Menteri PPPA Bedah Makna Surat Kartini 1900 Silam di Bali
Selamat Hari Kartini ya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times - Perjuangan kesetaraan dan perlindungan untuk peningkatan kualitas hidup perempuan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Tidak dielakkan bahwa untuk mencapai hal tersebut juga membutuhkan dukungan dari pihak laki-laki. Begitu juga saat ini, para perempuan selain harus mampu berdaya, juga penting meneladani kisah perjuangan para perempuan sebelumnya. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menyampaikan catatannya bahwa setidaknya ada lima kekuatan dan tantangan perempuan saat ini dari berbagai aspek, di antaranya:
- Peneguhan bahwa perempuan dengan latar belakang apapun memiliki hak yang sama
- Perempuan korban bukan aib, menjadi korban bukan kesalahan
- Perempuan adalah sumber pengetahuan
- Kepemimpinan perempuan adalah keniscayaan dalam pembangunan
- Peneguhan pentingnya perempuan berorganisasi.
1. Meneladani surat Kartini di tahun 1900 silam
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, membacakan surat Kartini yang ditujukan kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri pada 7 Oktober 1900 silam.
"Belum lama ini saya bercakap-cakap dengan ibu (Abendanon) tentang hal ikhwal perempuan. Ketika itu untuk kesekian kalinya saya menyatakan, bahwa tidak ada suatu apapun lagi bagi saya yang menimbulkan rasa indah dan menarik hati saya. Tak ada suatu apapun yang lebih sungguh-sungguh saya dambakan dan inginkan kecuali diperbolehkan berdiri sendiri. Kata ibu, "Tapi, masih belum ada seorang pun di antara kita yang berbuat demikian." "Maka tibalah waktunya bahwa seseorang suatu ketika akan melakukan hal itu," kataku. "Tapi tahukah kamu bahwa segala permulaan itu sukar, bahwa setiap orang yang merintis jalan selalu bernasib susah? Bahwa ketiadaan pengakuan, rasa kecewa yang bertubi-tubi, cemooh yang menantimu; apakah kamu tahu semua hal itu?" tanya ibu. "Saya tahu! Bukan hari ini atau kemarin saja buah pikiran itu timbul pada saya, telah bertahun-tahun hal itu terkandung dalam hati saya kata saya. "Dan, apakah kebaikannya bagi dirimu sendiri? Akan puaskah hatimu, akan berbahagiakah kamu?" tanya ibu. "Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak dan lubang; jalan itu berbatu-batu, terjal, licin, belum dirintis! Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan, saya akan mati dengan bahagia Sebab jalan tersebut sudah terbuka dan saya turun membantu menerabas jalan yang menuju kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputera. Saya sudah akan sangat puas apabila orang tua anak-anak perempuan lain yang juga hendak berdiri sendiri, tidak akan lagi bisa mengatakan: masih belum ada seorang pun di antara kita yang berbuat demikian." Aneh. Tetapi saya sekali-kali tidak merasa ngeri, takut ataupun gentar. Saya tenang dan benar-benar berani..."