Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di Bali

Kamu pernah melihat ini gak di Bali?

Agama Hindu di Bali biasa menggunakan beberapa sarana untuk persembahyangan (Bali biasanya menggunakan kata “upacara” untuk menyebutkan ”sembahyang”). Satu sarana upacara penting dan yang paling sering digunakan adalah pejati.

Hampir di setiap pelaksaanaan upacara atau kegiatan adat di Bali menggunakan sarana banten ini. Seperti warga Desa Serangan, Kota Denpasar, yang menjadi korban kasus dugaan korupsi LPD Adat Serangan, mengutip dari Bali.idntimes.com tanggal 8 Mei 2022. Mereka mengirimkan surat pernyataan kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar agar segera mengumumkan nama tersangkanya. Selain surat, warga juga menempuh jalur niskala (Gaib) menggunakan sarana pejati.

Apa itu pejati? Berikut 5 fakta tentang pejati, sarana sembahyang di Bali.

Baca Juga: Makna Melukat, Ritual yang Pernah Dijalani Pevita Pearce

1. Makna pejati

Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di BaliBanten pejati. (YouTube.com/Yudha Triguna Channel)

Pejati termasuk sarana upacara Agama Hindu, berasal dari Bahasa Bali 'jati' yang berarti sungguh-sungguh atau benar-benar. Mendapatkan awalan 'pa' sehingga membentuk kata benda pajati atau pejati, yang menegaskan makna melaksanakan sebuah pekerjaan yang sungguh-sungguh jadi.

Dilansir laporan penelitian Dosen Muda Fakultas Teknik Universitas Udayana, Ni Kadek Ayu Wirdiani ST MT, tentang Media Pembelajaran Pembuatan Banten Pejati dengan Berbasis Multimedia yang terbit pada tahun 2014, pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi-Nya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon disaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan dan kerahayuan.

Baca Juga: Ciri-ciri Pekarangan Rumah Aura Positif Versi Bali

2. Banten pejati adalah sarana upacara paling lengkap

Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di BaliIda Pandita Mpu Jaya Dhaksa Samyoga sedang memberikan penjelasan mengenai banten pejati. (YouTube.com/Ong Kara Amerta)

Menurut Ida Pandita Mpu Jaya Dhaksa Samyoga di kanal YouTube Ong Kara Amerta, pejati adalah banten atau sarana upacara terkecil namun isinya paling lengkap. Ida Pandita lalu menceritakan kisah Adiparwa, ketika Bhagawan Drona menanyakan kepada muridnya mengenai apa sarana upacara yang paling lengkap. Yudistira kemudian menjawab, bahwa sarana yang dikatakan lengkap terdapat unsur mantiga (tumbuh), mantaya (lahir), dan maharya (bertelur).

Ketiga unsur tersebut ada di dalam sarana pejati yaitu kacang kara atau komak sebagai simbol tumbuh, ikan asin kering atau gerang sebagai simbol lahir, dan telur sebagai simbol bertelur.

Selain itu, juga terdapat simbol sebagai ciri sarana upacara lengkap yaitu telur dan kelapa sebagai simbol mentah (matah), buah-buahan simbol matang di pohon (nasak), dan ketupat atau tipat dan nasi sebagai simbol sudah dimasak (lebeng).

Baca Juga: 10 Ciri-ciri Pekarangan Rumah Aura Negatif Versi Bali

3. Bahan banten pejati 

Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di BaliBanten pejati. (YouTube.com/Yudha Triguna Channel)

Menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten, bahan-bahan yang ada dalan banten pejati terdiri dari:

Rerasmen (kelompok lauk-pauk)

Kacang, nga; ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian

Artinya:

Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak yang berbelah dua itu sudah menyatu.

Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos sane becik rinengo

Artinya:

Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.

Buah-buahan

Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan

Artinya:

Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaitu tiga macam perbuatan baik (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan.

Kue atau jajan

Gina, nga; wruh, uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga; pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra. Bantal, nga; phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan

Artinya:

Gina adalah lambang mengetahui, uli merah dan uli putih adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru rupaka (ayah-ibu). Dodol adalah lambang pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari sastra. Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan Satuh adalah lambang patut yang ditirukan.

Bahan porosan

Sedah who, nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih

Artinya:

Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan berkawan.

4. Unsur-unsur atau bagian yang ada di dalam banten pejati

Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di BaliBanten pejati. (YouTube.com/Yudha Triguna Channel)

Banten pejati terdiri dari beberapa unsur-unsur banten atau sarana upacara yang digabung menjadi satu dalam suatu wadah. Unsur-unsur tersebut antara lain:

  • Daksina
  • Banten peras
  • Banten ajuman rayunan/sodaan
  • Ketupat kelanan
  • Penyeneng/tehenan/pabuat
  • Pesucian
  • Segehan alit
  • Daun/plawa: lambang kesejukan
  • Bunga: lambang cetusan perasaan
  • Bija: lambang benih-benih kesucian
  • Air: lambang pawitra, amertha
  • Api: lambang saksi dan pendetanya Yajna.

Dalam banten pejati terdapat unsur sarana upacara yang paling penting yaitu daksina, yang terdiri atas:

  • Bakul/serembeng: simbol arda candra
  • Kelapa dengan sambuk maperucut (berbentuk segitiga): simbol Brahma dan Nada
  • Bedogan: simbol swastika
  • Kojong pesel-peselan: simbol ardanareswari
  • Kojong gegantusan: simbol Akasa/Pertiwi
  • Telur bebek: simbol Windu dan Satyam
  • Tampelan: simbol Trimurti
  • Irisan pisang: simbol Dharma
  • Irisan tebu: simbol Smara Ratih
  • Benang putih: simbol Siwa
  • Ketupat kelanan: lambang dari Sad Ripu yang dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani, sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu, maka keseimbangan hidup akan menyelimuti manusia.

5. Banten pejati wajib menggunakan telur bebek 

Fungsi Banten Pejati, Sarana Sembahyang di BaliIda Pandita Mpu Jaya Dhaksa Samyoga sedang memberikan penjelasan mengenai sarana telur di banten pejati. (YouTube.com/Ong Kara Amerta)

Menurut Ida Pandita Mpu Jaya Dhaksa Samyoga, banten pejati wajib menggunakan telur bebek. Tidak boleh menggunakan telur ayam karena sebagai simbol rajasik atau emosi.

Banten pejati menggunakan telur karena sebagai simbol pemujaan terhadap tiga dewa yaitu Sang Hyang Antaga (kulit telur), Sang Hyang Ismaya (putih telur), dan Sang Hyang Manik Maya (kuning telur). Sehingga telur di daksina dalam pejati memiliki makna bahwa kita sudah meletakkan (ngelinggihang) kekuatan dari ketiga dewa tersebut.

Ida Pandita juga mengharapkan agar tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus telur. Sebaiknya menggunakan bungkus janur ketupat telur (tipat taluh).

Banten pejati ini nantinya dihaturkan kepada Sang Hyang Catur Loka Phala, yaitu daksina kepada Dewa Brahma, peras kepada Dewa Iswara, ketupat kelanan kepada Dewa Wisnu, dan ajuman kepada Dewa Mahadewa.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya