UU Cipta Kerja Disahkan DPR, SPSI Bali: Para Pekerja Sangat Dirugikan
Ketua SPSI memohon maaf tak ikut turun ke jalan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Aksi demo meminta pembatalan Undang-undang Cipta Kerja oleh mahasiswa dan masyarakat terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali Provinsi Bali. Unjuk rasa yang digelar pada Kamis (8/10/2020) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRD) Bali pun sempat ricuh.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Konfederansi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) seluruh Bali, Wayan Madra menyampaikan permohonan maaf lantaran memilih tidak menurunkan anggotanya ke jalan.
Baca Juga: Pendemo di Denpasar Lempari Botol ke Polisi, Dibalas Gas Air Mata
Baca Juga: [BREAKING] Polisi Tembakkan Gas Air Mata di Tengah Demo Denpasar
1. SPSI sejak awal juga menolak UU Cipta Kerja
Ketua Konfederansi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) seluruh Bali, Wayan Madra mengungkapkan bahwa sejak dari awal ia memang menolak Omnibus Law (Undang-undang Cipta Kerja). Beberapa kali pihaknya berkomunikasi dengan Gubernur Bali, Wayan Koster agar disampaikan ke Jakarta.
“SPSI di Bali sangat berkeberatan terhadap isi daripada UU Cipta Kerja. Karena isinya menurut kami adalah mendegradasi hak-hak dari para pekerja. Para pekerja sangat dirugikan kalau itu misalnya berlaku. Misalnya out sourching, diadakan terhadap semua pekerjaan,” ungkapnya pada Jumat (9/10/2020).
Tidak hanya itu, masalah kontrak kerja yang juga bisa dilakukan berkali-kali, padahal di Undang-Undang 13 Tahun 2003 telah diatur jelas. Masalah upah dan pesangon, bahkan dulu pekerja memiliki hak jika berhenti bekerja itu mendapatkan pesangon 32 kali gaji. Namun dengan adanya UU Cipta Kerja ini pesangon dikurangi menjadi 21 kali gaji. Nah inilah yang ingin ia perjuangkan sehingga hak-hak pekerja tidak dikurangi.
“Apa yang kami perjuangkan sekarang ini bukan untuk pekerja saja. Tapi anak cucu kita,” jelasnya.
Baca Juga: [BREAKING] Masyarakat dan Mahasiswa di Denpasar Tolak Omnibus Law