Pengertian Palebon, Tradisi Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di Bali

Pelebon dan ngaben itu sama, tapi berbeda. Nah, bingung kan?

Upacara palebon (Pelebohn) seorang sulinggih dari Griya Jro Gede Sanur, Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, menarik perhatian publik pada 8 Oktober 2021 lalu. Masyarakat tumpah ruah mengikuti prosesi pelebon untuk memberikan penghormatan terakhir kepada tokoh perintis pariwisata di kawasan Sanur, Kota Denpasar.

Tradisi pelebon dan ngaben terlihat sama, namun faktanya berbeda. Meskipun sama-sama melakukan prosesi pembakaran jenazah di Bali, tetapi keduanya memiliki beberapa perbedaan. Berikut pengeritan pelebon di Bali:

Baca Juga: Pengertian Moksa dalam Hindu, Lepasnya Jiwa dari Raga dalam Kedamaian

1. Pelebon merupakan upacara pembakaran jenazah bagi kaum brahmana atau ksatria Bali

Pengertian Palebon, Tradisi Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di BaliIDN Times/Irma Yudistirani

Istilah upacara pelebon biasanya disematkan untuk prosesi pembakaran jenazah kaum tertentu, seperti dari kalangan brahmana dan ksatria di Bali. Brahmana yang dimaksud adalah seorang sulinggih, sedangkan ksatria merupakan bangsawan atau pengelingsir puri di Bali.

Upacara pelebon biasanya digelar lebih besar jika dibandingkan dengan ngaben biasa, meskipun keduanya sama-sama dilaksanakan dengan persiapan yang membutuhkan waktu panjang.

Pelebon yang paling terkenal lainnya adalah permaisurinya Raja Klungkung Ida I Dewa Agung Oka Geg (Raja Klungkung terakhir yang diangkat oleh Belanda, dan telah meninggal tahun 1965 silam), Ida I Dewa Agung Istri Putra, tahun 2014 lalu.

Pelebonnya menggunakan sarana Lembu, Naga Banda, dan Bade Tumpang Sawelas (Menara jenazah dengan atap bertingkat 11) setinggi 28 meter dengan berat sekitar 7 ton. Sebanyak 350 masyarakat mengangkat bade tersebut dalam satu kali putaran dengan jarak 100 meter. Pelebon ini melibatkan ribuan masyarakat Klungkung, yang tumpah ruah memenuhi jalanan di Kota Semarapura. Masyarakat dari penjuru Bali juga datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang permaisuri.

2. Jenazah biasanya disemayamkan di rumah selama persiapan pelebon

Pengertian Palebon, Tradisi Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di BaliIDN Times/Irma Yudistirani

Jenazah biasanya disemayamkan dulu di rumah (Griya) duka sejak meninggal dunia sampai pelaksanaan pelebon. Selama disemayamkan di rumah, biasanya diberikan suguhan tertentu oleh keluarga seakan-akan almarhum masih hidup.

Sedangkan untuk upacara ngaben, biasanya yang dibakar adalah kerangka dari jenazah yang sebelumnya sudah dikubur terlebih dahulu dalam kurun waktu tertentu.

Hampir sama seperti ngaben, upacara pelebon diawali dengan penentuan hari baik untuk pelaksanaan upacaranya. Nama istilahnya adalah nuasen karya, untuk memohon upacara agar berjalan lancar secara sekala maupun niskala.

Lalu dilanjutkan dengan berbagai prosesi lainnya seperti memandikan jenazah, memindahkannya ke bale gede, dan prosesi lain yang berlangsung selama berminggu-minggu.

Baca Juga: 4 Doa Hindu Memohon Kesembuhan, Menjenguk Orang Sakit Hingga Melayat

3. Kehadiran Naga Banda menjadi yang paling khas dari upacara pelebon

Pengertian Palebon, Tradisi Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di BaliIlustrasi Naga Banda (Wikipedia.org)

Prosesi lain yang terkadang menjadi pembeda antara pelebon dan ngaben adalah kehadiran sarana upacara berupa Naga Banda.

Naga Banda ini akan diletakkan berdampingan dengan jenazah. Kepala Naga Banda menghadap ke arah Kelod-Kauh (Barat Daya), dan ekornya ke arah Kaja Kangin (Timur Laut). Pada saat acara puncaknya pelebon, Naga Banda ini secara simbolis akan dipanah oleh seorang sulinggih yang memimpin upacara tersebut. Lalu Naga Banda ikut mengiringi jenazah sampai ke setra (Kuburan).

Selama menuju ke setra ini, jenazah diusung di atas bade. Sesampai di setra, jenazah dipindah ke petulangan berupa wahana Lembu. Kalau kaum brahmana, biasanya lembu dibuat berwana putih. Sedangkan kaum ksatria, biasanya berwarna hitam. Begitu sudah berada di dalam lembu inilah jenazah dibakar.

Setelah proses pembakaran jenazah selesai, masih dilanjutkan dengan upacara nuduk galih atau mengumpulkan sisa-sisa tulang untuk diupacarai. Sisa tulang ini selanjutnya dilarung ke laut atau sungai.

Ritual pelebon sangatlah agung dan melibatkan partisipasi ribuan masyarakat. Prosesi ini cukup jarang dilaksanakan. Makanya sering menjadi incaran wisatawan ketika berlibur ke Bali.

Baca Juga: Doa Pengampun Dosa Menurut Hindu Bali

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya