Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 Tahun

Ia akan melelang karya lukisannya di Denpasar

Tabanan, IDN Times - Pelukis aliran surealisme era 1980-an, Odong Junaidi, kembali berkarya setelah vakum tujuh tahun. Kembalinya pelukis asal Medan, Sumatra Utara ini adalah untuk menghasilkan karya lukis yang bisa dikenang di usia senja.

Berikut wawancara IDN Times bersama Odong Junaidi mengenai dua karya paling terakhir yang dilukisnya, dan akan diikutkan dalam lelang lukisan di Gedung Dharma Negara Alaya (DNA Art & Creative Hub Denpasar) Lumintang, Kota Denpasar.

Baca Juga: Ibu HIV di Tabanan Melahirkan Bayi Sehat: Vitamin Saya ARV

Baca Juga: Cerita di Balik Anyaman Bamboo Dome, Dibuat Orang Tabanan

1. Belajar melukis secara otodidak sejak kecil

Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 TahunOdong Junaidi (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Bakat melukisnya sudah muncul sejak kecil, tepatnya di usia 8 tahun. Meski bakatnya sudah terlihat sejak kecil, Odong tidak pernah mengambil pendidikan di sekolah seni secara resmi. Ia murni belajar secara otodidak. Odong sering membaca buku tentang seni rupa di Perpustakaan Lembaga Indonesia Amerika (LIA) Medan untuk memperluas dan meningkatkan kreativitasnya.

"Bahkan saya pernah dapat beasiswa dari Belanda untuk belajar di sebuah akademi di sana, saya tolak," ujar Odong saat ditemui di rumah temannya daerah Kabupaten Tabanan, Rabu (28/12/2022).

Suatu ketika pamannya yang merantau di Bali, pulang kampung ke Medan dan melihat Odong sedang melukis. Melihat bakat keponakannya itu, sang paman mengatakan sesuatu yang tidak pernah dilupakan Odong.

"Paman saya berkata, kalau mau jadi pelukis, tempatmu bukan di Medan. Harus pindah ke Bali," kata pria berusia 68 tahun ini.

Perkataan pamannya itu terus memenuhi pikiran Odong. Sampai lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di usianya yang ke-17 tahun, Odong berangkat ke Bali. Ia melihat Bali sebagai pulau surganya seorang seniman. Sebab ia bisa berkarya dengan damai, mengembangkan seninya. Tahun 1976, ia memutuskan pindah ke Bali.

2. Karya pertama yang terjual adalah lukisan The World of Angel tahun 1977

Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 TahunThe World of Angel karya pertama Odong Junaidi yang terjual tahun 1977. (Dok. IDN Times/Istimewa)

Odong kemudian tinggal di Desa Ubud, Kabupaten Gianyar. Setahun merantau, tepatnya tahun 1977, karyanya yang bernama The World of Angel dibeli seorang penulis asal Jerman.

"Pembeli ini ternyata seorang penulis. Saat ia membeli lagi karya saya, ia izin untuk menulis mengenai saya dan karya saya," cerita Odong.

Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 TahunLukisan karya Odong Junaidi. (instagram.com/odongjunaidi)

Satu karya berkesan selama kariernya menjadi pelukis adalah Kontroversial Anak Manusia tahun 1982. Karyanya pernah dipamerkan di Pentas Kesenian Bali (PKB) tahun 1983. Namun karena berbagai alasan yang tidak mau disebutkan, lukisan ini ditarik Odong satu hari setelah dipamerkan. Lukisannya kini berada di Amerika Serikat. 

Karya-karya lain dari Odong adalah Past Ahead. Lukisan ini sempat ditawar oleh Presiden IV Indonesia, BJ Habibie, namun dimenangkan oleh seseorang bernama Ida Bagus Tantro. Berikutnya karya Logical yang dibeli oleh Munut Gallery Ubud. Lukisan ini mengandung makna logika yang mencoba memengaruhi pemikiran positif oleh pemikiran negatif. Selanjutnya karya Earthquake yang terinspirasi dari gempa bumi dahsyat tahun 1977 yang berpusat di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Karyanya dibeli oleh seorang kolektor lukisan asal Belanda.

Lukisan Odong terinspirasi dari kejadian sehari-hari di masyarakat, berita dari media massa, dan beberapa buku seni. Jadi sebagian besar karyanya mengambil aspek kehidupan manusia di masyarakat dari sudut pandang filosofis.

3. Ia pernah bertemu idolanya, Affandi, sang Maestro Seni Lukis Indonesia

Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 TahunAkar kokoh (kanan) adalah lukisan yang akan dilelang. (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Odong pernah bertemu Affandi Koesoema, sang Maestro Seni Lukis Indonesia pada tahun 1985. Ketemu idolanya tersebut serasa bertemu presiden. Affandi bersama sopirnya sengaja datang mencarinya di Ubud untuk menawarkan pameran tunggal di Jakarta.

"Tahun 80-an tidak banyak pelukis yang menggelar pameran tunggal. Saya pelukis pertama dari Bali yang mendapat kesempatan itu," katanya berkisah.

Odong memamerkan sekitar 30 lukisannya di Erasmus Huis, Jakarta. Sebagian besar karyanya terjual. Meski uang mengalir dan berkecukupan, namun itu bukan segalanya bagi Odong.

"Mau saya banyak uang, mau bangkrut, tidak masalah bagi saya."

4. Kembali setelah vakum tujuh tahun

Kembalinya sang Surealis Odong Junaidi Setelah Vakum 7 TahunLukisan Kepurbaan di Jaman Modern (Dok.IDN Times/Istimewa)

Mungkin karena ketidakpeduliannya terhadap uang, membuat Odong juga tidak takut menjalani kehidupan meski memutuskan vakum selama tujuh tahun. Ada banyak alasan dia memilih vakum, namun Odong enggan menyebutkannya. 

Sampai akhirnya rekan Odong di Kabupaten Tabanan datang dan membujuknya untuk ikut acara lelang yang akan dilaksanakan di Gedung DNA Lumintang pada tanggal 6 sampai 8 Januari 2023 mendatang. Ajakan itu disambut. Odong akan memamerkan dua karyanya dalam lelang tersebut, yaitu Akar Kokoh dan Kepurbaan di Jaman Modern.

Akar Kokoh dikerjakan selama dua bulan, dan mengandung arti akar budaya Bali yang kokoh. Sedangkan Kepurbaan di Jaman Modern dikerjakan selama dua tahun.

"Karya ini merupakan karya macet sebenarnya," terang pria yang kini menetap di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

Ia berharap lukisan satu-satunya di dunia ini menjadi kenangan untuk karier Odong selama menjadi pelukis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya