Ranitidin, Obat Lambung Pemicu Kanker Mudah Didapatkan di Pasaran
BPOM menarik obat ini. Yuk, kenali jenis obatnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) akhirnya memberikan penjelasan terkait dengan produk Ranitidin yang terkontaminasi n-nitrosodimethylamine (NDMA), pemicu kanker dalam situs resminya Jumat (4/10) lalu.
Sebelumnya, mereka menarik beberapa produk obat yang mengandung Ranitidin dan memerintahkan Industri Farmasi pemegang izin edar produk tersebut agar berhenti produksi dan mendistribusikannya.
Keputusan ini terkait adanya informasi dari Badan Kesehatan Amerika, US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) pada 13 September 2019 lalu. Pasalnya kedua Badan Kesehatan tersebut menemukan adanya cemaran NDMA dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk, yang mengandung bahan aktif Ranitidin. Di mana diketahui bahwa NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami.
Sementara itu Kepala BPOM Provinsi Bali, IGA Adhi Aryapatni, saat ditanyai IDN Times Senin (7/10) lalu, terkait identifikasi produk mengandung NDMA di wilayah Bali sendiri, menjelaskan bahwa sesuai penjelasan BPOM RI, pihak produsen dan distributor secara sukarela menarik produknya dari edaran.
Berikut ini penjelasan BPOM RI tentang penarikan produk Raniditin yang terkontaminasi NDMA:
1. Apa itu Raniditin dan bahayanya?
Dalam situs resmi BPOM RI, menjelaskan bahwa Raniditin merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus. Raniditin sendiri sudah disetujui penggunaannya sejak tahun 1989 setelah melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat dan mutu.
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet, sirup maupun injeksi. Studi global pun memutuskan nilai batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake). Bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas tersebut secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal inilah yang dijadikan dasar oleh BPOM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.
Baca Juga: Pemakan Daging Vs Vegetarian, Mana yang Bisa Membuat Panjang Umur?