Melihat Lebih Dekat Naga Perak Seberat 720 Kg, Destinasi Baru di Bali
Kamu pasti sering melewatinya kalau jalan-jalan ke Gianyar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kabupaten Gianyar termasuk wilayah di Bali yang menjadi tujuan favorit wisatawan lokal maupun asing. Sebab di sinilah gudangnya para seni ukir, lukis, dan tari tradisional itu berada. Sebut saja Kecamatan Ubud yang terkenal dengan seni ukir batu, kayu dan lukisannya. Termasuk juga Desa Batubulan yang berada di Kecamatan Sukawati. Lokasi ini jadi sentranya para pengrajin perak dan emas. Kalau kamu mengikuti paket tur dari biro perjalanan wisata Bali, pasti akan dibawa ke daerah sini untuk melihat hasil para pengrajin perak dan emas.
Bicara soal perak dan emas, tahun 2018 lalu, tepatnya tanggal 12 November, seorang pengrajin perak di Bali bernama I Nyoman Eriawan berhasil membuat gebrakan. Ia menciptakan naga raksasa yang terbuat dari 720 kilogram (Kg) perak murni. Karyanya ini diberi nama Naga Sanga Amurwabhumi. Kini, karya tersebut dipajang di dalam museum UC Silver Gold, Jalan Raya Batubulan Gang Candrametu Nomor 1, Batubulan. Sekarang bagaimana ya nasibnya naga tersebut?
IDN Times berkesempatan melihat 'jeroannya' (Isi di dalamnya) UC Silver Gold ini, dan beginilah penampakannya:
Baca Juga: Mau Berburu Biota Laut? Coba 4 Spot Diving Terbaik di Bali Timur Yuk
1. Cerita singkat pembuatan Naga Sanga Amurwabhumi. Butuh waktu lima tahun untuk membuatnya
Patung ini panjangnya sekitar 20 meter dan menjadi karya “The Masterpiece Naga Sanga Amurwabhumi”, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai patung perak terberat dan terbesar di Indonesia. Untuk membuatnya, Nyoman Eriawan dibantu oleh para seniman dari UC Silver Gold yang dikerjakan selama lima tahun. Tepatnya tanggal 12 Maret 2013 lalu dan selesai pada tanggal 21 September 2018.
Patung naga ini memiliki sembilan kepala yang saling berhubungan. Jumlah sembilan kepala itu bukan sekadar angka atau semata sebagai karya seni saja. Tetapi juga ada nilai filosofi di dalamnya. Masyarakat Hindu memercayai angka sembilan sebagai pengider-ider atau sembilan arah mata angin, yang mencerminkan sebuah kebersamaan di dalam kehidupan.
Baca Juga: 7 Hotel Murah di Bali Fasilitas Kolam Renang, Mulai Rp200 Ribuan