Ciri-ciri Kasus Bunuh Diri dengan Senjata Tajam Menurut Ahli Forensik
Membedakan kasus pembunuhan dan bunuh diri memang sulit
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bunuh diri dengan senjata tajam seperti melakukan penyayatan atau menusukkan diri termasuk metode yang kerap dilakukan pelaku bunuh diri. Satu kasus bunuh diri dengan senjata tajam di Bali adalah pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berusia 16 tahun bunuh diri di Kabupaten Karangasem, pada Oktober 2019 lalu. Ia menyayat lehernya sendiri di bagian kiri.
Kasus ini awalnya dicurigai sebagai korban pembunuhan. Namun dari pemeriksaan dan autopsi, ditetapkan sebagai kasus bunuh diri. Beberapa hal yang menentukannya adalah hasil pemeriksaan forensik. Ada ciri khas luka akibat bunuh diri dengan senjata tajam.
Hasil autopsi yang diungkapkan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Henky, ada luka luka kekerasan tajam yang dalam di bagian leher kirinya. Luka ini yang menyebabkan kematian. Ada juga tiga luka sayat ragu-ragu yang tidak terlalu dalam. Selain itu, ada pendarahan di kelenjar anak ginjal sebagai tanda-tanda stres.
Kasus yang terbaru menimpa seorang editor Metro TV, Yodi Prabowo, di Jakarta, tanggal 10 Juli 2020. Ia ditemukan tak bernyawa dengan luka tusuk di bagian tubuhnya, di pinggir jalan tol JOR Pesanggrahan. Ia awalnya juga diduga jadi korban pembunuhan. Namun polisi menyatakan kematian Yodi karena kasus bunuh diri.
Kasus ini memang tidak ada kaitannya. Namun ada beberapa fakta yang harus kamu ketahui tentang bunuh diri menggunakan senjata tajam. Berikut penjelasannya:
Baca Juga: 4 Pesan Bijak Tetua Bali yang Tidak Boleh Kamu Lupakan
1. Bunuh diri dengan senjata tajam masuk dalam tiga metode paling sering ditemukan dalam kasus ini
Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Mediko Legal FK Unud/RSUP Sanglah, dr Ida Bagus Putu Alit SpFM (K) DFM, yang juga sebagai dokter spesialis forensik di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, mengungkapkan jika dilihat dari kasus yang selama ini diterima oleh RSUP Sanglah, metode bunuh diri menggunakan senjata tajam paling sering ditemui setelah gantung diri, dan meracuni diri.
"Metode ini sering ditemukan setelah gantung diri dan meracuni diri," kata Alit.
Dari kasus bunuh diri secara umum, kematian terbanyak terjadi pada pelaku berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut Alit, hal ini karena tekad dan daya tahan menahan sakit pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Sehingga kasus bunuh diri yang berujung pada kematian banyak dilakukan oleh laki-laki.