TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Skema Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Korban Disabilitas

Seluruh masyarakat punya hak yang sama di mata hukum

Kelompok penyandang disabilitas mental yang berada di Liponsos, Keputih, Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Badung, IDN Times – Tindak pidana kekerasan seksual berpotensi tidak hanya dialami oleh masyarakat umum, namun juga berkebutuhan khusus. Hadirnya Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga melindungi hak-hak hukum para korban penyandang disabilitas. Nah, apa saja poin-poin penting bagi korban penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan seksual sesuai aturan tersebut?

Dalam selebaran dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, menuliskan setiap tahapan perkara berkaitan korban disabilitas, maka penanganannya diakomodasi secara layak. Berikut ini skemanya.

1. Tidak adan pengecualian delik aduan terhadap korban penyandang disabilitas

ilustrasi disabilitas (pexels.com/Ivan Samkov)

Keberadaan delik aduan tidak berlaku bagi korban penyandang disabilitas. Keluarga korban, wali korban, dan/atau pendamping korban dapat melakukan pelaporan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), kepolisian, UPT bidang sosial, UPTD bidang sosial, dan/atau lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat terhadap perkara pelecehan seksual nonfisik, fisik, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

2. Hukuman pelaku pidana kekerasan seksual terhadap korban penyandang disabilitas

ilustrasi di penjara (pexels.com/RDNE Stock project)

Pelaku kekerasan seksual terhadap korban penyandang disabilitas dikenakan pemberatan sebesar 1/3 dari pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku. Serta dapat dilakukan penambahan 1/3 secara kumulatif kepada pelaku apabila ada pemberatan yang lain.

Berita Terkini Lainnya