Sawah dan bangunan di Bali (IDN Times/Yuko Utami)
Menurut Rumawan, indekos dilihat sebagai peluang bisnis, sehingga menjadikan pembangunan kamarnya begitu banyak. Jumlahnya 20 kamar bahkan lebih dengan tiga lantai. Menjamurnya indekos tipe tersebut berpengaruh terhadap tata ruang. Rumawan menggambarkannya dengan perubahan pemanfaatan lahan.
“Sehingga pasti ada perubahan di tata ruang dan akibat ada perubahan pemanfaatan itu, jangan lupa bahwa beban lalu lintas juga akan meninggi walaupun mereka dekat, (tapi) tetap juga membutuhkan sepeda motor,” ujar Rumawan.
Efek lingkungan juga mengekor dari pesatnya pertumbuhan indekos ini, misalnya timbulan sampah. Ia juga menyoroti perubahan lingkungan di sekitar kawasan indekos. Dari kawasan yang tidak banjir, setelahnya akan menjadi banjir karena banyak lahan sawah maupun ladang, atau lahan tidur berubah menjadi lahan beton. Dampaknya, tanah tidak sanggup menyerap air dengan cepat sehingga air tergenang dan membanjiri lingkungan sekitarnya.
Menurutnya, efek negatif terhadap lingkungan ini tidak hanya diakibatkan oleh pembangunan indekos. Bagi Rumawan, pemerintah sebagai regulator memiliki kendali terhadap masifnya pembangunan akomodasi wisata dan indekos di lahan persawahan. Menurutnya, pemetaan titik lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun harus tegas dan jelas agar lingkungan tidak menjadi korban.
“Kalau saya melihatnya karena latar belakang saya arsitek, saya selalu berpikir dari segi perencanaan. Ada planning dulu. Jadi, planning, process, and design,” kata Rumawan.