TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

15 Bentuk Kekerasan Seksual dan Artinya Versi Komnas Perempuan 

Daftar ini belum final dan kemungkinan ada yang lain

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan melakukan pemantauan selama 15 tahun sejak tahun 1998 hingga  2013 untuk memetakan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan. Selama ini tidak sedikit yang masih keliru memaknai setiap bentuk kekerasan tersebut. Mereka kesulitan, terutama dalam membedakan antara pelecehan dan perkosaan. 

Dilansir dari laman resmi Komnas Perempuan, komnasperempuan.go.id, berikut 15 bentuk kekerasan seksual dan penjelasannya. Hanya saja daftar ini belumlah final sebab ada kemungkinan terjadi perkembangan. 

Baca Juga: Ciri-ciri Kamu sedang Dimanipulasi Pasangan, Jangan Sampai Lengah

1. Perkosaan

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke arah vagina, anus, atau mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan,
tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan.

Pencabulan adalah istilah lain dari perkosaan yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Istilah ini digunakan ketika perkosaan dilakukan di luar pemaksaan penetrasi penis ke vagina dan ketika terjadi hubungan seksual pada orang yang belum mampu memberikan persetujuan secara utuh, misalnya terhadap anak atau seseorang di
bawah 18 tahun.

2. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan

IDN Times/Sukma Shakti

Tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis pada perempuan korban. Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain-lain. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.

3. Pelecehan seksual

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa
seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan
rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai
menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.

4. Eksploitasi seksual

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang, atau penyalahgunaan kepercayaan,
untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik, dan lainnya. Praktik eksploitasi seksual yang kerap ditemui adalah menggunakan kemiskinan perempuan sehingga ia masuk dalam prostitusi atau pornografi.

Praktik lainnya adalah tindakan mengiming- imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, lalu ditelantarkan. Situasi ini kerap disebut juga sebagai kasus “ingkar janji”. Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat, yang mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya. Perempuan menjadi merasa tak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak pelaku, agar ia dinikahi.

5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual

Ilustrasi Perdagangan Perempuan (IDN Times/Mardya Shakti)

Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang menguasainya, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya. Perdagangan perempuan dapat terjadi di dalam negara maupun antar negara.

6. Prostitusi paksa

Ilustrasi Prostitusi (IDN Times/Mardya Shakti)

Situasi di mana perempuan mengalami tipu daya, ancaman, maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi,
misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa kemiripan, namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual
atau dengan perdagangan orang untuk tujuan seksual.

7. Perbudakan seksual

Ilustrasi Prostitusi (IDN Times/Mardya Shakti)

Situasi di mana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi di mana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.

8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung

Ilustrasi Perkawinan Paksa. (IDN Times/Mardya Shakti)

Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut. Ada beberapa praktik di mana perempuan terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri.

Pertama, ketika perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orangtuanya agar dia menikah, sekalipun bukan dengan orang yang dia inginkan atau bahkan dengan orang yang tidak dia kenali. Situasi ini kerap disebut kawin paksa.

Kedua, praktik memaksa korban perkosaan menikahi pelaku. Pernikahan itu dianggap mengurangi aib akibat perkosaan yang terjadi. Ketiga, praktik cerai gantung yaitu ketika
perempuan dipaksa untuk terus berada dalam ikatan perkawinan, padahal ia ingin bercerai. Namun, gugatan cerainya ditolak atau tidak diproses dengan berbagai alasan baik dari pihak suami maupun otoritas lainnya.

Keempat, praktik “Kawin Cina Buta”, yaitu memaksakan perempuan untuk menikah dengan orang lain untuk satu malam dengan tujuan rujuk dengan mantan suaminya setelah talak tiga (cerai untuk ketiga kalinya dalam hukum Islam). Praktik ini dilarang oleh ajaran agama, namun masih ditemukan di berbagai daerah.

9. Pemaksaan kehamilan

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, untuk
melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan
kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya untuk menggunakan kontrasepsi sehingga perempuan itu tidak dapat mengatur jarak kehamilannya.

Pemaksaan kehamilan ini berbeda dimensi dengan kehamilan paksa dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Statuta Roma, yaitu situasi pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang perempuan untuk hamil secara paksa, dengan maksud
untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi atau untuk melakukan pelanggaran hukum internasional lainnya.

10. Pemaksaan aborsi

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun
paksaan dari pihak lain.

11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan sterilisasi
tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan. Pada masa Orde Baru, tindakan ini dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan.

12. Penyiksaan seksual

unsplash.com/Mihai Surdu

Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual. Ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, atau untuk menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau
diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga.

Penyiksaan seksual juga bisa dilakukan untuk mengancam atau memaksanya, atau
orang ketiga, berdasarkan pada diskriminasi atas alasan apapun. Termasuk bentuk ini apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh hasutan, persetujuan, atau
sepengetahuan pejabat publik atau aparat penegak hukum.

13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

Ilustrasi Anti-Kekerasan Seksual (IDN Times/Galih Persiana)

Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak, termasuk dalam penyiksaan. Ia termasuk hukuman
cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.

14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan

IDN Times/Indiana Malia

Kebiasaan masyarakat, kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya, yang
bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.

Berita Terkini Lainnya