Turis Menginap di Kos, IHGMA Bali: Perketat Imigrasi

Denpasar, IDN Times - Fenomena turis berwisata ke Bali yang memilih menginap di kos, cukup mengkhawatirkan para pebisnis dan pekerja hotel. Ketua Dewan Perwakilan Daerah The Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali, Komang Artana, mengungkapkan fenomena ini menimbulkan sejumlah efek.
“Tamu tidak semuanya menginap di hotel. Ada yang menginap di kos-kosan. Pengaruh dari itu semua menimbulkan efek yang signifikan terhadap bisnis,” kata Artana saat dihubungi IDN Times, pada Senin (21/4/2025).
1. Kedatangan dan okupansi menurun

Berdasarkan Rilis Perkembangan Transportasi Udara dan Laut Provinsi Bali 2025, jumlah penerbangan internasional yang berangkat dari Bali pada Februari 2025 tercatat sebanyak 2.897 penerbangan. Angka ini turun 12,87 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebanyak 3.325 penerbangan.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan, pada 8 April 2025 pernah mengungkapkan penurunan penerbangan dapat diasumsikan sebagai penurunan kunjungan wisatawan di Bali.
“Penurunan pariwisata di Bali masuk ke low season. Seperti ekspor, kedatangan di Bali menurun. Kedatangan di internasional menurun, asumsinya wisatawan (juga) turun,” kata Hermawan.
2. Tingkat okupansi menurun

Pada tingkat okupansi 2025, Artana melihat adanya penurunan. Sebagai perwakilan IHGMA Bali, Artana menilai penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor.
“Selain efisiensi, ada faktor lain seperti tadi. Banyak tamu tidak menginap di hotel, home stay mereka merambah kos-kosan,” ujar Artana.
Artana menegaskan, kos-kosan bukanlah tempat menginap untuk turis. Ia menjelaskan ada faktor keamanan dan kelayakan hunian yang tidak dimiliki kos-kosan.
3. Pengawasan tegas dari imigrasi

Artana menyarankan, pemerintah melalui imigrasi serta kerja sama dengan online booking hotel maupun travel agent agar menginformasikan kepada tamu beberapa syarat saat berwisata ke Bali. Syarat itu seperti turis memiliki tiket pulang dan tiket pergi, memberikan atau menunjukkan informasi lokasi menginap selama di Bali, di mana selama menginap di Bali, dan lainnya.
“Ini sinyal keras bagi tamu. Sehingga tidak terjadi kebocoran. Kebocorannya masif,” kata Artana.
Namun dari sisi pekerja hotel, penurunan okupansi ini juga berdampak pada hak-hak karyawan. Misalnya karyawan kontrak akan diliburkan, daily worker akan dipotong jam kerja atau dirumahkan.
"Ini situasi pelik terkait demand dan supply,” kata dia.