang lebih sadar dan gak gampang terjebak rayuan iklan!

1. Social proof: “Orang lain juga pakai kok!”

Ilustrasi sedang bekerja (Pexels.com/Zeynep Sude Emek)
Ilustrasi sedang bekerja (Pexels.com/Zeynep Sude Emek)

Satu teknik yang paling sering dipakai adalah social proof atau bukti sosial. Ini adalah kondisi di mana kita cenderung percaya pada sesuatu karena banyak orang lain juga percaya atau melakukannya. Misalnya, iklan yang bilang, “Sudah 1 juta orang pakai produk ini!” atau testimoni dari pengguna yang tampak puas banget. Bahkan komentar positif di marketplace pun bisa jadi bentuk social proof.

Manusia secara alami punya dorongan buat gak ketinggalan. Ketika kita lihat banyak orang menggunakan atau merekomendasikan suatu produk, otak kita langsung menganggap produk itu pasti bagus. Padahal, belum tentu cocok buat semua orang. Tapi karena merasa “yang lain aja beli, masa aku enggak?”, akhirnya kita pun ikut-ikutan. Teknik ini sering banget dipakai di iklan skincare, makanan, hingga aplikasi digital.

2. Scarcity: “Stok terbatas! Buruan sebelum kehabisan!”

Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Tianwang Xiao)
Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Tianwang Xiao)

Pernah lihat iklan flash sale yang bilang “tersisa 3 barang lagi” atau “diskon cuma sampai malam ini”? Nah, itu contoh teknik scarcity atau kelangkaan. Teknik ini memanfaatkan rasa takut kita akan kehilangan kesempatan alias fear of missing out (FOMO). Karena merasa waktu terbatas atau stok sedikit, kita jadi tergesa-gesa membeli tanpa mikir panjang.

Scarcity bikin kita merasa harus cepat ambil keputusan. Padahal, bisa aja itu cuma strategi buat bikin kita panik. Efek psikologisnya kuat banget, karena otak kita menilai sesuatu yang langka itu lebih berharga. Jadi jangan heran kalau kamu ngerasa “cepat check out” pas ada tulisan “hampir habis”. Itu emang disengaja biar kamu gak sempat mikir dua kali.

3. Authority: “Kata dokter/ahli...”

Ilustrasi skincare-an (Pexels.com/Moose Photos)
Ilustrasi skincare-an (Pexels.com/Moose Photos)

Teknik persuasi ini pakai tokoh atau figur yang dianggap punya otoritas atau keahlian di bidangnya. Misalnya, iklan obat yang disampaikan oleh seseorang berpakaian seperti dokter, atau produk kecantikan yang direkomendasikan oleh beauty expert. Bahkan di media sosial pun banyak konten endorse yang menyelipkan “menurut studi…” atau “berdasarkan saran ahli…”

Kenapa ini efektif? Karena kita cenderung percaya pada orang yang kita anggap lebih tahu. Apalagi kalau penyampaiannya meyakinkan dan pakai istilah-istilah ilmiah yang terdengar “pintar”. Padahal belum tentu mereka benar-benar ahli atau ada bukti valid di balik klaim itu. Tapi karena visual dan narasinya meyakinkan, kita langsung tertarik dan percaya. Teknik ini sering bikin kita membeli tanpa riset lebih dalam.

4. Emotional appeal: “Bikin kamu merasa lebih dekat, lebih diterima”

Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Laura James)
Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Laura James)

Iklan yang baik bukan cuma kasih tahu apa produknya, tapi juga bikin kita merasa sesuatu. Teknik ini disebut emotional appeal, yaitu pendekatan yang menargetkan perasaan kita, bukan logika. Misalnya, iklan makanan yang menggambarkan suasana hangat keluarga saat makan bersama. Atau produk parfum yang dikaitkan dengan rasa percaya diri dan kesan elegan.

Emosi adalah pemicu keputusan yang sangat kuat. Kalau sebuah iklan bisa bikin kita merasa senang, haru, atau terhubung, kemungkinan besar kita akan tertarik beli produknya. Bahkan, banyak brand besar yang fokusnya bukan di produknya, tapi di nilai atau perasaan yang ingin mereka bangun lewat iklan. Dan tanpa sadar, kita jadi punya “hubungan emosional” dengan brand tersebut.

Gak semua teknik persuasi itu buruk, kok. Banyak juga yang memang membantu kita mengenal produk dengan lebih menarik. Tapi penting buat kita sebagai konsumen untuk lebih aware. Kalau kamu tahu trik-trik di balik iklan, kamu bisa lebih rasional dalam mengambil keputusan, gak cuma berdasarkan rasa penasaran atau tekanan sesaat.

Next time kamu nonton iklan atau scroll TikTok dan tiba-tiba ingin beli sesuatu, coba tarik napas dulu. Tanyain ke diri sendiri: “Aku butuh beneran, atau cuma kepancing iklan?” Dengan begitu, keuanganmu jadi lebih stabil dan aman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us