Asuransi Jadi Alternatif Warisan Tanpa Sengketa
Ibu kandung aja bisa dituntut anak kalau udah urusan waris
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana
Indonesia banyak sekali terjadi sengketa-sengketa yang berkaitan dengan warisan. Sengketa itu terjadi karena tidak adanya kesepahaman saat memilih hukum waris yang akan dipakai dalam menentukan pembagian warisan. Hal ini karena ada tiga jenis hukum waris yang berlaku di Indonesia yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Perdata di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie). Ketiga hukum tersebut memiliki cara mengatur waris yang berbeda-beda.
Pembagian waris ini seringkali menjadi penyebab keretakan dalam keluarga. Ada kakak yang berselisih dengan adiknya, ada anak menuntut ibunya, bahkan tak jarang menimbulkan kekerasan fisik.
Yuk, mengenal hukum waris di Indonesia dan mana yang bagus untuk memberikan warisan kepada keluarga.
Baca Juga: 7 Fakta Perempuan Bali dalam Keluarga, Mereka Punya Hak Waris
Baca Juga: Ciri-ciri ODGJ dan Cara Mengobati Menurut Lontar Usada Bali
1. Hukum Waris Perdata
Isi Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), menegaskan pembagian harta warisan baru bisa dilakukan kalau terjadi kematian. Jadi kalau pemilik harta masih hidup, maka tidak dapat dialihkan melalui pengesahan prosedur atau ketentuan warisan.
Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu:
- Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)
- Golongan II: orangtua dan saudara Pewaris
- Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
- Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Selain itu ada juga yang berdasarkan surat wasiat. Yaitu pihak yang ditunjuk secara khusus sebagai ahli waris, sesuai isi wasiat milik pewaris. Surat ini tetap perlu disahkan oleh notaris. Hak ini disebut dengan testamenter.
Anak yang masih berada di dalam kandungan. Walau belum dilahirkan, statusnya bisa disahkan langsung sebagai ahli waris, jika diperlukan. Hak ini diperkuat oleh ketentuan Pasal 2 KUH Perdata.