Pariwisata Bali Jangan Sampai Banting Harga Jika New Normal Diterapkan

Bali nampaknya dalam titik dilema, tapi harus siap

Denpasar, IDN Times - Bali diharapkan segera dapat membuka pariwisatanya dengan menerapkan protokol new normal atau normal baru. Para wisatawan dari Australia, Jerman, maupun Tiongkok disebut-sebut sudah tak sabar ingin berkunjung ke Bali dan menikmati keindahan Pulau Dewata. 

Namun dalam pelaksanaannya, tentu tak lagi bisa semudah sebelum masa pandemik COVID-19. Ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan, termasuk faktor kesehatan wisatawan maupun pelaku pariwisata Bali sendiri. Belum lagi biaya traveling yang akan jauh jadi lebih mahal, karena adanya peraturan physical distancing. Bali pun diingatkan untuk jangan sampai banting harga walaupun kondisi memang sedang sulit.

Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk "Road map to Bali's Next Normal "What is the state of the biggest tourism market for Bali?" yang digelar oleh Bali Tourism Board/GIPI Bali-BaliCEB-BPPD Bali, Jumat (5/6) lalu.

1. Ada konsekuensi dalam penerapan new normal

Pariwisata Bali Jangan Sampai Banting Harga Jika New Normal DiterapkanWakil Gubernur Bali Cok Ace saat berbicara dalam webinar Road map to Bali's Next Normal "What is the state of the biggest tourism market for Bali?", Jumat (5/6). (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Dalam webinar tersebut, awalnya dijadwalkan akan menghadirkan Gubernur Bali, I Wayan Koster, sebagai pembicara utama. Namun Koster tidak hadir dan digantikan oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace. 

Cok Ace mengungkapkan bahwa lokomotif perekonomian Bali adalah pariwisata. Sekitar 60 persen pendapatan berasal dari pariwisata. Pada tahun 2019, tercatat ada hampir 6,3 juta wisatawan yang berkunjung ke Bali yang didominasi oleh warga Australia dan Tiongkok.

Tentu sangat berbeda kondisinya pada tahun 2020 ini saat pandemik COVID-19 melumpuhkan Bali. Ia mengakui ,biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan mancanegara itu di Bali termasuk murah apabila dibandingkan dengan biaya hidup mereka di negara sendiri.

"New normal pasti ada konsekuensinya karena harga akan meningkat karena ada penciutan pemanfaatan kamar. Apabaila ada yang out, harus besoknya dikosongkan lagi. Belum lagi biaya kesehatan dan lainnya," ungkap Cok Ace.

Sementara itu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, yang juga dijadwalkan hadir namun digantikan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesoedibjo, menyampaikan saat ini pemerintah tengah mempersiapkan hand book untuk protokol pariwisata selama new normal.

Baca Juga: Bali Tidak Mau Normal Baru, Koster: Pemda yang Paling Tahu Lapangan

2. Bisa tawarkan all inclusive tourism

Pariwisata Bali Jangan Sampai Banting Harga Jika New Normal DiterapkanDuta Besar Republik Indonesia untuk Jerman, H.E Arif Havas Oegroseno. (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman, HE Arif Havas Oegroseno, mengatakan sesungguhnya sangat memungkinkan untuk Bali kembali membuka pariwisatanya. Terlebih saat ini warga Jerman, usai masa karantina, sangat ingin melakukan perjalanan ke luar termasuk Bali. 

"Kami sempat mengirimkan ratusan ABK direct flight ke Denpasar," ungkapnya.

Menurutnya dari pengalaman itu, juga sangat mungkin untuk mendatangkan wisatawan dan langsung menuju ke Bali. Dari data yang disampaikannya, jumlah wisatawan Jerman yang berkunjung ke Bali dalam sehari jumlahnya sampai ratusan dan itu merupakan market yang cukup menjanjikan. Sekitar 84 persen destinasi utama mereka adalah Bali.

Namun ia menekankan pada satu hal, yakni bagaimana nantinya pelaku pariwisata di Bali bisa menerapkan all inclusive tourism. Jadi jumlah kelompok wisatawan terbatas di lokasi tertentu, semisal Nusa Dua. Lokasi hotel tempat mereka menginap memiliki area private dengan aktivitas beragam dan bisa mengakses pantai. Apabila ada aktivitas di luar, harus ada protokol khusus.

Baca Juga: Daftar Wilayah Indonesia yang Terapkan Normal Baru, Bali Tak Termasuk

3. Australia kemungkinan baru bisa ke Bali tahun depan

Pariwisata Bali Jangan Sampai Banting Harga Jika New Normal DiterapkanSejumlah wisatawan tengah menikmati Pantai Kuta, Badung. (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Selain itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, Australia juga dinilai memberikan kontribusi besar terhadap pariwisata Indonesia, khususnya Bali. Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia, Kristiarto Legowo, mengungkapkan Australia cukup berhasil menangani pandemik dan saat ini sudah memasuki tahap pelonggaran. Perjalanan internasional pun akan dibuka lagi, meskipun terbatas pada wilayah pasifik.

"Yang perlu diperhatikan bagaimana kita mampu mensosialisasikan new normal. Standar new normal seperti apa yang akan diterapkan? Orang Ausi ke Bali karena lebih murah. Tapi apakah murah tetap akan menjadi pertimbangan ketika pandemik ini? Ini yang perlu diantisipasi," tegasnya. 

Ia menyampaikan, sampai saat ini Pemerintah Australia masih fokus pada penerbangan domestik dan belum mengizinkan warganya untuk melakukan penerbangan ke luar negeri, termasuk ke Bali. Estimasi paling cepat bisa bulan Oktober atau di awal tahun 2021. Semua ini nantinya juga akan tergantung pada bagaimana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menangani pandemik dan menerapkan kebijakan-kebijakannya. Sehingga bisa meyakinkan wisatawan mancanegara atau dunia internasional. 

Arief Gunawan dari International Luxury Traval and Hospitality Alliance, mengajak untuk belajar dari Vietnam. Sejak awal Vietnam sangat bagus penanganan pandemiknya. Bagi mereka tidak ada istilah new normal, karena semuanya bisa berjalan normal sebagaimana biasanya. Tidak ada kenaikan harga bagi wisatawan yang berlibur. 

"Semua masih sama di Vietnam. Jadi Bali nanti jangan sampai banting harga," tegasnya.

Baca Juga: Penambahan Tertingi di Bali! Sehari Ada 33 Kasus Positif, Dua WNA

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya