4 Fakta Pertanian di Bali Bisa Jadi Primadona Selain Pariwisata
Arak Bali seharusnya bisa sejajar harganya dengan sake
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Dalam era teknologi kali ini, pertanian tidak lagi menjadi lapangan pekerjaan primadona, apalagi di Bali. Karena agrikultur berbenturan dengan industri pariwisata yang memang digandrungi oleh sebagian besar masyarakat Bali.
Di sinilah tantangan terbesar pemerintah beserta Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali agar bisa menyejajarkannya dengan pariwisata. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace, saat menerima HKTI Provinsi Bali yang diketuai oleh Prof Dr Nyoman Suparta di ruang kerjanya, Kantor Gubernur Bali, Senin (28/10).
“Sebenarnya di Bali ini pasar ada. Permintaan untuk bahan pertanian cukup besar tinggal bagaimana kita menyambut permintaan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua HKTI, Nyoman Suparta, menyatakan pertanian di Bali mengalami degradasi (Kemunduran) dari tahun ke tahun. Ia mengaku tengah menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) petani agar siap memenuhi permintaan industri pariwisata di bidang produk lokal.
“Meskipun ini merupakan tantangan yang susah, saya ingin tetap berupaya keras hingga akhir periode kepemimpinan saya,” ujar Nyoman Suparta. Seperti apa rencananya?
Baca Juga: Kuliner Serombotan Khas Klungkung Bakal Jadi Warisan Budaya
1. Permintaan industri pariwisata terhadap produk pertanian cukup besar
Tidak dipungkiri, permintaan produk pertanian di industri pariwisata cukup besar. Apalagi sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Pemasaran Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, di sinilah petani bisa menyambut baik dengan menyuplai berbagai macam produk pertanian.
Baca Juga: MUDP Setuju Arak Bali Dilegalkan Asal Ada Syarat